Untuk Direnungkan dari Milist Tetangga
Maaf bagi yg sudah pernah menerimanya dan kurang berkenan.


----------------------------------------------------------------------------
----


Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis.
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai akhirnya
.....

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan
memiliki idealisme
tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih
yang terbaik, di bidang akademis
maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why not the best,'' katanya selalu,
mengutip seorang mantan
presiden Amerika.

Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di
Universiteit Utrecht, Belanda,
Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menuntaskan pendidikan
kedokteran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama
berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani diangkat sebagai staf diplomat,
bertepatan dengan tuntasnya
suami dia meraih PhD. Lengkaplah kebahagiaan mereka.
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani
semakin menggila. Bak garuda, nyaris
tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke
negara lain.
Setulusnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk
ditinggal-tinggal?'' Dengan sigap
Rani menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything
is OK!'' Ucapannya itu
betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara
profesional oleh baby sitter
mahal. Rani tinggal mengontrol jadual Alif lewat telepon. Alif tumbuh
menjadi anak yang tampak lincah,
cerdas dan gampang mengerti.

Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu,
tentang kehebatan
ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang,
dan uang yang banyak.
''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek
Alif, ibunya Rani, berpesan di
akhir dongeng menjelang tidurnya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut
dengan permintaan tak terduga
itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka
belum memungkinkan untuk
menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini ''memahami''
orang tuanya. Buktinya, kata
Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter
ibunya yang bukan perengek. Meski
kedua orangtuanya kerap pulang larut, ia jarang sekali ngambek.
Bahkan, tutur Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria.
Maka, Rani
menyapanya ''malaikat kecilku''.
Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orangtuanya super
sibuk, Alif tetap tumbuh penuh
cinta. Diam-diam, saya iri pada keluarga ini.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak
dimandikan baby sitter. ''Alif
ingin Bunda mandikan,'' ujarnya penuh harap. Karuan saja Rani, yang detik ke
detik waktunya sangat
diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit
berdandan dan mempersiapkan
keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan
Tante Mien, baby sitter-nya.
Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut.

Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!'' kian
lama suara Alif penuh tekanan.
Toh, Rani dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa
pra-sekolah, jadinya agak lebih
minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.

Sampai suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu
dokter, Alif demam dan
kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah terbang, saya ngebut ke
UGD. But it was too late.
Allah swt sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, keburu
dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. Ia
shock berat. Setibanya di rumah,
satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu
Alif mulai menuntut, Rani memang
menyimpan komitmen untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terwujud, meski setelah tubuh si kecil terbaring
kaku. ''Ini Bunda Lif, Bunda
mandikan Alif,'' ucapnya lirih, di tengah jamaah yang sunyi. Satu persatu
rekan Rani menyingkir dari
sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri
mematung di sisi pusara. Berkali-kali
Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan. Sama
saja, aku di sebelahnya ataupun
di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan?'' Saya diam
saja.
Rasanya Rani memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya mematung
seperti tak bernyawa. Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi
sebuah pilihan,'' lanjut Rani, tetap mencoba tegar dan kuat. Hening sejenak.
Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. ''Aku ibunyaaa!'' serunya histeris, lantas tergugu
hebat. Rasanya baru kali ini
saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih tangisan yang meledak.
''Bangunlah Lif, Bunda mau mandikan
Alif. Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif..'' Rani
merintih mengiba-iba. Detik
berikutnya, ia menubruk pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya
membanjiri tanah merah yang
menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi menolong.

-- Hal yang nampaknya sepele sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan
yang amat sangat.

-- Sering kali orang sibuk 'di luaran', asik dengan dunianya dan ambisinya
sendiri tidak mengabaikan orang2 di dekatnya yang disayanginya. Akan masih
ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.

-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahwa pengertian dan kasih
sayang yang diterimanya tidak akan hilang.
Merasa mereka akan mengerti karena mereka menyayanginya dan tetap akan ada.

-- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Semoga yang membacanya bisa mengambil makna yang terkandung dalam kisah tsb.
Catch the chance, keep and manage it well!


Regards,

Chandra Budiman
http://special.for-kids.com



Kirim email ke