-------------------------------------------------------------------------------- SI 'BUAH MERAH AKHIRNYA MENINGGAL DUNIA Jayapura [Pikas]; Agustina 'Buah Merah' Saweri meninggal dunia dini hari kemarin di Jayapura. Orang dengan HIV/AIDS berusia 26 tahun itu memperoleh embel-embel 'Buah Merah' di namanya, setelah ia diboyong ke Jakarta pada Oktober 2004 untuk memberi kesaksian tentang khasiat buah tersebut sebagai alternatif pengobatan AIDS. Dokter Yovita dan Suster Siti, petugas medis yang merawat Agustina, membenarkan kematian pasien mereka. "Saat Agustina dibawa ke rumahsakit guna memperoleh perawatan, kondisi fisiknya sudah drop. Dia dalam keadaan koma dan tak dapat berbicara lagi," ungkap dr Yovita. Menurutnya, Agustina mengalami infeksi oportunistis, yang antara lain menyerang paru-paru, mulut dan tenggorokan. penyebab infeksi tersebut kemungkinan karena ia tidak mendapatkan perawatan medis secara intensif. (008) [junaedi] http://www.bkkbn.go.id/article_detail.php?aid=315 04.04.2005 16:07:58 BUAH MERAH ASAL PAPUA BELUM TERBUKTI SEMBUHKAN AIDS *** Masyarakat penderita kanker dan HIV/AIDS diimbau tidak menggantikan pengobatan konvensional --yang selama ini sudah dijalankan-- dengan buah merah. Pasalnya, hingga saat ini belum ada uji klinis yang membuktikan buah asal Papua tersebut mengandung zat antikanker maupun HIV/AIDS. Demikian dikatakan mantan Kepala Divisi Hematologi-Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Prof dr Zubairi Djoerban, pada seminar sehari ke-2 Pengobatan Suportif pada Kanker, di Jakarta, Sabtu (2/4). Zubairi yang kesehariannya menangani kasus kanker dan HIV/AIDS tersebut mengatakan ia melihat banyak penderita kedua penyakit itu justru cepat meninggal setelah menghentikan pengobatan konvensionalnya dan beralih ke pengobatan alternatif memakai buah merah. ''Banyak penderita HIV/AIDS yang meninggal setelah menghentikan pemakaian ARV (antiretroviral), dan beralih pada buah merah yang harganya ratusan ribu,'' ujar Zubairi. Tingginya minat masyarakat pada buah merah, menurut spesialis penyakit dalam ini, didorong oleh keputusasaan penderita. Mengingat saat ini banyak pihak yang mengidentikkan kanker dengan kematian. Padahal, dewasa ini sudah banyak obat yang terbukti bisa mengobati kanker. Ditambah lagi, banyak pihak yang mempunyai kepentingan bisnis sengaja mempromosikan buah merah sebagai obat kanker, AIDS, hepatitis, menurunkan kadar kolesterol, asam urat, dan lain-lain. Padahal, sejauh ini penelitian menyebutkan bahwa buah merah yang bernama latin pandanus conoideus itu baru berpotensi untuk pencegahan terhadap kanker, bukan pengobatan. ''Buah merah berpotensi mencegah kanker karena kaya akan zat antioksidan dan asam lemak bermanfaat. Zat antioksidan merupakan pencegah timbulnya radikal bebas (molekul tidak stabil) yang bisa merusak sel tubuh.'' Antioksidan: Zubairi yang dalam seminar tersebut membahas 'Pengobatan Alternatif dan Komplementer pada Kanker' mengatakan, untuk memperoleh zat antioksidan, buah merah bukanlah satu-satunya sumber. Buah dan sayur yang kita jumpai sehari-hari seperti tomat, mangga, bayam, kacang juga kaya akan zat antioksidan. Namun, kata Zubairi lagi, yang perlu juga diperhatikan, tidak selamanya zat antioksidan memberi efek positif. Sebagai contoh, minum suplemen yang mengandung beta karoten yang merupakan salah satu jenis zat antioksidan, justru meningkatkan kejadian timbulnya kanker paru dan kematian pada perokok. Hal tersebut tertuang dalam Journal of the National Cancer Institut, Vol 95, No 1, 1 Januari 2003. Jadi, masih diperlukan proses yang sangat panjang dan biaya besar untuk sampai pada kesimpulan bahwa buah merah dapat mengobati kanker. Diperlukan rangkaian tahapan uji dan pembuktian agar suatu zat bisa digolongkan sebagai obat suatu penyakit. ''Beberapa tahapan yang harus dilalui, antara lain uji keberadaan zat aktif yang spesifik berefek pada penyakit tersebut, uji klinik terhadap binatang, dan uji terhadap manusia. Semua tahapan tersebut harus dilakukan melalui metode yang baik. Mengenai khasiat buah merah sebagai obat, beberapa waktu lalu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga mengatakan belum bisa mengategorikan sari buah merah sebagai obat tradisional, makanan suplemen, makanan fungsional, obat bahan alam, ataupun obat modern. Sebab penentuan kategori tersebut harus melalui pembuktian secara ilmiah dan empiris. Direktur Obat Asli Indonesia BPOM Ketut Ritiasa, pada seminar nasional 'Pro Kontra Buah Merah' beberapa waktu di Jakarta mengatakan, proses pengategorian sebuah produk harus dilihat apakah klaim dan kemampuannya sudah memenuhi persyaratan. ''Bila semua telah dilakukan, BPOM akan memutuskan masuk kategori apa produk tersebut.'' Mengenai buah merah, Ritiasa mengakui sudah ada lima orang yang mengajukan klaim atas khasiat tanaman asli Papua itu. Tetapi belum satu pun diputuskan. Menanggapi keraguan BPOM itu, penemu khasiat buah merah I Made Budi tetap dengan keyakinannya bahwa buah merah bisa menyembuhkan beragam penyakit. (miol) Obat Asli Indonesia Kurang Didukung Penelitian Ilmiah 23 Maret 2005 15:44:27 Obat asli Indonesia kurang didukung oleh penelitian sebagai bukti ilmiah atas khasiat suatu produk. Akibatnya pemanfaatan obat asli Indonesia di sarana pelayanan kesehatan masih sangat sedikit atau baru pada tahap awal. Menteri kesehatan Siti Fadilah Supari mengutarakan hal tersebut dalam peluncuran produk fitofarmaka dan obat herbal terstandar, Selasa (22/3) di Jakarta. Menurut dia, penelitian terhadap obat asli terbentur kendala berupa waktu penelitian yang lama, biaya yang besar, serta prosedur untuk mendapatkan ethical clearance uji klinik yang cukup ketat. Obat bahan alam dibagi menjadi tiga kelompok, terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Fitofarmaka adalah obat tradisional yang terbukti aman, bermanfaat, dan bermutu. Seperti diketahui para menteri dari kawasan ASEAN, ditambah menteri kesehatan dari Cina, Jepang, dan Korea pada tahun lalu menandatangani kesepakatan mengintegrasikan pengobatan tradisional ke dalam Sistem Kesehatan Nasional di negara masing-masing sepanjang memenuhi syarat keamanan, manfaat, mutu, serta dipergunakan secara rasional. "Peningkatan mutu bahan baku atau simplisia sangat erat kaitannya dengan keberhasilan pengembangan agroindustri tanaman obat yang saat ini belum berkembang," kata Siti Fadilah. Secara terpisah, ahli hematologi dan onkologi medik dari FKUI-RSCM dr Abdulmuthalib SpPD KHOM dan Prof dr Zubairi Djoerban SpPD KHOM menegaskan, suatu tanaman obat yang diklaim bisa menyembuhkan suatu penyakit harus melalui beberapa tahap. Misalnya, diketahui kandungan bahan aktif pada tanaman itu, serta melalui uji praklinik pada hewan dan tabung reaksi. Kemudian dilanjutkan dengan uji klinik pada manusia dengan empat tahap uji klinik. Bahkan setelah obat itu dipasarkan, masih harus dilakukan pemantauan untuk mengetahui efek samping yang muncul beberapa tahun kemudian. Oleh karena itu, kata Zubairi, ada obat yang sudah beredar di pasar tetapi karena di kemudian hari menimbulkan efek samping, obat tersebut ditarik dari peredaran. Buah Merah Zubairi dan Abdulmuthalib menyayangkan sejumlah pasien kanker dan pengidap HIV/AIDS yang mengganti obat kanker dan obat antiretroviral (ARV) ke buah merah (Pandanus cornoindius). Pasalnya, buah tersebut disebut-sebut bisa menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk kanker dan HIV/ AIDS. Padahal, kata Zubairi, belum ada bukti ilmiah yang mendukung bahwa buah merah bisa menyembuhkan dan mencegah berbagai penyakit. Dampak dari informasi yang tidak didukung penelitian ilmiah itu membuat sejumlah pengidap kanker dan HIV/AIDS beralih ke buah merah. Khusus untuk pengidap HIV/AIDS, kata Zubairi, mereka mendapatkan obat ARV dengan gratis. Khasiatnya sudah terbukti secara ilmiah dan efek sampingnya juga diketahui, sehingga bisa dilakukan pencegahan. Demikian pula dengan obat kanker yang telah melalui uji praklinik dan uji klinik. Akibat menghentikan pemakaian ARV, sejumlah pengidap HIV/AIDS akhirnya meninggal dunia karena jumlah virus di dalam tubuhnya bertambah dan terjadi resistensi obat. "Buah merah itu amat prematur untuk diklaim bisa mengobati penyakit. Sangat disayangkan pasien AIDS yang obatnya gratis, kemudian mengganti dengan buah merah dan ada yang meninggal. Pasien tidak mengaku kepada dokter, tetapi menyampaikannya ke pendamping odha. Banyak juga yang mengkombinasi obat dengan buah merah.Yang kombinasi tetap saja hasilnya bagus karena ARV," ujar Zubairi. Terapi lain yang dinilai tidak berdasarkan bukti ilmiah adalah terapi dengan urine dan susu kuda liar serta mahkota dewa. Menurut Abdulmuthalib sejumlah media massa cukup gencar menginformasikan manfaat susu kuda liar untuk mengatasi penyakit thalasemia. Padahal sampai sekarang belum ada bukti ilmiah yang mendukung. Akibatnya masyarakat menjadi terkecoh dengan informasi itu. Zubairi menambahkan sebaiknya informasi pengobatan yang belum didukung bukti ilmiah harus disertai dengan keterangan dari pihak medis agar informasi yang diterima masyarakat seimbang. Ini untuk menghindari informasi yang kurang tepat pada masyarakat. Sumber : Suara Pembaruan