Disuntik Antibiotik, Tubuh Laili Tergeletak 4 Tahun

Ryma S - DetikSurabaya

 Jember - Laili Faradiska Ardila (12) warga Kelurahan Tegalbesar Kecamatan 
Kaliwates tergeletak tanpa bisa menggerakkan tangan dan kakinya selama empat 
tahun. 

Anak perempuan yang seharusnya duduk di bangku kelas 1 SMP itu, tiba-tiba tidak 
bisa menggerakan tubuhnya setelah disuntik antibiotik oleh dokter spesialis 
Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) di RSUD dr Soebandi Jember, Juli 2003 
silam.

Peristiwa itu berawal ketika Laili dibawa sang ayah, Ahmad Saturi (48) ke 
poliklinik THT RSUD Soebandi untuk menjalani operasi amandel. Menurut Saturi, 
amandel di tenggorokan anaknya membuatnya kesulitan menelan, hingga diputuskan 
untuk dilakukan operasi.

Sebelum menjalani operasi, Laili disuntik obat anti biotik. Laili mendapatkan 
dua kali suntikan anti biotik. "Tetapi setelah suntikan yang kedua badan anak 
saya kejang dan setelah itu tidak pernah bergerak tubuhnya," kata Saturi, Rabu 
(18/07/07).

Karena tidak bisa menggerakkan tubuh, operasi amandel tersebut tidak pernah 
dilakukan. Bocah itu akhirnya dirawat di ruang ICU RSUD dr Soebandi selama satu 
bulan. Kemudian pihak RS merujuk Laili ke RSU dr Soetomo Surabaya. Namun selama 
mendapat perawatan selama 2 bulan di RSU dr Soetomo, tidak ada perkembangan 
apapun pada kondisi Laili.

Akhirnya, Laili dibawa kembali ke Jember dan mendapat perawatan di paviliun 
anggrek bawah I selama setahun. Di tahun 2004, Laili dibawa pulang dan dirawat 
di rumahnya.

"Hingga saat ini masih tidak bisa gerakkan apa-apa. Hanya bisa terlentang 
diatas ranjang. Tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan, dan penglihatannya 
juga terganggu. Untungnya, indra pendengarannya tidak begitu terganggu sehingga 
masih bisa sedikit menganggukan kepala saat dipanggil," ungkap Saturi.

Saturi mengaku tidak pernah melaporkan kasus ini ke polisi meski staf di 
Laboratorium Perlindungan Tanaman Poltiketik Jember itu menyalahkan penanganan 
dokter pada saat itu. "Ini kesalahan dokter," katanya menirukan
petugas tersebut.

Hal itu dilihat dari bentuk pertanggungjawaban pihak RSUD dr Soebandi pada 
Laili. Setiap bulannya, pihak RS memberi bantuan biaya hidup pada Laili sebesar 
Rp 750.000 per bulan. Tetapi, kata Saturi, uang sebesar itu saat
ini tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup Laili.

"Saya tiap bulannya masih mengeluarkan biaya perawatan untuk dia sekitar Rp 
310.000, kalau dulu bisa sampai Rp 1,5 juta. Ya untuk beli obat, susu dan 
makanan penunjang untuknya," papar Saturi.

Dia berharap uang bantuan untuk Laili ditambah, karena kebutuhan seperti susu 
juga makin mahal. Seminggu dua kali, Laili juga mendapatkan pengobatan 
fisioterapi untuk syarafnya. Meski begitu, telah dilakukan selama empat tahun, 
tidak ada kemajuan berarti pada kondisi Laili. Bahkan, anak pertama Saturi itu 
akhirnya tidak pernah menyelesaikan pendidikan dasarnya.

Direktur RSUD dr Soebandi, dr Cholid Bahtir mengatakan, apa yang terjadi pada 
Laili bukanlah malpraktik, tetapi kejadian yang tidak diharapkan. "Dia 
komplikasi obat," kata Cholid.

Tetapi Cholid enggan berkomentar lebih jauh karena kasus itu terjadi, sebelum 
dirinya menjadi direktur. Dia hanya berjanji akan menyelidiki kasus itu. 

"Karena bagi pihak rumah sakit, kasus ini sudah selesai. Dan kalau keluarga 
meminta bantuan ataupun tidak puas dengan pelayanan, seharusnya mendatangi kami 
dan kita berbicara," kata Cholid. (fat/bdh)

http://www.detiksurabaya.com/indexfr.php?url=http://www.detiksurabaya.com/index.php/detailberita.main/y/2007/m/07/d/18/tts/173508/idkanal/475/idnews/806577


Kirim email ke