BMG: Karena Tumbukan Lempeng Tektonik JAKARTA - Musibah gempa tektonik yang berpusat di 149 km dari Meulaboh, Aceh, kemarin pagi tercatat sebagai yang terdahsyat kelima di dunia dalam 100 tahun terakhir. Bahkan, untuk ukuran Indonesia, gempa berkekuatan 8,9 skala Richter itu yang terbesar dalam sejarah musibah bencana alam sejak satu abad lalu.
Hal ini diungkapkan pakar seismologi teknik dan tsunami Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Fauzi MSc PhD kemarin. Dia menjelaskan, menurut perhitungan Pusat Gempa Nasional BMG Jakarta, gempa di Aceh itu berkekuatan 6,8 skala Richter. "Tapi, menurut USGS (United States Geological Survey) yang punya peralatan lebih bagus dan jaringan lebih banyak, kekuatannya 8,9 skala Richter. Kekuatan gempa memang sangat-sangat dahsyat," ungkap Fauzi kepada koran ini di Jakarta kemarin. Tidak berlebihan kalau Fauzi menyebut gempa bumi di Aceh kemarin terdahsyat kelima di dunia dalam 100 tahun terakhir. Dia mengatakan, gempa lebih dahsyat dengan kekuatan di atas 9 skala Richter pernah terjadi di Cile dan Alaska. Selain itu, Jepang pernah dihantam gempa serupa dengan kekuatan hampir 9 skala Richter. Menurut Fauzi, getaran gempa bumi di Bam, Iran, pada akhir 2003, yang menewaskan puluhan ribu orang, masih kalah dibanding yang terjadi di Aceh kemarin. Banyaknya korban di Iran saat itu disebabkan pusat gempa berada di kota yang berpenduduk padat. "Seingat saya, kekuatan gempa di Iran saat itu 8,2 skala Richter. Tapi, itu terjadi di darat dan dekat perkotaan. Lalu, bangunan rumah di sana juga tidak tahan terhadap getaran karena terbuat dari tanah," jelasnya. Fauzi menerangkan, gempa di Aceh itu tergolong gempa tektonik. Selain gempa tektonik, ada gempa runtuhan. "Yang terjadi di Aceh itu jelas gempa tektonik karena gempa tektonik selalu berkekuatan besar. Kekuatan gempa runtuhan jauh lebih kecil," tuturnya. Fauzi lantas mengungkapkan penyebab gempa tektonik di Aceh. Menurut dia, gempa itu terjadi karena tumbukan lempeng tektonik. "Lempeng tektonik Indo-Australia yang berada di selatan bertumbukan dengan lempeng tektonik Eurasia yang berada di Sumatera dan Jawa. Wilayah Indonesia umumnya berada di lempeng tektonik Eurasia," jelas alumnus Renssalaer Polytechnic Institute of New York, AS, ini. Bagaimana tumbukan (pergerakan) lempeng tektonik bisa terjadi? Dia memaparkan, pergerakan itu dipicu oleh panas di inti bumi. Secara teroretis, inti bumi sangat panas karena mencapai ribuan derajat Celcius. Di atas inti bumi relatif dingin, yakni antara 30 sampai 50 derajat Celcius. "Secara alamiah, lantas terjadi pergerakan materi panas ke dingin. Mengalir secara alamiah," ungkapnya. Karena pergerakan itu, lempeng tektonik juga ikut bergerak. Di Indonesia, seperti yang terjadi di Aceh, pergerakan antarlempeng tektonik termasuk dalam jenis tumbukan. Soal jenis pergerakan lempeng tektonik, Fauzi menyebut, ada tiga macam. Selain bertumbukan, dua lainnya adalah pembukaan (perpisahan) dan pergeseran. "Gempa yang terjadi di Indonesia jenis tumbukan," ucapnya. Gempa jenis pembukaan, lanjut dia, umumnya terjadi di Samudera Atlantik. Sedangkan gempa jenis pergeseran terjadi di California, AS. Gempa di Aceh berpusat di lautan atau sekitar 149 km sebelah selatan Meulaboh. Dampaknya luar biasa. Sebab, gelombang tsunami akibat gempa telah meluluhlantakkan tujuh negara di Asia Tenggara dan Selatan. "Ada dislokasi atau perpindahan mendadak dasar laut, sehingga terjadi tsunami. Dislokasi vertikal di dasar laut yang mendadak bisa 1-2 meter atau lebih," ungkapnya. Menurut dia, tsunami adalah dampak dari lokasi gempa yang dangkal dan berada di tengah laut. Singkatnya, tsunami adalah sederetan gelombang laut yang menjalar dalam periode sangat panjang dan umumnya dibangkitkan oleh gempa bumi. Meski dislokasi vertikal dasar laut cuma 1-2 meter, menurut Fauzi, panjang dislokasi bisa mencapai ratusan km. "Untuk ukuran gempa 8,9 skala Richter seperti yang kita alami, mungkin panjang gelombangnya bisa mencapai 200 km," paparnya. Bahkan, dia juga memperkirakan dampak gempa juga terasa sampai ke Afrika. Meski gempa utama telah lewat, Fauzi minta masyarakat tetap waspada atas kemungkinan gempa susulan. Menurut dia, gempa susulan sudah terjadi dan mungkin masih berlanjut. Kekuatan gempa susulan biasanya lebih kecil. Bila terjadi gempa lagi, dia memperkirakan besarnya 6-7 skala Richter. "Kalau bangunan sudah rusak (akibat gempa utama), harus hati-hati. Sebab, gempa atau getaran kecil bisa saja merobohkan bangunan tersebut," jelas alumnus UGM ini. Dia lantas menyebutkan kawasan rawan gempa tektonik. Yaitu, pantai barat Pulau Sumatera, sebagian pantai Utara Aceh (seperti sekarang ini). Kemudian, selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Bagaimana jika gempa bumi skala 8,9 Richter terjadi di darat? Fauzi tidak bisa membayangkan kerusakan yang terjadi. Apalagi, kalau terjadi di perkotaan. "Jika terjadi di darat, kita bisa terlempar. Berdiri saja mungkin tak bisa," ungkapnya. Fauzi mengakui, sejauh ini peralatan yang ada belum mampu mendeteksi gempa bumi sebelum terjadi. Tetapi, kata dia, tsunami masih bisa diprediksi. Sebab, perjalanan gelombang tsunami bisa berlangsung berjam-jam. Dicontohkan, tsunami dirasakan di Lhokseumawe sekitar pukul 11.00. "Padahal, gempa di titik pusat terjadi sekitar pukul 08.00," jelasnya. (ssk)