***********************
No virus was detected in the attachment no filename

Your mail has been scanned by InterScan.
***********-***********



----- Original Message ----- From: "Mama Kavindra" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Tuesday, February 28, 2006 8:43 AM
Subject: [balita-anda] ARTIKEL Flek Paru Yang Mengecoh


Flek Paru Yang Mengecoh
INTISARI EDISI TERBARU (APRIL 2005)

Flek yang satu ini pasti bikin pening kepala, terutama
jika menyerang anak. Orangtua dan dokter pun sering
dibuat serba salah. Tak jarang, gara-gara munculnya
"flek", anak divonis berpenyakit TB(C) paru-paru.
Padahal sebenarnya ia sehat walafiat. Sebaliknya,
bocah yang disangka sehat, malah terjangkit penyakit.
Aneh, 'kan?
-----
"Flek" yang suka mengecoh itu punya nama lengkap flek
paru-paru (disingkat flek paru). Nama yang membuat
banyak dokter anak bersungut-sungut. Maklum, sampai
detik ini, istilah flek paru tidak pernah ada di dalam
kamus kedokteran mana pun. Statusnya mirip dengan
masuk angin, panas dalam, atau saraf kejepit. Ngetop
di masyarakat, tapi tak ada rujukannya di dunia medis.
Entah siapa yang mulai menggunakan istilah ini. Yang
jelas, kata flek berasal dari bahasa Belanda, vlek,
artinya bintik alias bercak atawa noda. Para ahli
radiologi menggunakannya untuk menyebut gambaran noda
yang khas di foto rontgen. Lucunya, belakangan istilah
ini dipakai sebagai eufemisme untuk tuberkulosis (TB)
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.

Padahal, "Flek di foto rontgen tidak selalu berarti
tuberkulosis," kata Dr. dr. Muljono Wirjodihardjo,
Sp.A (K), ahli respirologi anak dari Rumah Sakit
Internasional Bintaro. "Tuberkulosis pada anak berbeda
dengan orang dewasa, sehingga diagnosisnya lebih
sulit," tambah dr. Muljono. Dengan kata lain, jangan
terkecoh oleh flek yang memang suka menyaru dan
membuat orang keliru itu.

Naik kelas
Pelacakan dan keberadaan TB pada anak dan orang dewasa
memang berbeda. Kuman TB pada orang dewasa bisa
dilacak dari dahaknya. Sedangkan pada anak-anak, kuman
itu sulit dilacak, sebab mereka belum bisa berdahak
seperti sang bapak. Selain itu, gejala TB pada anak
sering tersamar oleh gejala penyakit lain, misalnya
flu atau batuk. Tak jarang dokter  menganggapnya
sebagai batuk biasa. Pada orang dewasa, gejala TB
tampak lebih jelas. Gambaran radiologisnya pun khas.
Tapi pada anak, ada banyak faktor yang bisa
menyebabkan salah diagnosis. Kemal, seorang karyawan
perusahaan asuransi, punya cerita tentang hal ini.
"Anak saya pernah divonis TB. Waktu itu umurnya baru
setahun. Awalnya, berat badannya enggak naik-naik.
Dokter curiga, ia kena TB. Waktu dites Mantoux,
hasilnya negatif. Lalu dokter minta tes rontgen.
Ternyata ada flek di paru-parunya." "Dari hasil
rontgen itu," tambah Kemal, "Dokter menyimpulkan anak
saya
kena TB dan disuruh minum obat jangka panjang. Setelah
tiga bulan, saya tanya apakah obat perlu diteruskan.
Dokter bilang, terus. Namun, pada bulan keempat saya
disuruh menghentikan pemberian obat tanpa ada
penjelasan. Waktu itu saya enggak ngerti apa-apa. Tak
tahunya, setelah mencari second opinion, anak saya
sebetulnya enggak apa-apa," tuturnya sembari
geleng-geleng kepala. Selama ini, TB identik dengan
penyakit udik. Orangtua biasanya akan merunduk malu
jika anaknya diketahui sebagai pengidapnya. Menurut
dr. Muljono, dalil itu tak lagi berlaku 100%kini.
Menurut pengalamannya, banyak juga pasien anak-anak
dari kelas ekonomi mapan. Banyak di antara mereka yang
enggak percaya. "Tertular dari mana? Wong di rumah
enggak ada yang kena kok", protes mereka. Dr. Muljono
mencatat, sumber penularan yang diketahui hanya
sekitar 10%. Ada yang tertular dari baby sitter,
orangtua, atau orang lain yang tinggal serumah.
Selebihnya, yang 90%, biang keladinya tidak diketahui
secara pasti. Yang jelas, si anak pasti tertular dari
orang dewasa, bukan dari teman bermain. Sebab pada
anak, TB bersifat tertutup, tidak menular. Kuman ini
diyakini menular secara tidak langsung dari orang lain
yang tidak tinggal serumah. Saat penderita batuk,
kuman TB keluar dari paru-paru bersama percikan air
ludah, lalu bertahan hidup sambil beterbangan di
udara, dan akhirnya terhirup oleh si anak. Dalam tubuh
anak, kuman ini bersarang di kelenjar getah bening.
Itulah sebabnya, orangtua harus waspada jika si Upik
atau si Ucok punya benjolan kelenjar getah bening di
leher bagian belakang telinga. Selain itu, orangtua
juga bisa mengamati gejala-gejala yang lain. Di
antaranya, batuk tak kunjung sembuh, gampang sakit,
nafsu makan hilang, berat badan tidak naik-naik atau
bahkan turun, serta demam berulang-ulang tanpa sebab
yang jelas. Namun, gejala-gejala ini bersifat
subjektif, sehingga tidak selalu menjamin diagnosis
yang tepat. Sebagai contoh, batuk bisa saja disebabkan
oleh alergi atau asma. Sedangkan demam berulang-ulang
bisa karena infeksi virus langganan. Untuk memperkuat
diagnosis, diperlukan tes-tes lain yang lebih akurat,
seperti tes Mantoux dan foto rontgen dada. Tes Mantoux
bertujuan menguji apakah tubuh pernah terpapar kuman
TB. Sedangkan foto rontgen untuk mengetahui ada
tidaknya infiltrat di paru-paru. Infiltrat adalah
massa seperti dahak yang terjadi akibat aktivitas
kuman TB. Namun, lagi-lagi di tahap ini pun banyak hal
yang bisa mengecoh diagnosis. Tipuan pertama timbul
pada saat tes Mantoux. Kalaupun hasilnya positif, itu
tidak berarti si anak pasti menderita TB. Dr. Muljono
memberi contoh, anak yang pernah mendapat vaksin BCG
akan memberikan respons positif terhadap tes Mantoux.
Begitu pula anak yang pernah terpapar kuman TB, tapi
daya tahannya cukup kuat untuk melawan. Jadi, meskipun
kemasukan kuman, dia enggak sakit. "Kalau kemerahan di
kulitnya sangat tebal, misalnya lebih dari 20 mm,
kemungkinan besar dia memang sakit. Apalagi jika
benjolan di belakang telinganya juga sangat besar.
Lebih-lebih jika ada riwayat anggota  keluarga yang
sakit TB," tambah dr. Muljono.

Kuman paling bandel
Karena tes Mantoux saja tidak cukup, untuk memperkuat
diagnosis diperlukan tes foto rontgen. Namun, di sini
pun masih ada tipuan yang harus diwaspadai. Pada orang
dewasa, foto rontgen biasanya menunjukkan gambaran
flek paru di bagian atas. Sebab, di situlah kuman TB
membangun sarangnya. Sebaliknya, pada anak-anak, kuman
TB tidak membangun sarangnya di paru-paru bagian atas,
melainkan di kelenjar getah bening. Susahnya, lokasi
kelenjar ini berdekatan dengan jantung. Jika hanya
difoto dari depan, kadang flek tertutup oleh bayangan
jantung. Apalagi jika teknisi rontgen kurang terampil.
Itulah sebabnya, untuk memperkuat diagnosis, foto
rontgen juga harus dilakukan dari arah samping. Dengan

begitu, gambaran paru-paru tidak diganggu oleh
jantung. Ruwetnya lagi, kalaupun hasil rontgen
menunjukkan flek, tidak berarti si anak positif kena
TB. Muljono memberi contoh anak-anak yang sedang batuk
grak-grok-grak-grok. Saat dirontgen, mungkin saja
menunjukkan flek, meskipun ia tidak menderita TB.
Karena itu, foto rontgen harus dilakukan pada saat
anak dalam kondisi terbaik. Jika mungkin, setelah
batuknya disembuhkan. Atau paling tidak, saat batuknya
minimal.
Karena banyaknya faktor pengecoh itulah, diagnosis TB
harus ditegakkan berdasarkan banyak pemeriksaan.
Selain pemeriksaan-pemeriksaan tadi, masih ada jenis
tes-tes lain. Masing-masing pemeriksaan punya skor
tertentu. Jika misalnya total skornya enam atau lebih,
maka itu berarti si anak memang menderita TB. Jika
orangtua perlu mencari second opinion, Muljono
menyarankan agar pendapat kedua dicari dari dokter
lain yang lebih kompeten dan berpengalaman. Bukan
sekadar ke dokter lain. "Mencari second opinion 'kan
seperti naik banding. Karena itu, jangan sekadar ke
dokter lain," ujar dokter yang menyelesaikan
pendidikan S1 sampai S3-nya di Keio University,
Jepang, ini. Bagaimana jika anak memang benar-benar
menderita TB? Tak ada pilihan lain, orangtua harus
siap-siap merayu si buah hati untuk minum obat setiap
hari. Lamanya berkisar antara enam bulan hingga satu
tahun. Selama waktu itu, orangtua harus memastikan si
anak minum obat sesuai aturan dokter. Dr. Muljono
menegaskan hal ini, karena banyak orangtua, karena
kasihan pada si Buyung, lantas menghentikan obatnya
begitu gejala sakitnya hilang. Padahal, hilangnya
gejala sakit TB bukan berarti kuman telah terbasmi
semuanya. Kuman ini dikenal sebagai kuman yang sangat
bandel. Ia tidak bisa dibasmi dengan satu macam
antibiotik saja. Biasanya kombinasi dari beberapa obat
anti-TB (OAT). Dalam kondisi digempur habis-habisan,
ia akan berusaha mengawetkan diri dengan membentuk
lapisan pelindung dan tidur tanpa makanan. Ia bisa
bertahan dalam kondisi itu dalam jangka waktu
berbulan-bulan. Itu sebabnya, pengobatan TB
membutuhkan kedisiplinan ekstra. Jika pengobatan
dihentikan di tengah jalan, suatu saat zombie-zombie
kuman itu akan bangun lagi dan menggerogoti tubuh si
anak di kemudian hari. Jika ini sampai terjadi,
pengobatan berikutnya menjadi lebih sukar. Waktu
terapi pun menjadi lebih lama.
Kuman generasi kedua yang telah bereinkarnasi itu
lebih kebal terhadap OAT terdahulu. Akibatnya,
pemilihan obat menjadi lebih sulit. Orangtua harus
menyiapkan lebih banyak duit. Persoalan pun jadi lebih
rumit, karena makin sering minum obat, makin besar
kemungkinan fungsi hati anak terganggu. Jangan sampai
terkecoh berkali-kali, ah!

Anak-anak Hanyalah Korban
Sebagaimana penyakit infeksi lainnya, hal terpenting
dalam pencegahan TB adalah menghindari penularan.
Orangtua harus memastikan tidak ada anggota keluarga
yang menderita TB. Jika ada, penderita harus segera
diobati agar tidak menulari anggota keluarga yang
lain, terutama anak-anak. Mereka adalah kelompok
paling rentan tertular karena daya tahan tubuh mereka
relatif masih lemah. Meskipun hasil pemeriksaan
menunjukkan, anak tidak menderita TB, ia tetap harus
minum OAT. Dikhawatirkan, ia tertular selama masa
pengobatan. Dosis untuk anak hanya setengah dari dosis
terapi dewasa. Waktunya hanya sekitar tiga bulan.
Setelah itu, anak harus tetap dievaluasi kembali. Jika
hasilnya negatif, pemberian obat bisa dihentikan.
Selain vaksin BCG, pencegahan TB pada anak harus
dimulai dengan pemberantasan TB pada orang dewasa.
Merekalah sumber penularan. Anak-anak hanyalah korban.
"Sekarang ini kasus TB pada anak mulai meningkat,"
kata dr. Muljono. Di Indonesia sendiri, penyakit ini
masih merupakan ancaman serius. Jadi, semua orang
harus ikut mengingatkan, agar terapi benar-benar
komplet-plet


Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com


================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]





--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke