> Alasan untuk Mengurangi Konsumsi Produk Gorengan > > * Berita Mengejutkan dari Universitas Stockholm > > > Purwiyatno Hariyadi > > kompas/agus susanto > > Anda sulit mengurangi konsumsi pangan gorengan? Sekarang, ada satu > alasan lagi bagi Anda untuk mengurangi konsumsi pangan gorengan, > yaitu alasan yang diberikan oleh peneliti dari Universitas Stockholm, > Swedia. Menurut laporan penelitian yang disampaikan dalam jumpa pers > pekan lalu, ilmuwan Swedia melaporkan bahwa beberapa jenis pangan > olahan yang disukai oleh kebanyakan penduduk dunia, ternyata diduga > mempunyai kandungan senyawa yang bisa menyebabkan kanker (karsinogen) > dalam jumlah yang tinggi. > > Penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Jurusan Kimia Lingkungan > Universitas Stockholm bekerja sama dengan Badan Pengawas Makanan > Nasional Swedia (The Swedish National Food Administration, NFA) > menunjukkan bahwa proses pengolahan suhu sangat tinggi, yaitu proses > pemanggangan dan penggorengan bahan pangan kaya karbohidrat-misalnya > kentang-ternyata akan menyebabkan pembentukan akrilamida. > > Masalahnya adalah bahwa akrilamida-yang secara kimia disebut juga 2- > Propenamide; ethylene carboxamide; acrylic amide; atau vinyl amide- > merupakan senyawa kimia yang dicurigai bersifat karsinogenik > (menyebabkan kanker) pada manusia. > > Dalam bentuk murninya, akrilamida yang mempunyai rumus kimia > CH2CHCONH2 dan berat molekul 71 ini berupa senyawa tidak berwarna dan > tidak berbau. > > Secara keseluruhan, lebih dari 100 contoh makanan yang telah > dianalisis NFA. Bahan pangan yang dianalisis meliputi rerotian, > pasta, beras, ikan, sosis, daging (terutama daging sapi dan babi), > biskuit, kukis, sereal sarapan, bir, dan beberapa makanan siap saji > seperti pizza dan produk lainnya. > > Hasil studi menunjukkan bahwa kandungan akrilamida dari produk pangan > yang dianalisis menunjukkan nilai yang bervariasi. Namun demikian, > diketahui bahwa keripik kentang (potato crisps) dan kentang goreng > (french fries) umumnya mengandung akrialmida dalam jumlah yang tinggi > dibandingkan dengan jenis bahan pangan lainnya. Kandungan akrilamida > rata-rata yang ditemukan di keripik kentang adalah sekitar 1.000 > mikrogram/kg dan di kentang goreng sekitar 500 mikrogram/kg. (Lihat > Tabel) > > Dari studi itu juga dilaporkan bahwa bahan pangan yang tidak > mengalami proses penggorengan atau pemanggangan ternyata hanya > mengandung akrilamida dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga tidak > perlu dikhawatirkan. Bahkan, penelitian juga tidak mendeteksi adanya > akrilamida pada produk pangan mentah atau produk pangan yang direbus > atau dikukus. > > Heboh? > > Publikasi hasil studi ini saat ini menghebohkan seluruh dunia, > laporan ini menyatakan bahwa beberapa bahan pangan yang telah > mengalami pemanasan bisa mengandung akrilamida dalam jumlah yang > tinggi. Jumlah kandungan akrilamida yang dilaporkan pada studi ini > sangat tinggi, jauh dari dugaan banyak ahli. > > Hal kedua yang juga menghebohkan adalah bahwa hasil kerja dari > peneliti Swedia ini menunjukkan bahwa akrilamida ternyata terbentuk > pada bahan pangan kaya karbohidrat yang diproses dengan suhu sangat > tinggi. > > Kedua hal ini sangat berbeda dengan dugaan umum para ahli sehingga > sampai laporan studi ini dipublikasikan, belum jelas benar bagaimana > mekanisme pembentukan akrilamida pada bahan pangan tersebut. Oleh > karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang mekanisme reaksi > pembentukan akrilamida sehingga bisa dicari metode atau cara > pengendaliannya supaya tidak terbentuk. > > Kehebohan dari publikasi hasil penelitian yang mengagetkan ini banyak > disikapi secara hati-hati oleh badan pengawas makanan di berbagai > negara, termasuk WHO. > > Badan pengawas makanan di Inggris (The UK Food Standards Agency) > telah mengeluarkan pendapatnya (24 April 2002) yang menyatakan bahwa > akrilamida belum pernah ditemukan dalam jumlah yang sedemikian tinggi > di dalam bahan pangan, tetapi kita perlu mencermati hasil penelitian > ini dengan serius dan perlu mengambil langkah-langkah investigasi > lebih lanjut. Sementara itu, tidak ada keperluan bagi masyarakat > untuk mengubah pola diet/makannya. > > Pernyataan yang mirip juga dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia > (WHO). Namun demikian, WHO akan segera membentuk panel ahli untuk bia > mengevaluasi dan menentukan sejauh mana risiko kesehatan masyarakat > yang diakibatkan oleh adanya akrilamida pada pangan. > > Badan Pengawas Makanan Swedia sendiri juga bersikap hati-hati, tidak > serta-merta mengampanyekan perubahan medua diet secara drastis. > Bahkan peneliti dari Swedia ini juga menyatakan bahwa sampai saat ini > penelitian-penelitian epidemiologi belum menunjukkan adanya korelasi > antara paparan akrilamida dan peningkatan angka penderita kanker pada > manusia. > > Namun demikian, hasil yang diperoleh ini menunjukkan betapa > pentingnya untuk melakukan penelitian secara lebih meluas dan > menyeluruh. Dan, untuk melakukan harmonisasi dan meningkatkan > efektivitas dan efisiensi penelitian lanjut, perlu dilakukan kerja > sama regional dan internasional antar badan-badan pengawas makanan di > berbagai negara. > > Respons para ahli dari Amerika-antara lain dari the Joint Institute > for Food Safety and Applied Nutrition di Universitas Maryland-juga > mirip, perlu pengkajian dan pengumpulan informasi yang menyeluruh, > termasuk mengkaji dan mengevaluasi metode yang digunakan untuk > menganalisis akrilamida pada bahan pangan tersebut. > > Hal ini terutama penting dilakukan mengingat bahwa metode yang > digunakan untuk menganalisis akrilamida pada bahan pangan merupakan > metode baru. Metode kromatografi cair yang dikombinasikan dengan dua > tahap spektrometeri massa (LC-MS-MS) itu saat ini sedang dimintakan > validasi dan akreditasi pada The National Accreditation Authority > SWEDAC. > > Apa yang perlu dilakukan? > > Sebagaimana berbagai badan pengawas makanan dunia, Indonesia > semestinya juga bersikap pro-aktif dan hati-hati. Upaya pengumpulan > informasi dan sekaligus komunikasi kepada semua stakeholder perlu > segera dilakukan. Di samping itu, kerja sama regional dan > internasional untuk melakukan kajian-khususnya untuk produk gorengan > dan panggang khas Indonesia-perlu dilakukan. > > Secara umum, hal yang sangat signifikan dari hasil penelitian ilmuwan > Swedia itu adalah bahwa suhu tinggi akan mendorong proses pembentukan > akrilamida pada bahan pangan. Laporan penelitian juga menyatakan > bahwa akrilamida tidak terdapat atau sangat sedikit jumlahnya pada > produk pangan mentah atau produk pangan yang direbus atau dikukus. > > Sementara kejelasan belum diperoleh, maka konsumen tetap diminta > tenang dan tidak perlu melakukan perubahan menu dietnya secara > drastis. Namun demikian, konsumen hendaknya disarankan untuk lebih > memperhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), terutama dengan > memperbanyak konsumsi buah, sayuran, dan mengurangi konsumsi produk > gorengan yang kaya lemak. Selanjutnya, sesuai dengan hasil penelitian > ini juga, konsumen perlu kembali diingatkan tentang saran umum yang > telah sering diberikan, yaitu bahwa akan lebih baik dan sehat untuk > merebus atau mengukus makanan daripada menggoreng pada suhu yang > tinggi. > > Selanjutnya, karena semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu proses > pemanasan akan semakin memperbanyak kandungan akrilamida pada bahan > pangan, maka kepada industri pangan perlu disarankan untuk melakukan > optimasi proses termal; sedemikian rupa sehingga pemanasan yang > dilakukan tidak berlebihan. Proses pengolahan pangan yang perlu > diteliti dan dioptimasi dengan cermat dalam aspek pembentukan > akrilamida ini adalah proses penggorengan (baik penggorengan biasa > ataupun penggorengan rendam/deep-frying), pemanggangan (baik proses > baking, broiling, maupun grilling). > > > Dr Purwiyatno Hariyadi Ketua Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, > Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]