> Baity jannaty > Kiat-kiat mendidik anak > Oleh F.Kurniawati > > Ketika anak kita lahir, atau bahkan ketika kita hendak berangkat menikah, > yang terbersit dalam hati barangkali adalah kerinduan untuk memiliki anak > yang berbakti kepada-Nya. Inilah anak yang dirindukan oleb kaum mukmin. > Anak yang hukma-shabiyya rabbiradhiyyab (semenjak kecil telah memiliki > kearifan dan sekaligus diridhai Tuhan). Anak shalih yang mendo'akan > ketika para pelayat telah selesai menimbunkan tanah di pekuburan kita. > > Kerinduan untuk memiliki anak yangherbakti kepada-Nya sejak kita > berkeinginan untuk menikah, bukan saja boleh. Bahkan kita perlu > membakarnya agar lebih meluap-luap lagi. Sehingga kerinduan itu membuat > kita mempersiapkan diri.Kalau Anda merindukan anak-anak yang demikian, > mari kita dengarkan kata-kata Rasulullah : "Allah merahmati seseorang > yang membantu anaknya berbakti kepada-Nya," sabda Nabi SAW. Beberapa > orang di sekeliling Nabi bertanya: Bagaimana caranya, ya Rasulullah?" > Beliau menjawab: "Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang > menyulitkannya, dan tidak membebaninya, tidak pula memakinya." > > Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Rasulullah bersabda, > "Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat > melahirkan kedurhakaan melalui anaknya." Siapa yang menghendaki, begitu > Rasullullah yang mulia berkata, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui > anaknya. Semoga tidak satupun di antara kita yang menghendaki anak-anak > yang durhaka. Semoga tidak satu pun. Tetapi apa yang sudah kita lakukan? > Sudahkah kita membantu anak-anak kita untuk berbakti sebagaimana yang > diserukan oleh Rasulullah SAW? > > Saya tidak berani menjawab. Marilah kita bertanya pada diri kita > masing-masing. Selanjutnya, marilah kita tengok sekeliling kita. Mereka > yang frustasi dan memberontak pada orangtua, anak-anak siapakah itu? > Mereka yang tertangkap saat meminum obat-obat terlarang, anak-anak > siapakah itu? Mereka yang berkelahi dan saling menerkam, anak-anak > siapakah itu ? Mereka bukan orang lain. Di antara mereka adalah anak-anak > orang Islam. Bapaknya Islam. Ibunya Islam. Dan kampung mereka dikenal > sebagai kampung Islam. Mengapa ini terjadi? > > Saya tidak berani menjawab. Marilah kita bertanya pada diri kita > masing-masing. Pada saat yang sama, marilah kita lihat apa yang > terpancang di rumah-rumah saudara kita. Kalau dulu mereka mengisi > saat-saat yang sepi dengan kidung barzanji atau maulid nabi, sekarang > telah berganti dengan antena parabola dan pesawat televisi di atas 30 > inchi. Kalau dulu mata yang maksiat ditangisi tak henti-henti, sekarang > hiburan telanjang dihadirkan ke rumah-rumah orang "mukmin" melalui > televisi dengan mengorbankan waktu-waktu produktif. > > Sementara, koran-koran menyajikan isu dan gosip yang tak jelas ujung > pangkalnya lantaran semua telah berdiri di atas agama baru yang bernama > bisnis dan konsumtivisme. Baju baru menjadi lebih berharga daripada harga > diri, sehingga seorang gadis bersedia tidak perawan lagi demi memperolek > gemerlap mode dan penampilan trendy. (Semoga Allah mensucikan kita dan > keturunan kita dan hal-hal yang demikian). > > Masya-Allah, betapa banyak yang telah kita lupakan atau bahkan sengaja > kita tinggalkan.Kalau dulu tetangga merasa ikut bertanggungjawab atas > kebaikan anak tetangganya sehingga anak-anak berkembang dalam kesejukan, > sekarang ketika orangtua mendapati anaknya nakal yang terucap adalah > kata-kata, "Apa salah saya? Kenapa anak saya yang begini? Padahal, > perasaan, tidak pernah menyakiti orang lain." > > Kenapa anak saya yang begini? menyiratkan kesaksian hati untuk > mengikhlaskan anak-anak orang lain rusak, asal jangan merusak anak > sendiri. Sehingga ketika anak sendiri yang rusak, pertanyaan yang muncul > adalah, "Kenapa anak saya yang begini? (Kenapa bukan anak orang lain?)" > Ya, kenapa begini. > > Ada banyak hal yang perlu kita renungkan kembali. Tetapi, saat ini, > marilah kita mengingat-ingat hadis Nabi sebagaimana kita simak di awal > tulisan ini. Semoga kita termasuk orang-orang yang dirahmati Allah, dengan > melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Rasulullah SAW dalam membantu > anak kita berbakti kepada-Nya, yaitu: > 1. Menerima yang Sedikit > 2. Memaafkan yang Menyulitkan > 3. Tidak Membebani > 4. Tidak Memakinya > > > 1. Menerima yang Sedikit > > Setiap anak telah diberi kelebihan oleh Allah 'Azza wa Jalla, dan ia > dimudahkan untuk melakukan apa yang menjadi kelebihannya (bakat).Setiap > anak memiliki kadar kelebihan yang berbeda-beda dan jenis keberbakatan > yang beragam-ragam. Saya mempunyai bakat menulis, alhamdulillah itu saya > telah memupuknya sehingga subur, dan orang lain juga mempunyai bakat > menulis. Tetapi bakat saya menulis, berbeda dengan bakat menulis orang > lain. Amanahnya juga berbeda antara saya dan orang lain. Ada anak yang > bakatnya sangat beragam, sehingga ia menyukai hampir semua bidang dan > mampu berprestasi di setiap bidang yang ia geluti. > > Imam Syafi'i adalah salah satu contohnya.Ia meletakkan dasar-dasar ilmu > ushul-fiqh, menetapkan qaul-qaul (pendapat hasil ijtihad) fiqih, menguasai > ilmu firasat, memahami dan sekaligus termasuk ulama hadis yang piawai, > serta sejumlah bidang keilmuan sejenis lainnya. Beliau juga orang yang > banyak mendalami ilmu fisika, kimia, kedokteran, ilmu hitung, ilmu falak, > perbintangan dan ilmu-ilmu empiris lainnya. Ada yang bakatnya hanya pada > satu bidang, sementara bidang lainnya lemah. > > Bahkan ada yang semula tampak sangat kesulitan dalam bidang tertentu, > tetapi kemudian menjadi seorang yang paling menguasai. Setiap anak > memiliki kelebihan, betapa pun sedikitnya.Betapa pun sedikitnya. > Betapapun saat ini masih samar-samar. Atau, bahkan belum kelihatan. > > Tugas Anda adalah menerima anak dengan hati terbuka dan cinta yang tulus. > Terimalah yang sedikit dengan menjadikan diri Anda seorang ibu yang > aminah, ibu yang menjadi sumber rasa aman bagi anak-anak Anda.Sehingga > Andalah yang menjadi pelariannya ketika ia gelisah.Pangkuan Andalah yang > dicari-cari tatkala Ia tidak bisa ulangan maternatika.Bukan justru takut > mendengar suara sepatu Anda. > > Terimalah yang sedikit. Jangan terlalu banyak menuntut anak. Bisa jadi > anak menjadi seperti yang Anda tuntut saat ini, tetapi jangan-jangan ia > akan mengalami sejumlah masalah kejiwaan yang tak kunjung > selesai.Beruntung kalau ia memperoleb jawaban yang menyejukkan hati di > kitab suci. Kalau tidak, jangan-jangan tindakan orangtua terlalu menuntut > anak termasuk di antara perbuatan yang menyebabkan anak melakukan > kedurhakaan. Na 'udzubillahi min dzalik. > > Terimalah yang sedikit. Dan biarkan kasih-sayang, keteduhan dan kedamaian > belaian tangan Anda menjadi tanah subur tempat anak menumbuhkan yang > sedikit itu menjadi banyak dan berharga. Sedangkan do'a-do'a yang Anda > panjatkan di penghujung malam, menjadi air dan penjaga kesucian tujuan > serta niat Anda dalam mendidiknya sampai kelak Anda berjumpa lagi di > yaumil-qiyarnah Semoga kita termasuk orang-orang yang dikumpulkan dengan > anak-cucu dan orangtua kita. > > 2. Memaafkan yang Menyulitkan > > Ketika SD dan SMP saya mempunyai kesulitan dalam mata pelajaran bahasa > daerah, disamping olahraga. Saya orang Jawa asli. Ibu Jawa dan bapak juga > Jawa. Tetapi saya kesulitan bukan main untuk belajar bahasa Jawa.Ulangan > bahasa daerah, sudah lumayan bisa mendapat nilai 5. Kalau tidak, saya > malah mendapat nilai 4 atau 3. Sebuah angka yang istimewa karena jarang > yang mendapatkannya. > > Tentu saja bukan angka istimewa ini yang membuat saya bahagia. Nilai saya > yang hampir selalu rendah dalam bahasa daerah, tidak menimbulkan masalah > yang menyulitkan perkembangan saya lantaran ibu memaafkan apa yang > menyulitkan saya. Ketika saya bercerita bagaimana hari itu saya mendapat > nilai yang jelek (jelek sekali) dalam bahasa daerah, ibu justru balik > bercerita bahwa beliau semasa sekolah juga mempunyai kelemahan dalam mata > pelajaran tertentu. > > Ibu bercerita tentang kecerdasannya dalam pelajaran bahasa daerah, tetapi > lemah dalarn mata pelajaran yang justru menjadi kelebihan saya. Sekali > waktu, ibu membawakan buku biografi Albert Einstein, seorang penemu rumus > E = MC2 yang awalnya di-DO dan sekolah lantaran bodoh. Kali lain, saya > dibawakan buku biografi Thomas Alva Edison, ilmuwan cemerlang yang pernah > dianggap sinting gara-gara mengerami telur angsa (tentu saja tidak bisa > menetas). Ibu juga membawakan buku-buku biografi lainnya, sehingga saya > merasa aman terhadap diri saya dan menerima kelebihan, kekurangan maupun > apa yang oleh orang lain disebut kelemahan saya. > > Kesulitan anak bisa beragam. Tidak hanya yang berkait dengan kecakapan di > kelas. Anak barangkali cerdas di kelas, tapi ia membutuhkan proses yang > lebih lama untuk bisa memakai dan meletakkan sepatu dengan baik.Anak > barangkali cepat tanggap terhadap ta'lim (pendidikan) yang diberikan oleh > bapaknya selepas shalat maghrib, tapi sulit mengucapkan 'ain dengan benar. > > > Memaafkan yang menyulitkan sambil tidak berputus asa terhadap rahmat > Allah, insya Allah justru menjadikan anak berkembang dengan baik dan mampu > mengatasi sendiri kesulitan-kesulitannya.Memaksa, memarahi, apalagi sampai > membandingkan hal-hal yang rnenyulitkan anak dengan kecakapan anak lain, > justru rawan terhadap berbagai jenis penyimpangan perilaku. Boleh jadi > anak tidak nakal lantaran takut terhadap sikap keras Anda. Tetapi ia > mungkin akan menjadi minder, rendah diri, dan kurang bisa bersikap tegas. > Mungkin juga ia justru sebaliknya, menjadi sensitif, mudah tersinggung, > kaku dan mudah tersulut kemarahannya. > > Ibu Albert Einstein bisa memaafkan kesulitan yang menimpa anaknya.Ia > membimbing anaknya dengan penuh kasih-sayang dan kesabaran. Ia tidak > membebani anaknya. Kelak, anaknya menjadi ilmuwan terkenal yang > sukses.Nasehat untuk memaafkan yang menyulitkan anak, ternyata tidak hanya > efektif untuk kita yang muslim. Ia juga tepat untuk mereka yang belum > mengenal Islam. > > Nah, kalau sekarang Anda belurn memaafkan hal-hal yang menyulitkan anak > Anda, marilah kita segera membenahi diri selagi pintu belum tertutup.Boleh > jadi, rnaksud memaafkan yang menyulitkannya lebih luas lagi, yaitu > memaafkan perilaku anak yang menyulitkan orang tua. Semoga dengan > demikian, mereka kelak menjadi anak yang menyejukkan mata. > > 3. Tidak Membebani > > Allah tidak membebani manusia, kecuali sebatas kemampuannya. Ketika Allah > 'Azza wa Jalla memerintahkan manusia untuk bertakwa, yang Ia perintahkan > adalah fattaquLlaha mastatha'tum (bertakwalah semampu kamu). Ketika Allah > Jalla wa 'Ala menyerukan manusia untuk melaksanakan berbagai kebajikan, > yang Allah serukan adalah ahsanu-amala (sebaik-baik amal). Bukan > aktsaru-amala (sebanyak-banyak amal). > > Ketika Rasulullah SAW mengajak sahabatnya untuk melaksanakan apa yang > beliau perintahkan, yang beliau katakan adalah, "Jika aku larang kau > melakukan sesuatu, maka jauhilah, dan jika aku perintahkan kau untuk > melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampu kamu. (Muttafaq 'Alaih, > diriwayatkan Bukhari & Muslim) > > Orangtua yang menginginkan anak berbakti kepadaNya, hendaklah tidak > membebani anak dengan tugas-tugas yang tidak mampu ia > lakukan.Ketidakmampuan anak bisa disebabkan oleh belum siapnya anak untuk > melakukan kegiatan-kegiatan yang dikehendaki orangtua, bisa lantaran usia > anak maupun kesanggupan fisik anak belum memungkinkan, bisa pula lantaran > tingkat kemampuan anak belum memadai. > > Tugas-tugas atau tuntutan yang baik akan berakibat baik sebagaimana > dikehendaki, jika dilaksanakan pada waktu yang tepat, dengan cara yang > tepat, takaran yang tepat, dan membawa kemaslahatan bagi anak di > masa-masa berikutnya. Inilah antara lain pengertian dari istilah hikmah. > > Didiklah anak dengan bijak dan lemah-lembut.Tanamkan padanya keinginan > untuk melakukan kebajikan-kebajikan dengan sebaik-baiknya menurut kadar > kesanggupannya. Jangan terlalu menuntutnya untuk mampu melakukan segala > macam tugas seperti yang anda kehendaki, saat ini juga. Jangan > membanding-bandingkan Ia dengan saudaranya yang memiliki prestasi lebih > bagus dalam bahasa Inggris, misalnya. Hindari terlalu banyak membebani > anak dengan berbagai keharusan. > > Perintah-perintah yang terlalu banyak menggunakan kata harus, bukannya > memotivasi anak. Justru melemahkan. Perintah serba harus dan jangan dengan > serta-merta, tidak merangsang anak untuk kreatif dan antusias melakukan > kebaikan. Sebaliknya, ia secara perlahan berubah menjadi mesin yang > kehilangan inisiatif-inisiatif kreatif maupun kecakapan berinovasi. Ia > hanya melaksanakan apa-apa yang sudah diinstruksikan. > > Selebihnya, mudah-mudahan ia tidak mengalami tekanan mental yang > berkepanjangan.Dalam 'ushul-fiqli dikenal waidul-khamsah (lima prinsip > dasar), salah satunya adalah terpeliharanya akal. Kalau orangtua terlalu > membebani anak dengan tugas-tugas yang belum sanggup ia lakukan atau > dengan tuntutan untuk mencapai prestasi-prestasi tertentu, apakah ini > tidak termasuk pengebirian akal dan bahkan jiwa? Wallahua'lam bishawab. > > Abul Laits rahimahullah, menurut Shalih Baharits menggambarkan > kasih-sayang dan perlindungan ulama salaf terhadap anak-anaknya dan > perbuatan yang menyakitkan orangtuanya. Beliau berkata bahwa sebagian > kaum shalihin tidak memerintahkan anak suatu beban yang dikhawatirkan akan > mengantarkan anak mendurhakai orangtuanya sehingga menyebabkannya masuk > neraka. Itulah pandangan ulama salaf yang memiliki pandangan yang jauh > tentang kasih-sayang kepada anak dan keutamaannya membantu anak selamat di > dunia dan di akhirat. Sehingga setiap hendak memerintahkan kepada > anaknya, mereka selalu berfikir, "Apakah anakku akan sanggup > melakukannya? Kalau tidak sanggup, bukankah itu berarti aku telah > rnenjerumuskannya ke dalam kebinasaan ?" > > Seorang ibu ketika hendak memberikan perintah kepada anaknya, hendaklah > memperhatikan betul apakah perintahnya akan mudah dilaksanakan anak atau > tidak. Seorang ibu perlu berusaha dengan sungguh-sungguh agar anaknya > tidak berkesempatan untuk menolak perintah orangtua. Ini bukan dengan > menggunakan kekuasaan sebagai orangtua untuk rnemaksa, tetapi dengan > berhati-hati betul dalam mernberikan perintah. la hanya memberikan > perintah yang anak sanggup melaksanakannya, kecuali tugas-tugas yang > sifatnya saran dan dorongan saja. > > Kalau seorang anak memperoleh tugas-tugas yang sanggup ia lakukan, > semangatnya akan berkembang. Di samping itu perasaannya terhadap orangtua > juga ikut berkembang ke arah yang baik, sehingga secara bertahap tumbuh > dorongan untuk berbakti kepada orangtua. Inilah yang dijaga oleh orangtua > terdahulu. Mereka takut anaknya mendapat murka Allah lantaran tidak > melaksanakan apa yang ditugaskan orangtuanya. Sementara tugas dari > orangtua itulah sesungguhnya yang berat dan mengejutkan anak.Mereka > mengharapkan anak yang barakah. > > Kesabaran mereka bersumber dari kesadaran tentang rahmat dan murka Tuhan. > Lalu, apa akibatnya kalau anak senantiasa terbebani? Mungkin ia menjadi > anak yang minder dan tidak percaya diri.Mungkin ia menjadi seorang > opportunis yang kemana ia terbang tergantung pada kemana angin bertiup. > Mungkin ia menjadi seorang pemberontak yang menentang apa yang > diperintahkan orangtua, begitu ia merasa punya kekuatan. Mungkin juga ia > memperoleh guru yang menuntunnya dengan kearifan dan kesabaran. Gurunya > bisa jadi ia dapatkan di masjid, di sekolah, di pasar, atau di buku. > > > 4. Tidak Memakinya > > Ridha Allah bergantung pada ridha orangtua. Ucapan ibu adalah do'a yang > mustajabah. Apalagi jika lahir dan keadaan hati yang kuat.Itulah sebabnya, > para ibu terdahulu sangat menjaga lisannya agar tidak pernah sekalipun > mengucapkan kata-kata yang buruk bagi anaknya. Ia lebih memilih untuk > menangis ketika ia tak tahan lagi menahan kesal, daripada rnengucapkan > sumpah atan memberi julukan kepada anak sesuatu yang buruk, misalnya, > "Kamu ini kok nakal, sih?" > > Mereka menahan lidah sekuat-kuatnya, karena takutnya mereka kepada Allah. > Mereka menjaga ucapannya sebisa-bisanya karena takut ucapan yang sekarang, > menjadi jalan untuk mengucapkan makian pada anaknya. Sebab ucapan seorang > ibu kepada anaknya, terutama ucapan-ucapan yang keluar dan hati yang > paling dalam, akan menghunjam tepat di lubuk hati anak. > > Kalau sekali waktu seorang ibu mengucapkan kata yang buruk, ia segera > berlari untuk memohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengasih. Kemudian ia > meminta maaf kepada anaknya.Di saat inilah, anak justru mendapatkan > pelajaran yang nyata. Tangis ibu dan permintaan maafnya, menggerakkan > anak untuk rnenanggalkan kenakalan-kenakalan, dan menggantinya dengan > akhlak yang baik. Ketika seorang ibu meminta maaf kepada anaknya, yang > terjadi justru anak akan ikut menangis. > > Atau, peristiwa itu menjadi sejarah besar yang mengesankan dan > mempengaruhi pertumbuhan pribadinya. Ia belajar mengenai akhlak yang mulia > dan kelemah-lembutan ibu. Dan bukan sebaliknya, yakni makian.Caci-maki > hanya mendorong anak untuk melakukan kenakalan yang lebih besar, di > samping sebagai pelajaran bagi anak itu sendiri bagaimana mencaci yang > menyakitkan orang. Makian orangtua justru menjadikan anak kebal terhadap > makian, nasehat, dan perkataan yang kasar. Kata yang kasar akan ia balas > dengan kata yang kasar dan suara lantang. > > Caci maki tidak merangsang anak untuk memiliki kepekaan terhadap diri > sendiri maupun orang lain. Fir'aun adalah musuh Allah. Kezaliman Fir'aun > sangat melebihi batas. Ia bahkan telah mengaku menjadi Tuhan.Di tangannya, > Siti Masyithah menemui syahidnya setelah direbus dalam minyak > mendidih.Tetapi, terhadap orang yang sezalim itu, Allah 'Azza wa Jalla > memerintahkan Nabiyullah Musa alaihissalam agar menyeru Fir'aun dengan > lemah lembut. Allah SWT berfirman, > "Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan > janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua > kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah > kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia > ingat akan takut "(Q.S. Thaahaa, 20:42-44). > > Sebagai penutup, marilah kita renungkan sebuah hadis Nabi SAW, sambil > mernohon kepada Allah SWT agar mensucikan mulut kita yang masih kotor : > Ibnu Umar RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW berkunjung kepada Saad bin > Ubadah. Turut bersama beliau Abdurrahman bin Aufdan Saadbin, Abi Waqqash > dan Abdullah bin Mas 'ied RA, maka Rasulullah SAW tampak menangis. Begitu > para sahabat melihat beliau menangis, maka merekapun ikut menangis. > Setelah itu beliau berkata, "Apakah kalian tidak mendengar bahwa > sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa seseorang karena tetesan air mata, > dan tidak pula karena kesedihan hati, akan tetapi Dia akan menyiksa > karena ini atau memberi rahmat" sambil menunjuk lidahnya. > (Muttafaq 'Alaih). > > Disarikan dari buku yang berjudul > "Bersikap Terhadap Anak - Pengaruh Perilaku Orangtua terhadapKenakalan > Anak" karangan Moh. Fauzil Adhim. > > Baity jannaty > > >>>> 2.5 Mbps InternetShop >> InternetZone << Margonda Raya 340 <<<< >> Kirim bunga ke-20 kota di Indonesia? Klik, http://www.indokado.com >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]