Mendeteksi Down Syndrome Sejak Janin Metode penyisiran penyakit Down syndrome atau sindroma Down pada bayi yang belum lahir dapat dilakukan dengan mengikuti perkembangan hidungnya. Para peneliti menemukan hubungan yang kuat antara ada tidaknya tulang hidung pada masa kehamilan 11 sampai 14 minggu dan pengaruh genetik penyebab sindroma Down. Sindroma Down adalah kekacauan yang disebabkan sebuah kromosom tambahan yang menyebabkan pada kecacatan fisik dan mental. Mengkombinasikan pencarian ultrasound dengan tes skrining lainnya mengurangi proporsi hasil yang hasilnya bisa salah hingga standar 5% sampai 1%. Penemuan ini, yang dilaporkan pada jurnal kesehatan Lancet, merupakan langkah awal seruan agar segera dipikirkan kembali proposal Departemen Kesehatan untuk melakukan program skrining sindroma Down di Inggris.
Diagnosa sindroma Down sebelum lahir ini dilakukan dengan menggunakan pencampuran cairan aminiotik yang disuntikkan di perut. Kemungkinan terjadinya keguguran sangat kecil dan hanya diberikan pada wanita yang masuk dalam kategori pertama berisiko terhadap kemungkinan adanya sindroma Down pada anak mereka setelah dilakukan skrining. Empat metode skrining sudah digunakan dengan tingkat efisiensi yang berbeda. Tergantung pada sistem yang digunakan. Dan proporsi pada hasil positif kesalahan berkisar antara 1% hingga 5%. Profesor Kypros Nicolaides dari Sekolah Kedokteran RS King's College di London, dan rekan-rekannya melakukan pemeriksaan ultrasound terhadap 701 janin yang berusia 11 hingga 14 minggu. Dicatat apakah waktu itu tulang hidung sudah ada atau belum. Skrining lanjutan dilakukan pada usia ibu dan melakukan tes yang disebut foetal nuchal translucency yaitu mengamati cairan yang diambil dari belakang leher bayi yang belum dilahirkan. Maka mengkombinasikan tes tulang hidung, mengetahui usia si ibu dan ditambah tes mengambil cairan dari leher bayi yang belum lahir, maka mengurangi tingkat kesalahan positif dari 5% ke sekitar 1%. Kemungkinan keguguran yang biasanya terjadi jika menggunakan tes aminiotik bisa dikurangi hingga lima kali lipat. oleh : Elya Goestianie sumber: astaga.com Terapi Penderita Down Syndrome Jenis-jenis Terapy yang dibutuhkan penderita down syndrome Terapi Wicara Suatu terapi yang di pelukan untuk anak DS atau anak bermasalah dengan keterlambatan bicara, dengan deteksi dini di perlukan untuk mengetahui seawal mungkin menemukan gangguan kemampuan berkomunikasi, sebagai dasar untuk memberikan pelayanan terapi wicara. Terapi Okupasi Terapi ini di berikan untuk dasar anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman, dan kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak "bermasalah" tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa komunikasi dan memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi, dengan atau tanpa menggunakan alat. Terapi Remedial Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan akademis skill, jadi bahan bahan dari sekolah bias dijadikan acuan program. Terapi kognitif Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan perceptual, missal anak yang tidak bias berkonsentrasi, anak yang mengalami gangguan pemahaman, dll. Terapi sensori integrasi Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensori, misalnya sensori visual, sensori taktil, sensori pendengaran, sensori keseimbangan, pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri, dll. Terapi snoefzelen Snoezelen adalah suatu aktifitas terapi yang dilakukan untuk mempengaruhi CNS melalui pemberian stimulasi pada system sensori primer seperti visual, auditori, taktil. Taste, dan smell serta system sensori internal seperti vestibular dan proprioceptif dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan atau aktifiti. Snoezelen merupakan metode terapi multisensories. Terapi snoefzelen Anak di ajarkan berprilaku umum dengan pemberian system reward dan punishment. Bilan anak melakukan apa yang di perintahkan dengan benar, makan diberikan pujian. Jika sebaliknya anak dapat hukuman jika anak melakukan hal yang tidak benar. Dengan perintah sederhana dan yang mudah di mengerti anak. Terapi snoefzelen - Terapi ini di berikan pada anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik, misalnya anak yang mengalami keterlambatan berjalan. Semua terapi ini dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi dari tim dokter yang telah memeriksa anak yang mengalami gangguan. oleh Ellya Goestianie Program Therapi Down Syndrome Contoh schedulle program therapi penderita down syndrome. Dikutip dari dari catatan therapi ( private ) Diva Devio Mulai bulan Mei 2002. 4 Mei 2002 Latihan memindahkan mainan agar sesuai aturan, Diva masih dibimbing. Jalan mulai kooperatif, mau memindahkan tangan kedepan dengan lengan bagian atas menggunakan Kettler (pemberat), tahan kurang lebih 15 m Menahan posisi berdiri sandaran (kedua tungkai menggunakan Splint) Jalan mendorong kursi Peto, mulai ada usaha melangkah. 11 Mei 2002 Hari ini Diva latihan jalan pakai tangan. Bertahan kurang lebih 120 m menangis 10 menit. Sensor Brusing lidah tidak banyak menolak, untuk langit-langit masih menolak. Berjalan pegangan kursi Peto mulai tahan kurang lebih 2 m untuk pegangan sendiri, tapi jalan masih pakai Splint lutut agar stabil. Berdiri tanpa sandaran, pakai Splint tahan kurang lebih 5 hitungan. Diukur panjang lengan, terpaut 0,5 cm kanan kiri, panjang tungkai terpaut 0,5 cm kanan kiri. 8 Juni 2002 Latihan jalan pakai tangan di session 1 (kurang lebih 80 m) cukup tenang dan kooperatif, di session II, Diva menolak (kurang lebih) 70 m)setelah bergantung di kursi Peto. Latihan melindungai tubuh saat duduk, kesisi kanan mau, kesisi kiri masih menolak. Mempertahankan sikap merangkak, siku kiri mulai mau tegak tapi jari masih digenggam. Diva diajarkan berdiri bersandar dengan sandaran setinggi 30 cm (kursi peto) kadang mau mempertahankan sikap tegak (10 hitungan). Bila hendak jatuh tangan kanan lebih responsif menyangga ke depan. Penguatan panggul diberikan dengan mempertahankan duduk di guling, Diva masih menolak, jalan mulai konsisten melangkah (10 m). Bergantung di kursi Peto & Standing Frame (30 menit) untuk penguatan punggung, perut dan panggul sekaligus. Sensor Kecap masih menolak, sensor dingin awalnya menolak selanjutnya mulai suka. Sensor Brushing diberikan 8 kali (melingkari bibir, gigi samping bagian luar dan dalam, tengah lidah, bawah lidah & atas lidah/langit-langit). Memindahkan mainan bertahan 3 kali. Tangan kanan lebih aktif. 15 Juni 2002 Jalan pakai tangan 150 m Jari tangan kiri sering di genggam. Bergantung di kursi Peto 10 menit Jalan pakai Splint kaki 10 m Sensor Brushing masih menolak tapi mulai mengecap. 22 Juni 2002 Jalan dititah, kalau tidak menggunakan sepatu Kets kaki kiri masih menjinjit. Jalan dengan sandaran Therapist mulai mampu menumpu berat badan kekiri. Jalan pakai tangan 150 m Bergantung di kursi Peto 10 menit. Sensor Brushing masih menolak. Duduk, berdiri untuk penguatan lutut dan paha (10 kali). 20 Juli 2002 Jalan pakai tangan 70 m. Penguatan otot paha dengan menahan posisi jongkok dan merangkak, untuk jongkok masih menolak, merangkak tahan kurang lebih 3 menit. Bergantung di kursi Peto 2 * 10 menit, menolak. Suspension tungkai 10 menit, tungkai kiri mulai lebih aktif. Jalan dengan Fiksasi di panggul. Awalnya menolak. 27 Juli 2002 Jalan pakai tangan 120 m, jari tangan kiri sering digenggam. Menahan posisi berdiri sandaran tanpa Splint mau tegak. Sebelumnya diukur dahulu pada otot-otot lutut belakang dan panggul depan. Usaha tegak mulai cukup tahan 10 menit. Bergantung dikursi Peto 10 menit Sensor Brushing masih menolak. 21 Sept 2002 Latihan keseimbangan jalan pakai kain/titian, tangan kiri belum aktif pegangan, cenderung menggunakan lengannya. Pegangan tangan kanan cukup aktif. Jalan menggunakan 2 tangan, hanya 10 kali, karena kurang sehat. Tangan kiri mulai aktif. 02 Okt 2002 Jalan menggunakan Walker 100 meter, kaki kiri pakai Splint untuk merangsang sensor persendiannya. Jalan dengan 2 tangan 150 meter. Bergantung di Peto 10 menit. Menarik Beban 15 kali, masih dibantu penuh. Berdiri di Standing Frame 30 menit. Latihan memberi, minta masih dibantu. oleh : Bpk. Fithona J Widarto Latihan ke Toilet yang Cukup Mudah Proses mengajar anak-anak menggunakan toilet bisa jadi bikin frustrasi, khususnya anak dengan Down Syndrome (ADS). Cara-cara berikut sudah digunakan dengan sukses oleh semua kelompok usia. Selain cara-cara berikut, mungkin akan sangat berguna bagi ADS diberikan kesempatan mengamati bagaimana kita sendiri menggunakan toilet. Bisa jadi kita merasa risih atau tak pantas melakukan hal ini. Hal ini sah-sah saja. Salah satu kunci sukses program ini adalah membuat jadwal ke toilet yang efektif. Untuk mengetahui jadwal yang pas buat ADS, perlu dilakukan riset kecil-kecilan selama 2-3 hari, seberapa sering si anak harus pergi ke kamar kecil. Untuk melakukan ini, diperlukan pengecekan secara teratur atas pampers atau celana mereka setiap 20-30 menit (kalau bisa tiap 20 menit). Buatlah catatan dengan penuh kesabaran kapan saja si anak ngompol atau buang air besar. Cara ini benar-benar berdasarkan data yang Anda kumpulkan selama 2-3 hari, unutuk memberi gambaran seberapa sering si anak harus Anda ajak ke toilet. Nah, sekarang jadwal ke toilet bisa Anda susun berdasarkan data 2-3 hari Anda yang diambil rata-ratanya per hari. Aturannya kemudian, si anak harus diajak ke toilet dua kali lebih sering dari pada hasil catatan Anda (baik untuk ngompol maupun buang air besar). Contohnya, jika menurut catatan Anda si anak ngompol tiap jam, maka ajaklah dia ke kamar kecil tiap setengah jam. Dalam menyusun jadwal ke toilet ini, Anda harus memperhatikan kapan saat-saat si anak biasanya buang air besar dengan menyusun jadwal ke toilet yang mendekati saat-saat ini. Sebelum ke toilet, berikan tanda kepada si Anak bahwa ini saatnya pergi ke kamar kecil.Anda sebaiknya membuat tanda dengan tangan Anda secara khusus sampai dia sendiri yang ingin mngubahnya atau memberi variasi. Hal ini tidak akan mengurangi kemampuan mereka mengucapkan kata-kata secara verbal tapi malah memberikan si anak suatu cara berkomunikasi pada saat si anak harus ke kamar kecil. Jika cara ini sudah mereka kuasai, jadwal ke toilet sudah tak mereka perlukan lagi. Sangatlah penting untuk membuat toilet sebagai tempat yang menyenangkan. Letakkanlah boneka, mainan atau buku favorit mereka yang bisa mereka ambil jika mereka sudah duduk di toilet. Disamping itu, memperdengarkan musik (klasik lebih direkomendasikan) juga akan sangat membantu karena mereka akan lebih rileks dan menganggap ke toilet adalah hal yang menyenangkan. Jangan pernah memaksakan si anak duduk di toilet karena penting bagi mereka bahwa pengalaman ke toilet adalah pengalaman yang positif. Jika si anak menolak duduk di toilet, ajak dia keluar kamar kecil dan cobalah lagi pada jadwal berikutnya. Disamping itu, jangan biarkan si anak berada di toilet lebih dari 5-7 menit yang merupakan waktu yang cukup jika si anak memang saatnya buang air kecil. Akhirnya, jika si anak sudah bisa buang air kecil di toilet, berikan pujian secara verbal dan non verbal (memeluk si anak, menepuk-nepuk pantatnya atau menciumnya) serta memberikan hadiah hal-hal kecil yang mereka sukai (bias makanan, nonton VCD atau bermain di jalan). Tapi perlu dicatat, hadiah kecil ini harus dihentikan sesegera mingkin, tapi pada tahap awal si anak mampu buang air kecil di toilet adalah peristiwa luar biasa yang sangat penting dan sangat positif bagi si anak. Salah satu modifikasi dari cara-cara di atas adalah memberikan mereka minum air putih 15-20 menit sebelum jadwal ke toilet. oleh : Bpk. Putu sumber : Ken Moreno Mengajarkan Kemampuan Sosial Menurut sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Autism and Developmental Disorder, kemampuan sosial adalah faktor nomor satu dalam memperkirakan seberapa sukses seorang anak dengan DS meraih masa depan mereka. Meskipun kita menyadari pentingnya kemampuan social ini tapi terdapat sangat sedikit riset tentang hal ini. Terlalu sering diasumsikan jika seorang anak dengan DS dipasangkan dengan anak yang juga dengan DS mereka akan memperoleh kemampuan sosial mereka sebagaimana halnya dunia normal. Sebuah riset yang yang dilakukan oleh Timbergen & Timbergen menunjukkan bahwa anak dengan Down Syndrome (ADS) akan susah berinteraksi sosial dengan normal kecuali jika diajarkan dengan khusus. Seringkali kita sebagai orangtua yang memiliki ADS atau bekerja dengan ADS memiliki asumsi "Biarkan mereka menjalaninya dengan alamiah dan merasakan akibat-akibatnya sehingga mereka berheti sendiri melakukan itu". Bagi kebanyakan orang pengalaman akan dipetik sebagai hal yang akan membuat mereka berhati-hati untuk melakukan pengulangan yang sama. Tapi masalahnya adalah ADS memiliki kemampuan terbatas dalam merespon sebuah situasi. Jadi mereka akan tetap bereaksi yang cenderung sama serta kita kategorikan bermasalah. Salah satu strategi favorit saya dalam mengajarkan kemampuan sosial adalah melalui social stories yang dikembangkan oleh Carol Gray. Social Stories adalah cerita sederhana dalam satu paragraph yang mengajarkan ADS bagaimana mersepon sebuah situasi yang bias diterima oleh umum. Contoh : "Herman sedang berjalan di aula sekolah. Sri mendekati Herman dan menyapanya, Halo Herman.; Herman tersenyum dan membalas, Halo Sri; Gurunya Herman, Pak Bakri, sangat bangga akan Herman yang mengucapkan halo pada Sri." Cerita sosial sangat fleksibel dalam membuatnya sehingga bisa dikaitkan dengan hobi atau sesuatu yang sangat berarti bagi ADS seperti kegemaran nonton TV. Contohnya, paragraph diatas kita tambahi satu kalimat lagi. "Herman sedang berjalan di aula sekolah. Sri mendekati Herman dan menyapanya, Halo Herman. Herman tersenyum dan membalas, Halo Sri ;Gurunya Herman, Pak Bakri, sangat bangga akan Herman yang mengucapkan halo pada Sri sehingga mengijinkan Herman nonton TV lebih lama setengah jam dari seharusnya." Contoh berikut menggunakan komponen yang sama, tapi mengajarkan bagaimana merespon secara tepat ke suatu masalah. "Herman sedang naik ke ruang keluarga di lantai atas, sampai dahinya membentur langit-langit yang memang rendah di atas anak tangga. Tapi Herman tidak memaki dan memukul-mukul tembok itu, melainkan mencari ibunya. Ibu Herman kemudian mengompres dahi Herman dengan es sehingga Herman merasa lebih enak. Ibu Herman sangat bangga pada Herman yang mencarinya sewaktu kesakitan dan memberitahu ayah Herman sewaktu pulang dari kantor betapa hebatnya Herman". Anda bisa melihat betapa mudahnya menceritakan suatu keadaan dan respon yang tepat terhadap keadaan itu. Cerita sosial terdiri dari 3 jenis kalimat : deskriptif, direktif, dan perspektif. Deskriptif adalah menggambarkan situasi/keadaan : "Herman sedang naik ke ruang keluarga di lantai atas". Direktif adalah menjelaskan bagaimana respon sosial yang tepat : "Herman tersenyum dan membalas, Halo Sri" ;(tolong dicatat responnya verbal dan non verbal/tersenyum). Perspektif adalah bagaimana reaksi orang lain terhadap mereka yang memberikan reaksi tepat atau bias dibilang sebagai apresiasi : Ibu Herman sangat bangga, dan memberitahu ayah Herman, betapa hebatnya Herman. Jika Anda ingin membuat cerita sosial, pastikan Anda menggunakan keadaan lingkungan yang sesungguhnya dan karakter orang-orang disekeliling kita (kecuali karkater ADS yang akan bervariasi). Hal ini akan menjamin mereka mampu memberikan respon yang tepat dan sesuai di semua lokasi dengan semua orang. Cerita sosial mungkin perlu diulang-ulang sebelum mereka menguasainya. Akan lebih cepat jika kita memberikan gambar-gambar atau melatih mereka seperti halnya latihan teater. Setelah mereka kita anggap cukup menguasai, cobalah membuat situasi itu benar-benar terjadi : kita ajak mereka jalan-jalan ke aula sekolah dan secara tak sengaja (kita atur) Sri datang dan menyapa Herman, Halo Herman. oleh : Bpk. Putu sumber : Ken Moreno Belajar Berbicara Menurut sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Autism and Developmental Disorder, kemampuan sosial adalah faktor nomor satu dalam memperkirakan seberapa sukses seorang anak dengan DS meraih masa depan mereka. Mengapa ADS mengalami kesulitan berbicara ?. * Perkembangan otot yang lebih lambat. ADS sulit mengkombinasikan dengan cepat gerakan-gerakan dan suara. Lebih lambat memahami bahasa orang dewasa. * Kurangnya berinteraksi dengan orang-orang. Mereka jarang bergaul dan mempraktekan kemampuan berkomunikasi mereka. * Peran pasih dalam kehidupan sosial. Mereka jauh lebih sering diistimewakan dan tidak memiliki hubungan sosial yang sesungguhnya. * Komunikasi non verbal bekerja terlalu baik. Khususnya dalam lingkungan keluarga, kita terlalu terbiasa dengan isyarat, gerakan dan suara-suara yang tak berarti apa-apa dalam lingkungan sosial. * * Rendahnya ekspektasi orang lain. Banyak orang tidak melibatkan ADS dalam percakapan dengan asumsi mereka tidak diharapkan mengerti isi percakapan itu. * Orang-orang menerjemahkan keinginan mereka. ADS lama-lama belajar untuk tidak berbicara karena mereka menyadari keinginan mereka sudah disuarakan orang lain. * - Tidak cukup waktu berbicara. Seringkali orang tak sabar menunggu ADS merespon sesuatu sehingga ADS sangat apsif karena menyadari mereka tak punya waktu cukup lama dalam berpikir sebelum merespon sesuatu. - Overstimulation. Seringkali kita memberikan banyak kata sekaligus daripada kemampuan menyerap mereka, seperti melempar beberapa bola sekaligus kepada anak yang belajar menagkap bola. - Terlalu banyak bahasa formal daripada bahasa komunikatif. Kita lebih senang mengajari 1-2-3 atau warna-warna daripada percakapan sederhana yang praktis dan bias mereka gunakan sehari-hari. Apa yang bisa saya lakukan dalam membantu anak saya belajar berbicara ?. Gunakan petunjuk dibawah ini untuk mempersiapkan anak Anda berbicara cukup sering dan menikmatinya. - Bermainlah bersama mereka sesering mereka bermain - Seimbangkan waktu Anda berdua sehingga cukup perhatian dari Anda berdua. - Tunggu anak Anda berbicara, hindari Anda terus yang berbicara. - Samakan reaksi dan pesan komunikatif dengan anak Anda setiap tahap - Berbicaralah seperti anak Anda berbicara dan perlihatkan langkah berikutnya - Tanggapilah suara paling sepele atau gerakan paling kecil sebagai tahap awal komunikasi - Perlihatkan bagaimana mengucapkan 1-2 kata - Terjemahkan suara atau isyarat mereka dalam satu kata - Jangan terburu-buru menggunakan kata-kata, berkomunikasi dengan suaralah terlebih dahulu - Kurangi pertanyaan-pertanyaan Anda tapi tunjukkan bagaimana cara mengucapkannya - Terimalah apapun hasil ucapannya karena dia harus terus latihan - Buatlah saat belajar berbicara lebih menyenangkan dan terkesan bermain - Bermain dengan kata-kata yang diulang-ulang dan anggap ini permainan paling menyenangkan - Bersikaplah lebih sebagai teman bermain daripada guru, mereka akan lebih lama menikmatinya - Jadilah kamus hidup : berikan kata-kata unutk setiap pengalaman mereka yang baru terjadi. Contoh berikut menggunakan komponen yang sama, tapi mengajarkan bagaimana merespon secara tepat ke suatu masalah. Seberapa siap anak saya belajar berbicara ?. Semakin sering mereka melakukan hal-hal berikut ini semakin siap mereka berbicara. - Bermain dan berinteraksi dengan orang-orang - Meniru tingkah dan suara orang - Mengambil giliran dalam permainan - Mencoba membuat suara-suara - Berkomunikasi dengan gerakan dan suara - Bermain dengan penuh perasaan dengan sesuatu - Merespon kalimat yang diucapkan kepadanya - Lebih suka bersama orang-orang daripada sendirian - Bermain dengan peran aktif daripada peran pasif. oleh : Bpk. Putu sumber: Ken Moreno Uci mamaKavin http://oetjipop.multiply.com Get your Free E-mail at http://balita.zzn.com ___________________________________________________________ Get your own Web-based E-mail Service at http://www.zzn.com -------------------------------------------------------------------------- Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com unsubscribe dari milis, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] FAQ milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]