>---------- >From: kdewi harjanto[SMTP:[EMAIL PROTECTED]] >Sent: Wednesday, 2 December 1998 20:00 >To: [EMAIL PROTECTED] >Subject: [anak] Mempercepat perkembangan anak > >Assalamu Alaikum wr.wb > > >'Mempercepat' Proses Perkembangan Anak > >Menunggu waktu, itu budaya lama. Kini semuanya bisa dipercepat. Asal >tidak kelewatan saja. > > >Belasan tahun yang lalu, bayi-bayi di Indonesia dilahirkan sama dengan >bayi-bayi sekarang, yaitu belum tahu apa-apa. Belum bisa melihat, hanya >menangis dan menggerak-gerakkan kaki tangan tak teratur. > >Tetapi selanjutnya nampak ada perbedaan dalam hal pola pertumbuhan dan >perkembangannya. Bayi-bayi dulu baru bisa melihat ke arah seseorang >dalam usia dua bulan, tetapi bayi-bayi sekarang sudah nampak reaksi >penglihatannya sebelum empat puluh hari. > >Kalau dulu bayi bisa tengkurap di usianya yang kelima, sekarang tak >perlu lagi menunggu hingga tiga bulan. Begitu juga duduk, merangkak, >berdiri dan berjalan, rata-rata bayi sekarang berkembang lebih cepat. >Penghematan waktu telah terjadi, dengan perbedaan yang kian lama kian >besar. > >Dari yang semula bisa berjalan dalam satu setengah tahun, kini menjadi >sepuluh bulan. Dari yang bisa masuk sekolah di usia 7 atau 8 tahun, kini >bisa dimulai usia 6 tahun. Secara umum, memang nampak ada perbedaan >dalam hal perkembangan. > >Inilah yang disebut 'percepatan'. Suatu pola tumbuh kembang yang >dipercepat. Pola ini tetap sama pada setiap bayi, sejak jaman purbakala >hingga sekarang. Hanya waktunya yang menjadi lebih pendek. Hingga >nampaknya bayi-bayi sekarang makin pandai. > >Tidak ada bayi normal yang bisa lebih dahulu bisa melihat dari pada >mendengar. Setiap bayi sudah langsung bisa mendengar ketika dia lahir, >atau bahkan sejak masih janin. Dan baru akan bisa melihat sesuatu secara >fokus pada usia satu atau dua bulan kehidupannya. > >Keuntungan percepatan > >Secara teori, kecepatan perkembangan anak antara satu dengan yang lain >tak bisa disamakan. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi proses tumbuh >kembang anak, sehingga ada perbedaan dalam kecepatan tempuhnya. Ada pula >ahli yang beranggapan bahwa pertumbuhan fisik yang dipercepat, pun tidak >banyak membawa manfaat bagi anak. > >Memang benar bahwa anak yang bisa berjalan pada bulan kesepuluh tidak >akan secara otomatius lebih pandai dari pada yang lain. Tak ada hubungan >langsung antara kemampuan fisik dengan perkembangan otak. Namun >kenyataan membuktikan bahwa proses 'percepatan' ini ternyata banyak >sekali manfaatnya bagi anak, terutama bila ditinjau dari sisi >perkembangan kepribadiannya. > >Hal ini dimungkinkan terjadi karena secara umum masyarakat memberikan >respon yang menyenangkan kepada bayi yang lebih unggul dari pada bayi >lain. Sementara secara awam, 'keunggulan' bayi yang paling cepat dapat >dinilai adalah dari sisi perkembangan kemampuan fisik mereka. > >Orang akan berdecak kagum, tersenyum dan bertepuk tangan melihat >kelucuan bayi sepuluh bulan yang jatuh bangun ketika belajar berjalan. >Orang pun senang dan gemas melihat anak yang belum lagi genap dua tahun >namun sudah mampu bicara banyak dengan centilnya. > >Respon-respon positif ini menyenangkan hati anak, dan memperbesar rasa >percaya diri mereka. Akhirnya, dari kemapanan rasa percaya diri ini akan >berkembang sebuah kepribadian yang sehat dan trengginas. > >Sebuah kenyataan pahit yang tak dapat dihindarkan adalah, bahwa ternyata >masyarakat tidak terlalu memberi respon kepada bayi-bayi yang berkembang >secara biasa, yang tidak terlalu nampak lucu dan tidak pula >menggemaskan, atau bahkan yang perkembangannya terlambat. Kenyataan ini >sebenarnya tak sehat dan sangat merugikan bayi dan anak yang kebetulan >kurang beruntung ini. Namun, siapa yang maampu mengubah kecenderungan >masyarakat yang memang wajar ini? > >Jangan tertinggal kereta > >Dulu, orang cenderung membiarkan anak berkembang apa adanya, tanpa >rangsangan dari luar. Ibu masih terus menggendong ke mana-mana >putra-putriya yang sudah berumur dua tahun. Mereka pun dibebaskan >bermain hingga usia 7 hingga 8 tahun untuk kemudian masuk SD. Tidak >semua anak dianggap perlu belajar hingga lulus SD. Kalaupun lulus, tidak >semua juga dianggap perlu meneruskan ke SLTP. Dan akan lebih sedikit >lagi yang merasa harus terus masuk SLTA. Tapi kini? Selain sekolah sudah >menjadi keharusan dan kebutuhan, bahkan sejak anak suai dua tahun pun >telah disediakn sarana pendidikan untuk merangsang pertumbuhannya. >Tumbuhlan Kelompok Bermain di mana-mana, yang memang sangat berguna >untuk mempercepat perkembangan fisik dan mental anak-anak. > >Lingkungan, teknologi dan pola hidup masyarakat yang mengalami perubahan >pesat mengharuskan orang tua untuk menyesuaikan diri. Kalau anak-anak >sekarang tidak lebih terpacu perkembangan otaknya dibanding anak-anak >dahulu, mungkin akan tersisih dari pergaulan masyarakat. Tidak bisa >mengimbangi dan mengejar ketertinggalannya. Tak ada yang bisa menghindar >dari persaingan global yang pasti akan terjadi. > >Dasar-dasar ilmu pasti, berhitung, pengenalan alam hingga bahasa asing, >sudah dirasa perlu untuk anak-anak bahkan semenjak TK. Asalkan >disampaikan dengan metoda sesuai kebutuhan perkembangan anak seusianya. >Tidak bisa lagi kita menunggu waktu sebab kenyataan-kenyataan yang baru >akan mereka pelajari di sekolah lanjutan itu sebenarnya sudah dihadapi >anak-anak semenjak mereka kecil. > >Sikap proaktif > >Inilah pola pendidikan modern yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan >kondisi lingkungan dan masyarakat. Tuntutan akan keseimbangan antara >kekuatan fisik dan otak itu mesti dipenuhi, karena di era globalisasi >ini begitu banyak tantangan yang memerlukan kerja otak dari pada kerja >fisik. > >Pola asuh proaktif adalah sikap orang tua yang mendidik anak dengan >mengantisipasi segala perubahan, masalah, dan kebutuhan di masa depan. >Di dalam pola ini orang tua dituntut untuk berpikir dan berinisiatif >melakukan tindakan. Harus memilih dan menentukan rangsangan terbaik >untuk anak, tidak hanya bersifat menunggu dan menerima saja apa yang >akan terjadi pada anak. > >Inti dari pola asuh proaktif ini adalah upaya membentuk 'percepatan' >tadi. Percepatan hanya akan terjadi kalau ada rangsangan dan dorongan >kuat dari luar. Bukan hanya dilakukan dalam bidang perkembangan >kemampuan fisik saja, tetapi yang lebih penting justru di bidang >perkembangan emosi dan otak anak. > >Bagaimana cara pemberian rangsangan tersebut? Sebagai contoh, kita >tinjau seorang bayi yang suka memegang segala sesuatu, dan mulai belajar >membedakan halus dan kasarnya. Walaupun tanpa harus diajari, mereka >akhirnya akan bisa membedakan perbedaan antara tepung dan beras >berdasarkan halus kasarnya. Tetapi seorang ibu yang mendidik proaktif >mungkin akan sengaja menyediakan satu mangkok beras dan segelas tepung >lengkap dengan sendok garpu dan piring plastik untuk media bermain anak. >Saat itulah, sang bayi belajar merasakan halus kasar, lengketnya tepung >dan beras pada tangan, tercampurnya tepung ke dalam air dan tenggelamnya >beras, serta masih banyak lagi. Lewat cara ini si bayi mulai mengasah >kepekaan indera perasa kulit dan logika akalnya lebih cepat dibanding >mereka yang dibiarkan menemukan sendiri beberapa bulan sesudahnya. > >Buku-buku ensiklopedi khusus anak-anak kini telah banyak beredar di >toko, dan ini sangat baik untuk merangsang perkembangan otak anak. Lewat >media cetak ini minat anak akan tergugah lebih dini untuk mendalami ilmu >pengetahuan. > >Dari sisi perkembangan emosi, egosentrisme yang secara fitrah dibawa >semenjak lahir pun bisa dipercepat berkurangnya dengan cara proaktif >ini. Anak usia 2,5 tahun yang sudah tergabung dalam Kelompok Bermain >akan sudah belajar bersosialisasi dengan teman sehingga mulai bisa >menhargai keberadaan temannya sebagai 'sosok' lain selain dirinya. > >Peran aktif dan kreatifitas orang tua yang sangat menentukan dalam hal >ini. Yaitu dengan cara memberikan fasilitas kepada anak, yang >memungkinkan fase-fase pada pola tumbuh kembang bisa segera dilewati. > >Tidak berlebihan > >Perlu diingat, agar orang tua tidak salah dan berlebihan dalam >menerapkan sikap proaktif ini. Tidak salah, maksudnya percepatan yang >dilakukan harus tetap disesuaikan dengan kemampuan psikologis anak >sesuai usianya. > >Jangan memaksa anak segera masuk TK jika secara psikologis mereka belum >mampu. Mengajar berhitung, menulis, juga harus disesuaikan dengan >kebutuhan bermain mereka. Jangan sampai orang tua mengajar anak TK >berhitung dengan menggunakan sistem yang seharusnya untuk anak usia SD. >Jangan pula memadati hari-hari anak dengan berbagai macam les dan kursus >sehingga membuat mereka jenuh dan tertekan. > >Berlebihan, maksudnya jika 'percepatan' yang diupayakan orang tua sudah >melebihi batas kemampuan psikologis. Misalkan, kemampuan anak untuk >mandiri, bisa mulai dipercepat di usia TK. Tetapi tetap tidak bisa >diharapkan terlalu banyak di usia pra-TK. Tuntutan orang tua yang >menginginkan anaknya sudah bisa mandiri terlalu cepat bahkan bisa >menumbuhkan perasaan marah dan perasaan diabaikan pada diri anak. > >Untuk bisa bersikap proaktif tanpa berlebih-lebihan, orang tua perlu >memahami pedoman pendidikan anak yang benar. Tidak lagi cukup >mengandalkan naluri dan anggapan 'biarlah mengalir begitu saja'. >Sementara teori pun tidak mandeg, akan terus mengalami pembaharuan. Itu >sebabnya bagi siapapun, tak ada batas waktu untuk berhenti belajar. > >Diambil dari hidayatulah on line Juli 1997 > >Wass.wr.wb >kdh > > >______________________________________________________ >------------------------------------------------------------------------ >See what Avery cooked up for the holidays >Free software & Free holiday clipart >http://ads.egroups.com/click/121/0 > >Free Web-based e-mail groups -- http://www.eGroups.com > > --------------------------------------------------------------------- "Milis Bagi Orangtua Yang Menyayangi Balitanya" To subscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED] HI-Reliability low cost web hosting service - http://www.IndoGlobal.com