Di koran Kompas baru-baru ini, ada ulasan yg sedang membahas kasus STPDN, diantara tulisannya ada kalimat begini: "......STPDN itu singkatan dari Sekolah Tinggi Pembunuh Dibiayai Negara..."
:( ------------------------------------------------------------ Bagai Dalam Neraka SAYA adalah salah satu dari sekian banyak korban kekerasan di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN). Saya masuk pada 1996 atau angkatan 08. Saya memutuskan untuk mundur dan kemudian masuk ke Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad pada tahun 1997. Salah satu faktor yang melatarbelakangi saya menulis mengenai hal-ihwal kekerasan yang dilakukan praja STPDN adalah saat ini lembaga STPDN telah menjadi sorotan publik dan telah menjadi isu nasional, berkaitan dengan meninggalnya Madya Praja Wahyu Hidayat yang ditengarai sebagai korban kekeraan yang dilakukan seniornya. Oleh karena itu, saya sebagai orang yang pernah merasakan bagaimana pahitnya hidup penuh penyiksaan di Ksatriaan STPDN, mencoba membuka mata dan telinga masyarakat mengenai perilaku dan mental para praja senior dalam menjatuhkan hukuman. Waktu itu setelah masuk di STPDN saya berstatus capra (calon praja) masih di bawah bimbingan tentara. Akan tetapi, justru dibawah bimbingan tentara tidak ada kekerasan sama sekali. Kemudian setelah itu kami dikukuhkan dan masuk sebagai praja, otomatis sejak itu kami langsung di bawah senior. Di bawah bimbingan senior inilah kekerasan-kekerasan mulai timbul. Karena sistem pendidikan di sana menganut sistem muda praja (tingkat I) di bawah bimbingan madya oraja (tingkat II), madya praja di bawah bimbingan nindya praja (tingkat III), dan nindya praja di bawah bimbingan wasana praja (tingkat IV). Kekerasan itu berlangsung tidak hanya semasa orientasi, tetapi selama kita masih menjadi junior akan selalu mendapat siksaan dari seniornya. Apabila kita telah menjadi yang paling senior atau wasana praja, kita bisa menikmati kehidupan di sana. Saya waktu itu tinggal di barak DKI Bawah, petak C semasa Ketua STPDN masih dipegang oleh IGK Manila. Kabid Pengasuhan dipegang oleh Drs.Indrarto. Pada waktu itu, kami yang berada di barak DKI Bawah dikumpulkan oleh para madya praja yang memegang kendali barak tersebut. Kami dikumpulkan setelah mengikuti apel malam yang kemudian dilanjutkan dengan apel barak. Kami dikumpulkan di lorong barak atau lebih tepatnya di depan lemari yang berjejer. Kemudian para madya mengoreksi kami, dengan dalih bahwa kami melakukan kesalahan-kesalahan. Atas dasar itulah pada madya itu dengan kesombongannya melakukan penyiksaan antara lain pemukulan, tendangan tamparan, dll. Pada waktu itu saya sudah bilang kepada penanggung jawab barak bahwa saya sedang sakit mag, tetapi mereka seakan-akan tidak mau peduli dan menganggap saya manja. Berbarengan dengan itu, perut saya dihantam beberapa kali, ditendang, dan ditampar. Posisi waktu itu, kami disuruh buka baju dan menggantung dilemari menghadap mereka. Setelah beberapa kali dihantam, saya merasakan perut saya nyeri dan langsung jatuh pingsan. Akan tetapi, lagi-lagi para praja senior itu seakan-akan tidak percaya bahwa saya pingsan, kemudian mereka menginjak dan menampar saya (itu pun menurut rekan-rekan satu barak). Setelah kejadian itulah saya langsung dibawa ke KSA (poliklinik), untuk dirawat. Selama perawatan di sana, saya tidak mendapatkan perawatan medis yang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, orang tua saya membawa saya ke RS Advent Bandung. Kemudian para dokter di sana menyimpulkan bahwa saya mengalami pendarahan di selaput perut akibat trauma benda tumpul (pemukulan). Kemudian saya ditangani dokter ahli bedah digestif untuk mengobati pendarahan tersebut. Setelah badan saya agak fit, saya kembali ke Ksatrian. Baru beberapa hari disana, saya disiksa lagi di sana dengan alasan bahwa praja tidak boleh cengeng. Otomatis setelah kejadian tersebut saya kembali lagi RS Advent. Hampir empat rumah sakit yang pernah merawat saya yakni RS Advent, RSU Sumedang, RS Sariningsih, dan RS Dustira Cimahi. Kenapa bisa sampai dengan empat rumah sakit? Setiap saya baru kembali dari rumah sakit selalu saja saya disiksa dan dipukuli dengan berbagai macam alasan. Bahkan, di KSA sendiri saya pernah dihantam dengan alasan saya tidak melakukan PPM (hormat militer). Berdasarkan hal itu, kedua orang tua saya menghadap Ketua STPDN IGK Manila. Kedua orang tua saya meminta jaminan keselamatan akan kehidupan saya. Ketuapun menyetujuinya, tetapi berbeda dengan kenyataan di lapangan, malahan saya semakin disiksa karena berani melaporkan pemukulan terhadap ketua. Maka, dengan pemikiran yang masak, saya bersama dengan orang tua memutuskan untuk mengundurkan diri dari STPDN. Orang tua saya takut akan kejadian yang lebih parah menimpa anaknya. Bertolak dari kematian Wahyu Hidayat, sebenarnya yang paling bertanggung jawab adalah pihak Lembaga STPDN karena pada acara Duduk Perkara di TV7 yang ditayangkan pada tanggal 11 September 2003, Prof. Ryaas Rasyid mengatakan telah mengingatkan kepada IGK Manila agar segera menghentikan kekerasan yang ditimbulkan oleh para praja seniornya. Jadi, dalam konteks inilah bahwa sebenarnya pihak kembaga STPDN mengetahui kekerasan tersebut. Akan tetapi, hal itu ditutupinya karena akan menghancurkan citra dari STPDN itu sendiri. Maka, tidaklah heran setiap tahunnya banyak praja yang melarikan diri maupun yang mengundurkan diri. Hal itu mereka lakukan karena tidak kuat menghadapi siksaan dari para seniornya. Bahkan, saya menganggap bahwa kehidupan di STPDN itu sama halnya dengan di neraka, artinya tiada hari tanpa penyiksaan. Bahkan, ada wanita praja yang harus diangkat rahimnya, ada gendang telinganya yang hancur, dan bahkan ada teman saya yang di dadanya ada bekas telapak sepatu PDL. Kebanyakan para praja mengeluhkan kondisi perutnya karena banyak pukulan yang diarahkan pada perut. Saya membaca di media massa bahwa kematian Muda Praja Erri Rahman pun karena ada pendarahan di perut. Patah tulang rusuk, berak darah, muntah darah adalah fenomena yang sering saya jumpai di STPDN. Menurut para praja senior, fenomena tersebut merupakan hal yang biasa kerap1 terjadi di STPDN. Bahkan, teman saya pernah mengalami hukuman jungkir dan guling di aspal panas dengan baju dibuka. Dengan bercermin terhadap kematian Wahyu Hidayat serta korban-korban lainnya, sebaiknya para praja itu punya jiwa kemanusiaan dan hati nurani. Mereka menganggap bahwa hal itu merupakan aspek pembinaan, padahal dari kacamata orang biasa aspek pembinaan itu sama saja dengan "penyiksaan". Sebaiknya para praja juga konsekuen akan perbuatan mereka. Jangan hanya mencari-cari kesalahan praja juniornya dan saya meminta kepada Ketua STPD turut bertanggung jawab atas semua kekerasan yang ditimbulkan oleh prajanya. Saya pun meminta kepada Depdagri agar Komnas HAM dan Kontras diizinkan masuk dan menyelidiki kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh para praja STPDN. Fenomena kekerasan banyak sekali terjadi di lingkungan STPDN. Sebaiknya pihak Depdagri untuk sementara membekukan dulu STPDN karena kekerasan di sana itu sudah membudaya dan tradisi. Oleh karena itu, sangat sulit menghilangkan budaya kekerasan di STPDN, tanpa usaha yang signifikan. Tulisan ini sengaja saya buat karena keprihatinan saya terhadap STPDN atas meninggalnya Wahyu Hidayat. Hal ini dibuat bukan untuk mendiskreditkan STPDN, tetapi di alam reformasi ini, masyarakat berhak tahu apa yang sedang terjadi. Selama ini pihak STPDN seakan-akan menutupi mengenai kehidupan prajanya. Semoga kejadian yang menimpa Wahyu Hidayat benar-benar yang terakhir kalinya. (Arie Adhitiya)** _________________________________________________________________ The information transmitted is intended only for the person or entity to which it is addressed and may contain confidential and/or privileged material. Any review, retransmission, dissemination or other use of, or taking of any action in reliance upon, this information by persons or entities other than the intended recipient is prohibited. If you received this in error, please contact the sender and delete the material from any computer. --------------------------------------------------------------------- >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]