Pak, Ini ada beberapa artikel ttg antibiotik dr milis ini juga.. Uci mamaKavin
Antibiotik dan Kekebalan Tubuh pada Anak Luluk Lely Soraya I (Balita-Anda) ANTIBIOTIK DAN KEKEBALAN TUBUH PADA ANAK Sumber : Kompas Minggu, 10 April 2005 ULASAN mengenai perlunya mewaspadai penggunaan antibiotik secara tidak rasional sudah sering dibahas. Akan tetapi, bagaimanapun, "kampanye" memerangi penggunaan antibiotik secara irasional itu masih kalah marak dibandingkan dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Anak-anak termasuk bayi adalah golongan usia yang secara tidak langsung kerap menjadi obyek "ceruk pasar" dari berbagai produk antibiotik yang diresepkan dokter. Hingga hari ini pun sebagian dokter masih kerap menunjukkan sikap ketidaksukaan jika menghadapi pasien cerewet alias kritis. Masih banyak pula pasien-yang notabene konsumen medis-segan banyak bertanya kepada dokter, dan memilih manggut-manggut saja jika diberi obat apa pun oleh dokter. "Sebenarnya kan lucu jika kita tidak tahu apa sebenarnya yang kita bayar. Terlebih yang kita bayar itu untuk dikonsumsi oleh anak kita yang merupakan amanat Tuhan. Ketidaktahuan ini sering kali dibiarkan oleh kalangan medis, malah kerap dimanfaatkan," ujar dr Purnamawati S Pujiarto, SpAK, MMPed, yang aktif mengedukasi para orangtua dalam mengonsumsi produk dan jasa medis, termasuk melalui milis (mailing list). Seperti dipaparkan Purnamawati, antibiotik berasal dari kata anti dan bios (hidup, kehidupan). Dengan demikian, antibiotik merupakan suatu zat yang bisa membunuh atau melemahkan suatu makhluk hidup, yaitu mikro-organisme (jasad renik) seperti bakteri, parasit, atau jamur. Antibiotik tidak dapat membunuh virus sebab virus memang bukan "barang" hidup. Ia tidak dapat berkembang biak secara mandiri dan membutuhkan materi genetik dari sel pejamu, misalnya sel tubuh manusia, untuk berkembang biak. Sementara masih kerap terjadi, dokter dengan mudahnya meresepkan antibiotik untuk bayi dan balita yang hanya sakit flu karena virus. Memang gejala yang menyertai flu kadang membuat orangtua panik, seperti demam, batuk, pilek. antibiotik yang dianggap sebagai "obat dewa". Pasien irasional seperti ini seperti menuntut dokter menjadi tukang sihir. Padahal, antibiotik tidak mempercepat, apalagi melumpuhkan, virus flu. "Orangtua sebagai yang dititipi anak oleh Tuhan harusnya tak segan-segan bertanya sama dokter. Apakah anaknya benar-benar butuh antibiotik? Bukankah penyebabnya virus? Tanyakan itu kepada dokter," kata Purnamawati tegas. Namun, kadangkala menghadapi orangtua yang bersikap kritis, sebagian dokter beralasan antibiotik harus diberikan mengingat stamina tubuh anak sedang turun karena flu. Jika tidak diberi antibiotik, hal itu akan memberi peluang virus dan kuman lain menyerang. Mengenai hal itu, Purnamawati menanggapi, "Sejak lahir kita sudah dibekali dengan sistem imunitas yang canggih. Ketika diserang penyakit infeksi, sistem imunitas tubuh terpicu untuk lebih giat lagi. Infeksi karena virus hanya bisa diatasi dengan meningkatkan sistem imunitas tubuh dengan makan baik dan istirahat cukup, serta diberi obat penurun panas jika suhunya di atas 38,5 derajat Celsius. Jadi, bukan diberi antibiotik. Kecuali kalau kita punya gangguan sistem imun seperti terserang HIV. Flu akan sembuh dengan sendirinya, antibiotik hanya memberi efek plasebo (bohongan)." Hal senada juga secara tegas dikatakan farmakolog Prof dr Iwan Darmansjah, SpFk. "Antibiotik yang diberi tidak seharusnya kepada anak malah merusak sistem kekebalan tubuhnya. Yang terjadi anak malah turun imunitasnya, lalu sakit lagi. Lalu jika dikasih antibiotik lagi, imunitas turun lagi dan sakit lagi. Terus begitu, dan kunjungan ke dokter makin sering karena anak tambah mudah sakit," ujar Iwan. PURNAMAWATI menggarisbawahi, antibiotik baru dibutuhkan anak ketika terserang infeksi yang disebabkan bakteri. Contoh penyakit akibat infeksi bakteri adalah sebagian infeksi telinga, infeksi sinus berat, radang tenggorokan akibat infeksi kuman streptokokus, infeksi saluran kemih, tifus, tuberkulosis, dan diare akibat amoeba hystolytica. Namun jika antibiotik digunakan untuk infeksi yang nonbakteri, hal itu malah menyebabkan berkembang biaknya bakteri yang resisten. "Perlu diingat juga, untuk radang tenggorokan pada bayi, penelitian membuktikan 80-90 persen bukan karena infeksi bakteri streptokokus, jadi tidak perlu antibiotik. Radang karena infeksi streptokokus hampir tidak pernah terjadi pada usia di bawah dua tahun, bahkan jarang hingga di bawah empat tahun," kata Purnamawati. Beberapa keadaan yang perlu diamati jika anak mengonsumsi antibiotik adalah gangguan saluran cerna, seperti diare, mual, muntah, mulas/kolik, ruam kulit, hingga pembengkakan bibir, kelopak mata, hingga gangguan napas. "Berbagai penelitian juga menunjukkan, pemberian antibiotik pada usia dini akan mencetuskan terjadinya alergi di masa yang akan datang," kata Purnamawati tandas. Kemungkinan lainnya, gangguan akibat efek samping beberapa jenis antibiotik adalah demam, gangguan darah di mana salah satu antibiotik seperti kloramfenikol dapat menekan sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darah menurun. Lalu, kemungkinan kelainan hati, misalnya antibiotik eritromisin, flucloxacillin, nitrofurantoin, trimetoprim, sulfonamid. Golongan amoxycillin clavulinic acid dan kelompok makrolod dapat menimbulkan allergic hepatitis. Sementara antibiotik golongan aminoglycoside, imipenem/meropenem, ciprofloxacin juga dapat menyebabkan gangguan ginjal. Jika anak memang memerlukan antibiotik karena terkena infeksi bakteri, pastikan dokter meresepkan antibiotik yang hanya bekerja pada bakteri yang dituju, yaitu antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum antibiotic). Untuk infeksi bakteri yang ringan, pilihlah yang bekerja terhadap bakteri gram positif, sementara infeksi bakteri yang lebih berat (tifus, pneumonia, apendisitis) pilihlah antibiotik yang juga membunuh bakteri gram negatif. Hindari pemakaian salep antibiotik (kecuali infeksi mata), serta penggunaan lebih dari satu antibiotik kecuali TBC atau infeksi berat di rumah sakit. Jika anak terpaksa menjalani suatu operasi, untuk mencegah infeksi sebenarnya antibiotik tidak perlu diberikan dalam jangka waktu lama. "Bahkan pada operasi besar seperti jantung, antibiotik cukup diberikan untuk dua hari saja," ujar Iwan. Purnamawati menganjurkan, para orangtua hendaknya selalu memfotokopi dan mengarsip segala resep obat dari dokter, dan tak ada salahnya mengonsultasikan kepada ahli farmasi sebelum ditebus. Sejak beberapa tahun terakhir, sudah tidak ditemukan lagi antibiotik baru dan lebih kuat. Sementara kuman terus menjadi semakin canggih dan resisten akibat penggunaan antibiotik yang irasional. Inilah yang akan menjadi masalah besar kesehatan masyarakat. Antibiotik dalam penggunaan yang tepat adalah penyelamat, tetapi jika digunakan tidak tepat dan brutal, ia akan menjadi bumerang. "Antibiotik seperti pisau bermata dua. Untuk itu, media massa berperan besar menginformasikan hal ini dan tidak perlu khawatir jika industri farmasi ngambek tak mau beriklan," tutur Iwan. (SF) [balita-anda] Antibiotik Alami Resistensi Tri Agustiyadi Sun, 17 Apr 2005 19:39:17 -0700 Antibiotik Alami Resistensi Terjadi di IGD Beberapa RS JAKARTA (Media): Saat ini kecenderungan antibiotik menjadi tidak ampuh dalam membunuh virus, bakteri, dan jamur, semakin meningkat. Bahkan, hasil penelitian Divisi Penyakit Infeksi dan Tropik FKUI/RSUPN Cipto Mangungkusumo memperlihatkan resistensi antibiotik juga muncul di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) orang dewasa maupun anak-anak. Demikian diungkapkan tiga peneliti penyakit infeksi dr Latre Buntaran SpMK, Prof dr Djoko Widodo, dan dr Khi Chen dalam simposium International Parasitic Disease Update 2005 ke-1 dan Jakarta Antimicrobial UpDate 2005 (JADE) ke-6, Sabtu (16/4) di Jakarta. Menurut Latre, penelitian yang dilakukan pada 1999-2002 di ruang IGD sebuah rumah sakit di Jakarta menunjukkan adanya kuman-kuman yang resisten terhadap antibiotik. ''Bahkan antibiotik generasi ketiga yang biasa digunakan di IGD pun kini menjadi resisten. Pola kuman ini sangat beragam dari gram positif, gram negatif, hingga bakteri, jamur, candida, dan patogen lainnya. Gram negatif paling banyak ditemukan dibandingkan gram positif,'' kata Latre. Sedangkan di luar negeri gram positif lebih dominan dibandingkan gram negatif. Akan tetapi, kata Latre, rumah sakit di Indonesia tidak perlu mencontoh pola kuman itu. ''Yang penting bagaimana menekan kuman itu agar tidak berkembang menjadi ganas,'' jelasnya. Latre mengatakan, penelitian serupa terhadap empat RS lain di Jakarta juga menunjukkan adanya pola kuman yang resisten terhadap antibiotik. ''Ini artinya pasien akan lama sembuhnya bahkan cenderung bisa meninggal dunia karena kualitas hidupnya menurun. Biaya pengobatan pun semakin tinggi,'' tambah Latre. Sejumlah kuman yang banyak dijumpai di rumah sakit maupun IGD, jelasnya, antara lain Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, E.coli, Enterobacter cloacae, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan Enterococcus faecalis. Selama ini sumber kuman terbesar yang resisten terhadap antibiotik ditemukan di paru-paru, disusul perut. Tidak sesuai Pada simposium yang mengambil tema Peningkatan pengetahuan antibiotik dan antiparasit menuju penatalaksanaan lebih baik di bidang penyakit infeksi itu, Djoko Widodo menjelaskan, meningkatnya resistensi antibiotik terhadap pembentukan pola kuman di RS maupun ruang IGD disebabkan penggunaan antibiotik tidak sesuai dengan ukuran. ''Banyak antibiotik yang tidak penting atau tidak perlu justru diberikan. Atau antibiotik yang penting cukup disimpan dan tidak digunakan. Akhirnya baru diberikan ke pasien saat menjelang meninggal,'' kritik Djoko. Ketidaktepatan memberikan antibiotik itu, lanjutnya, memunculkan virus generasi terbaru yang lebih ganas dari sebelumnya, misalnya, SARS. Terjadinya resistensi antibiotik terhadap kuman, kata Djoko, sebetulnya dimulai dari awal ketika dokter pertama kali memberikan antibiotik kepada pasien. Timbulnya mikroba yang resisten, kata Djoko, berpengaruh pada peningkatan penyakit infeksi seperti AIDS, ISPA, Tb, diare, dan malaria. ''Ada kekeliruan di awal pemberian. Apabila memang pasien itu terkena infeksi berat semestinya langsung diberi obat yang kuat, lengkap dan sesuai ukuran. Namun selama ini justru pemberiannya tidak adekuat. Dari sedikit demi sedikit dan kuman makin membandel. Akhirnya dokter memberikan dosis tinggi, namun keadaan pasien tidak semakin bagus atau menuju kematian.'' Sedangkan Khi Chen menjelaskan perlunya pemberian antibiotik satu jam pertama setelah diketahui jenis penyakitnya. ''Pemberian antibiotik satu jam pertama ini akan memberikan respons lebih baik. Sebab obat ini harus melalui beberapa tahapan sebelum mencapai lokasi infeksi.'' Dengan pemberian antibiotik sesuai dengan ukuran dan cepat akan mempercepat tubuh memberikan reaksi. Pemberian antibiotik pada satu jam pertama ini apabila pasien mengalami sepsis atau infeksi lokal pada kulit dan darah sehingga terjadi respons hebat yang menyebabkan patogen makin berkembang. Pemberian antibiotik tidak tepat juga berdampak kerusakan pada ginjal, hati, alergi, dan demam tinggi. Latre menambahkan, untuk menekan terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik, para dokter wajib mencuci tangan dengan antiseptik. Salah satu contoh antibiotik yang tidak bisa lagi digunakan akibat pemakaian tidak tepat, kata dr Nelwan dari RSUPN adalah Para Amino Salicyl acid (PAS) yang diberikan untuk penyakit Tuberkulosis (Tb). (Nda/CR-48/H-1) M. Tri Agustiyadi > > ----- Original Message ----- > > From: "wawan H" <[EMAIL PROTECTED]> > > To: "Balita Anda" <balita-anda@balita-anda.com> > > Sent: Thursday, August 04, 2005 3:36 PM > > Subject: [balita-anda] Antibiotik > > > > > > Dear Parents, > > > > Ada yang tau..... mohon infonya nama obat > antibiotik yang ringan sampai > yang > > keras... > > > > Thx, > > > > Papah Darryl > > > > > > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN > MUSIBAH DI ACEH & DAN > SUMATERA UTARA !!! > > ================ > > Kirim bunga, http://www.indokado.com > > Info balita: http://www.balita-anda.com > > Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, > e-mail ke: > [EMAIL PROTECTED] > > Peraturan milis, email ke: > [EMAIL PROTECTED] > > > > > > > AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH > DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! > ================ > Kirim bunga, http://www.indokado.com > Info balita: http://www.balita-anda.com > Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail > ke: [EMAIL PROTECTED] > Peraturan milis, email ke: > [EMAIL PROTECTED] > > Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA UTARA !!! ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]