kocaknya lagi bangsa kita banyak ditimpa bencana alam tapi tetap saja
berjoget dangdut(kdi/indonesian idol) atau berfesta tampa terlihat ada
duka
.dan tambah kocak lagi dimana bangsa lain berlomba mengembangkan
tehnologi kita malah mengembangkan sinetron(magic/tenaga dalam) yg gaka
masuk akal, dan parahnya yang membongkar kasus korupsi dibilang
KAMPUNGAN.

-----Original Message-----
From: Ayahnya Farah [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, May 17, 2005 3:18 PM
To: balita-anda@balita-anda.com; [EMAIL PROTECTED];
[EMAIL PROTECTED]
Cc: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] Kocaknya Bangsa Kita


Kocaknya Bangsa Kita
Oleh Handrawan Nadesul
 
  SIAPA bilang bangsa kita tidak kocak. Dominasi program lawak di
televisi menunjukkan, bangsa kita gemar membanyol. Ketika dunia berlomba
mengejar inventor hi-tech yang naik pesat, tingkat partisipasi korupsi
kita-menurut koran-sudah sampai kelurahan. Kata seorang profesor, "Wong
bisa dan kesempatannya cuma itu!"
 
  Tetangga sebelah bilang, ihwal perkara miring, kita memang nomor satu.
Sekian puluh tahun kita rajin memelihara wabah demam berdarah, misalnya.
Kocaknya, keluarga korban demam berdarah yang tak tertolong masih ada
yang tidak gusar. Padahal, rakyat Belanda yang knalpot mobilnya rusak
gara-gara pemerintah membiarkan jalan jeglok saja mencak-mencak menuntut
ganti rugi.
 
  Pernah juga mendengar kisah seorang sopir taksi asal Sumatera Utara
yang bergurau kepada penumpangnya berceloteh, "Kayak di Bosnia saza,"
ketika melintasi jalan raya berlubang di Ibu Kota, yang pajak mobilnya
tertinggi di Indonesia, tetapi aspalnya sudah bagai kubangan kerbau.
 
  Mungkin di situ enaknya (maaf) menggembala rakyat Indonesia. Selain
rasa humornya tinggi, mereka susah marah, pandai tersenyum, mudah
trenyuh, dan gampang menangis. Jika ada satu-dua rakyat yang terbilang
vokal, tentu bukan  mewarisi genetika politik bangsa kita yang cenderung
memilih suka nrimo.
 
  Namun satu hal harus diakui, bangsa kita mudah curiga,
bersyak-wasangka, dan lekas tersinggung. Kata seorang sosiolog, boleh
jadi karena wujud kekocakan karakter biar miskin asal sombong. Kocaknya,
benci kepada orangnya, tetapi mau menerima sumbangannya.
 
  Pernah pula menyaksikan sekian banyak penumpang bus luar kota atau KRL
Express yang sudi duduk di lantai bus atau KRL Express padahal membayar
ongkos penuh. Atau mereka tak marah diturunkan seenaknya di tengah jalan
sebelum tiba ke tujuan dan mereka masih  tertawa. Kita mafhum, boleh
jadi karena sejak bayi bangsa kita selain rajin diajak tersenyum, juga
belajar pandai tertawa.
 
  MELIHAT gejala seperti itu seorang psikolog bilang, mungkin itu
sebabnya mengapa bangsa kita tergolong tahan banting. Dari muda mereka
terbiasa hidup berdampingan secara damai dengan tekanan, krisis,
konflik, dan frustrasi. Daya tahan stresnya menjadi kokoh.

   Oleh karena itu, boleh jadi dalam menghadapi tiap kematian sia-sia,
atau mati konyol anggota keluarga sekalipun, mereka terlihat masih tegar
tanpa gusar.
 
  Sejelek-jelek layanan publik yang pernah dialami, masih ada pihak yang
mereka sanjung. Penderitaan dan kesusahan jelas-jelas mereka alami
karena human error, masih disangka God's decision.
 
  Tengok mereka yang bergelantungan di bus kota tiap hari, tanpa
berpendingin merayap di jalan macet, dan macetnya akibat buatan manusia
dan ulah penguasa. Atau, beratnya menempuh buruknya jalan desa, tetapi
mereka tabah menerima. Padahal, setelah lebih dari setengah abad
merdeka, sudah selayaknya semua kesusahan itu tak mereka alami. Namun
kocaknya, bagi mereka, semua itu bukan masalah.

   Tampaknya, dalam urusan badan, mereka boleh lelah dan letih, juga
boleh nyeri, asal hati tetap ayem mereka tak mudah menjadi berang.
 
  Asalkan tidak sengaja menusuk hati, bangsa kita enak diajak bergaul.
Turis asing senang datang ke negeri kita bisa jadi salah satunya karena
dalam serba kekurangan bangsa kita masih bertegur sapa dan tulus
tersenyum. Sutradara film mungkin melihatnya sebagai sebuah puisi. Masih
ada senyuman tulus di balik kegetiran hidup. Bagi setiap filsuf, potret
itu juga sebuah kekocakan hidup.
 
  DI negeri orang lain, warga terantuk batu saja sudah berteriak keras.
Kocaknya bangsa kita, meski sudah lama terinjak, mungkin diinjak, masih
saja mesem yang tidak dibuat-buat ala Mr Bean. Mesemnya menggendong
ketegaran hidup. Jika sampai marah, mereka menyampaikan dengan santun.
 
  Bangsa lain mungkin sudah menjerit, bangsa kita menahan rasa perih
pedih kehidupan tanpa mengaduh. Perhatian kecil dari penguasa membuat
rakyat sumringah-nya luar biasa. Apalagi jika sampai bisa membuat mereka
kecukupan makan tiap hari. Kocaknya pula, bangsa kita masih sering takut
kepada polisi kendati tidak bersalah. Masih tetap menaruh hormat kepada
pamong, kendati proyek jalan desa dikorupsi dan sawah dibiarkan puso.
 
  Kita ingin menyitir gejala orang-orang di negara sosialis, yang saking
beratnya hidup, tanpa boleh berontak dan mengaduh sehingga yang muncul
ungkapan satir dan gereget humor sebagai katarsis. Dari situ ada
tangkai-tangkai humanisme yang mungkin terpetik. Kalau di sana,
misalnya, tumbuh fenomena sosial "Mati Ketawa Cara Rusia", rasanya
bukannya
dibuat-buat bila di sini ada pula spesies hidup berbangsa dengan
kekocakan karakter "Mati Ketawa Cara Indonesia".
 
 

HOME
 Jl. Jati V No. 215 Depok Timur
 081316251188
 [EMAIL PROTECTED]
www.risalahweb.com

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

AYO GALANG SOLIDARITAS UNTUK MEMBANTU KORBAN MUSIBAH DI ACEH & DAN SUMATERA 
UTARA !!!
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke