########### REFERENSI IBU MUDA Terbit setiap hari Senin  ########  

Bag. - 1

Buat  Mama Jason yang baik,

Saya kirimkan artikel ttg anak yang susah makan. artikel ini pernah dimuat
di Tabloid IBU&ANAK edisi No. 26 .
Mudah-mudahan bermanfaat.
=======

Bila Anak Susah Makan

Anak susah makan memang membingungkan. Bagaimana sikap orang tua
seharusnya?

"Ayub, makanlah, Nak! Sudah hampir jam tiga, dan kamu belum makan
siang...." Untuk kesekian kalinya, Ny. Murnawati (28 tahun) merayu putra
sulungnya agar mau menyentuh makan siangnya. Malas-malasan, murid sekolah
dasar itu menyuapkan seujung sendok makanan. Akhirnya, lebih dari separo
makan siang itu tersisa. 
Sang ibu hanya bisa mengawasi dengan //nelangsa//. Betapa tidak, tubuh Ayub
terbilang kurus dan kecil untuk anak  seusianya. Malah di antara
teman-teman sekelasnya, Ayub-lah yang paling kecil. Anak itu pun boleh
dibilang sering terkena penyakit yang ringan-ringan, seperti  flu. 
Menghadapi barisan 'pemogok makan cilik' ini memang serba salah. Mau
dipaksa, takut malah tidak mau makan sama sekali. Mau dinasihati
macam-macam, eh anaknya ternyata sehat-sehat saja. Lincah malah. Mau tidak
dipaksa, takut lama-lama si kecil kekurangan gizi. 

Sebab Fisiologis dan Psikologis

Anak yang kurang makan, pertumbuhan fisiknya pun akan terhambat. Sebab,
konsumsi gizi atau zat makanan berguna untuk pertumbuhan. Selain untuk
kebutuhan badan, makanan juga berguna buat pertumbuhan otak. Kita semua
tahu bahwa perkembangan otak pada masa kecil sangat penting. 
Selain itu, pengembangan otak juga memerlukan berbagai informasi. Beraneka
ragam informasi dapat diperoleh anak dengan beraktivitas. Pada anak-anak,
bermain adalah aktivitas terbanyak. Karenanya, bila aktivitas bermain anak
terhambat lantaran ia lesu dan lemah kekurangan makan, perkembangan otaknya
pun turut terganggu. 
Menurut Rahmi Dahnan, S.Psi, penyebab anak susah makan ada yang bersifat
fisiologis dan psikologis. Secara fisiologis, mungkin anak mempunyai
pencernaan yang kurang baik sehingga daya serap ususnya kurang. Penyebabnya
bisa bermacam-macam. Di antaranya karena gangguan hormonal. Yaitu dalam
tubuh anak terbentuk hormon-hormon yang menyebabkan tidak mau makan. 
Sedangkan secara psikologis, mungkin anak pernah mengalami trauma atau
peristiwa yang membuatnya tidak mau makan. Bisa juga lantaran anak punya
preferensi atau kesukaan terhadap makanan tertentu. Misalnya, anak yang
preferensinya ayam goreng. Ia hanya mau makan bila menunya ayam goreng.  
Untuk itulah, begitu anak bisa mengkonsumsi makanan padat, ibu harus
mengenalkan berbagai jenis makanan. Berbagai sayuran, lauk pauk, dan
buah-buahan harus mulai diberikan. "Makanan yang bervariasi harus sangat
diperhatikan oleh ibu, karena akan berpengaruh pada pandangan anak pada
makanan itu sendiri," kata konsultan perkembangan anak di sebuah majalah
kesehatan ini. 
Terkadang, porsi makan si kecil sangat sedikit dibanding anak sebayanya.
Perbedaan porsi ini bisa terjadi karena ada sebagian anak yang memang sejak
kecil dibiasakan makan dengan porsi yang kecil. "Orang tua takut anaknya
mengalami kegemukan (obesitas)," ujar Rahmi. Akibatnya, dipakailah porsi
tertentu yang relatif kecil, namun masih sesuai dengan energi yang
dibutuhkan si anak. 
Lantaran terbiasa dengan porsi kecil itulah, papar Rahmi, anak mudah merasa
perutnya penuh dan kenyang walau baru saja makan sedikit. Ini karena dalam
hal makan, lapar, dan haus berhubungan langsung dengan fungsi otak. "Ketika
perut lapar, ada efek yang bekerja dalam kepala yang mengatakan 'kita
lapar'. Lalu berfungsilah hormon tertentu, sehingga seorang anak kecil yang
sudah bisa bicara akan mengatakan, 'Ma, saya lapar. Ada makanan, nggak?'
Atau, bila ada makanan, ia langsung mengambilnya," jelas Rahmi.
Begitu juga kalau kita sudah kenyang, lanjutnya, otak akan memberi tanda,
'saya sudah kenyang'. Lalu, otak akan mengeluarkan hormon dan kita pun
berhenti makan. "Bila aktivitas makan tidak juga berhenti, bisa jadi malah
muntah," kata Rahmi.

Faktor Penyebab Lain

Tak pelak lagi, iklan membawa berbagai pengaruh pada anak. Pengaruh iklan
terhadap pola makan anak pun seringkali kurang baik. Misalnya, burger.
Dilihat dari kadar gizinya, kurang baik bila terlalu sering dikonsumsi
anak-anak. "Antara lain karena terlalu banyak mengandung unsur garam,"
jelas Rahmi. Selain itu, karena sering melihat iklan makanan yang itu-itu
saja, anak tidak melihat makanan lain yang lebih enak dan bergizi.
Ada juga anak yang mau makan berbagai macam makanan, meski sedikit. Menurut
Rahmi, anak yang banyak diberi rangsangan berupa berbagai variasi makanan,
biasanya cenderung tidak pemilih. Banyak-tidaknya rangsangan sangat
tergantung kepada gaya hidup keluarga. Yaitu bagaimana kesukaan keluarga
tersebut. "Ada keluarga yang suka sekali makan sayuran hijau. Sementara
keluarga lain senang  masakan sayur bersantan," Rahmi mencontohkan. 
Latar belakang sosial-budaya pun berpengaruh. Biasanya, tambah Rahmi, 
keluarga yang lebih tinggi taraf hidupnya mampu membeli bahan makanan yang
lebih bervariasi. Ada juga pengaruh tempat tinggal terhadap kebiasaan
makan. Di desa yang serba tidak ada, anak mungkin diberi makanan apa saja,
yang penting bisa makan. Tak jarang hanya kerupuk, ikan asin, atau hanya
dengan tempe. Akibatnya, untuk seterusnya anak mungkin hanya suka makanan
tersebut. 
Pada dasarnya, seorang anak harus diperkenalkan berbagai rasa makanan.
Namun bila berbagai makanan dicampur-adukkan, rasanya malah jadi tidak
jelas. Karena itulah Rahmi berpesan agar para ibu memiliki pertimbangan
rasa yang baik saat menyiapkan makanan untuk anak. 
Jangan lupa, lanjut Rahmi, tingkah laku anak-anak pun kadang tidak
berdasarkan pengetahuan atau wawasan yang ia miliki. Bila ia melihat
makanan dan orang lain mengatakan enak, bukan tak mungkin ia malah
mengatakan tidak enak, walaupun belum pernah mencoba. Ia menolak makanan
tersebut semata-mata karena tidak pernah atau tidak mau mencobanya. 

Rewel Tak Berarti Enggan Makan

Tubuh kita membutuhkan suplai atau pasokan oksigen. Tidak adanya makanan
membuat pembuluh darah tidak bekerja optimal. Begitu juga pasokan oksigen
ke otak. Inilah yang membuat orang lapar merasa sangat tidak nyaman.
"Karena itulah, anak menjadi rewel atau tidak bergairah," papar Rahmi. 
Anak yang rewel belum tentu tidak mau makan. Biasanya, lanjut Rahmi, anak
yang mulai mampu mengekspresikan perasaan akan rewel bila sedang tidak suka
makan. Waktu masih sangat kecil, mungkin ia tidak mampu 'protes' saat
mulutnya dijejali berbagai makanan. Begitu bisa berekspresi, ia memberontak
dan rewel saat disuruh atau disuapi makanan. Inilah ungkapan bahwa dirinya
sudah kenyang dan tidak mau makan lagi. "Anak biasanya juga akan rewel saat
merasa sudah punya pilihan kegiatan yang lebih baik daripada makan.
Bermain, misalnya," kata Rahmi. Sayangnya, orang tua terburu-buru
menganggap anak rewel karena tidak mau makan. 
Anak mulai banyak bereaksi umumnya ketika berumur 1,5-3 tahun. Di antara
usia tersebut, yakni pada usia 2 tahun, terdapat masa //cerebroso//. Pada
masa inilah, papar Rahmi, anak merasa dunia mereka makin luas. Mereka
merasa sudah punya 'pilihan' lantaran sudah bisa berjalan ke sana kemari.
Sementara, orang tua tetap menganggapnya masih kecil dan perlu diawasi.
Terungkaplah reaksi kekesalan anak, di antaranya dengan tidak mau makan. 
Sebenarnya, lanjut Rahmi, rewel atau tidaknya anak dalam hal makan lebih
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan seberapa jauh kebutuhan fisiknya
terpenuhi. "Kalaupun ia masih saja rewel, kemungkinan besar itu disebabkan
kebutuhan psikisnya tidak terpenuhi," ujarnya. 
Yang juga membuat anak susah makan, papar Rahmi, adalah faktor bawaan dari
orang tuanya. "Secara //endoktrin// atau //hormonal//, mungkin ada jumlah
hormon tertentu yang kurang, sehingga anak sampai tidak suka makan." Sama
seperti pengaruh kelebihan hormon yang membuat nafsu makan tak terkendali.
Secara genetik hal ini diturunkan kepada anak, tanpa memandang jenis
kelamin laki-laki atau perempuan. 

Variasi Makan dan Penyajian

Agar anak tidak menjalankan 'aksi mogok makan', perlu pengaturan makan yang
cermat. Rahmi menyarankan agar anak tidak dibuat terus-menerus merasa
kenyang atau lapar. "Misalnya, setelah mendapatkan sarapan pagi dan susu di
pagi hari, biarkan anak bermain. Nanti, jam 9 atau 10 setelah lelah
bermain, berikan makanan selingan. Baru kemudian pada pukul 12 siang diberi
makan besar lagi," jelas Rahmi.
Minat terhadap makan juga berhubungan dengan variasi dan rasa. Di Belanda,
Rahmi mencontohkan, si kecil  diperkenalkan kepada garam pada usia setahun.
Namun, sayangnya itu membuat anak langsung dikenalkan pada rasa gurih.
Akibatnya, ketika diberi makanan yang tidak gurih, seleranya terpengaruh.
Apalagi bila ia merasa makanan tersebut tak ada rasanya atau hambar. Ia tak
akan mau makan.
Agar anak tidak susah makan, hal lain yang juga sangat penting untuk
diperhatikan, tambah Rahmi, adalah segi penyajian. Para ibu bisa mencari
inspirasi atau ide dari mana saja. Dari majalah, misalnya. "Penyajian yang
lain juga akan menggugah anak untuk mencoba makan," tuturnya.  


****************************************************************************
****************
Tabloid IBU&ANAK, Gedung Thawalib, Jl. Kramat II No. 13-E Jakarta 10420
Tel: (021) 3925873, 3925878, 3925889 Fax: (021) 3925508
                           email: [EMAIL PROTECTED]
+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"

------------------------------------------------------------------------
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, kirim email ke: 
[EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet



Panduan Menulis Email yang Efektif http://hhh.indoglobal.com/email/ 






Kirim email ke