Assalamu'alaikum wR. wB. Diambil dari www.kompas.co.id
SUNAT Perempuan? Jangan Deh... Praktik sunat perempuan sudah begitu berurat berakar pada sekelompok masyarakat tertentu. Tujuan utamanya mengontrol dorongan seksual perempuan. Ada anggapan, kotoran yang menempel pada klitoris dapat membuat libido seks perempuan tak terkendali. Padahal, praktik tersebut tidak hanya membahayakan kesehatan perempuan tetapi juga merupakan "penyiksaan" secara fisik dan psikis seksual pada mereka. Di kawasan Afrika, sunat pada perempuan dilakukan dengan benar-benar memotong bagian genital perempuan, sehingga sering membuat mereka kehabisan darah, infeksi, infertil, terkena penyakit pembengkakan, sakit saat melahirkan, tidak bisa mengontrol kencingnya, dan tidak bisa menikmati hubungan seksual. Bahkan, di beberapa negara, tak sedikit yang mempraktikkan infibulasi, yaitu praktik memotong klitoris serta menjahit tepi-tepinya dengan menyisakan sedikit lubang untuk buang air dan haid. Sakitkah rasanya? Sudah pasti. Seorang perempuan asal Togo, Afrika, Fauziya Kasinga (17), beberapa tahun lalu, bahkan nekad lari dari negaranya, karena tidak mau disunat. Ia minta suaka di Amerika Serikat. Kasinga lari karena suaminya --yang lebih tua dua kali usianya-- dengan dua istri terdahulunya, akan melakukan upacara sunat untuk dirinya sebagai pengantin baru. Menurut perkiraan PBB, sekitar 28 juta perempuan Nigeria, 24 juta perempuan Mesir, 23 juta perempuan Ethiopia, dan 12 juta perempuan Sudan, dengan sangat terpaksa telah menjalani sunat ini. Di Indonesia, pelaksanaan sunat untuk perempuan, dilakukan secara simbolis tanpa menyakiti fisik perempuan bersangkutan. Misalnya, sepotong kunyit diruncingkan kemudian ditorehkan pada klitoris anak. Namun, tak sedikit yang melukai alat kelamin bagian dalam memakai pisau, gunting, dan jarum jahit. Bahkan, di daerah tertentu di luar Jawa, ada yang menggunakan batu permata yang digosokkan ke bagian tertentu klitoris anak. Kalau awal Januari 2003, PBB meluncurkan kampanye zero tolerance atas praktik sunat perempuan, Indonesia adem-ayem saja. Padahal, Indonesia termasuk negara yang masih mempraktikkan sunat perempuan, disamping negara-negara seperti Somalia, Etiopia, Yaman dan Malaysia. Alangkah baiknya kita berkaca pada Inggris yang mengeluarkan peraturan "Female Genital Mutilation Act". Isinya antara lain, melarang orangtua membawa anak perempuannya ke luar negeri untuk menjalani sunat. Apabila ketentuan ini dilanggar ancaman hukumannya bisa mencapai 14 tahun. Wow! Peraturan ini dikeluarkan karena sekelompok etnik tertentu di Inggris berusaha menghindari larangan sunat perempuan dengan membawa anak perempuannya ke luar negeri untuk disunat. "Secara medis, maupun kultural, tidak ada alasan yang dapat membenarkan praktik sunat perempuan. Itu tindakan yang menimbulkan kesakitan dan penderitaan luar biasa," kata Menteri Dalam Negeri Inggris David Blunkett. "Tindakan mutilasi terhadap alat kelamin perempuan sangat berbahaya, dan sudah dinyatakan ilegal di negara ini." "Apapun latar belakang budaya Anda, praktik ini tidak dapat diterima dan dinyatakan melanggar hukum dimana pun Anda melakukannya," lanjut Blunkett. Menurut perkiraan para ahli, setidaknya 74.000 wanita dari generasi pertama imigran Afrika di Inggris telah menjalani sunat. Biasanya dilakukan pada saat anak perempuan berusia 13 tahun. Tetapi, kadang dilakukan pada bayi yang baru lahir atau perempuan muda sebelum menikah dan hamil. Selain alasan tradisi, dan agama, ada juga alasan kebersihan dan mencegah perempuan mengumbar nafsu seksualnya. Sejauh ini, tidak ada bukti medis yang membenarkan libido seks perempuan bisa tak terkendali lantaran tak disunat. Disamping itu, seolah ada kecurigaan atas seksualitas perempuan yang bahkan sejak bayi pun telah dituduh memiliki kecenderungan seks tak terkendali. Dalam tulisannya di Kompas beberapa waktu lalu, Lies Marcoes Natsir -- pemerhati isu kesehatan reproduksi dan pernah melakukan penelitian praktik sunat perempuan di Indonesia-- mengatakan pada titik itulah sebenarnya masyarakat Indonesia wajib menolak praktik sunat perempuan dan karena itu negara wajib mempertimbangkan kembali adem-ayemnya terhadap praktik sunat perempuan ini. Berdasarkan sejumlah penelitian, praktik sunat perempuan di Indonesia dilakukan sejumlah keluarga Jawa di daerah Madura dan Yogyakarta. Selain itu, praktik ini dilakukan pula di wilayah Jawa Barat, Jakarta, Sumatera, dan Sulawesi. (zrp/BBC/PIK) Wassalamu'alaikum wR.wB. Regards, =Lystin=