Indonesia Butuh Generasi Unggul. Kreativitas Anak Perlu Dikembangkan Media Indonesia - Pendidikan dan Kebudayaan (6/14/00) JAKARTA (Media): Di era milenium, Indonesia membutuhkan anak kreatif yang akan menjadi generasi unggul, cerdas, kreatif, dan penuh inisiatif untuk menciptakan ide-ide baru. Untuk dapat mengembangkan generasi unggul, psikolog dan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan sejak dini kreativitas anak perlu dikembangkan. "Pengembangan kreativitas anak sangat tergantung pada peran orang tua dan guru di sekolah," kata Seto saat berbicara di seminar Membangun Hari Depan Anak Jalanan di Jakarta, kemarin. Menurut psikolog yang biasa dipanggil Kak Seto, kreativitas bisa didefinisikan sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. "Kreativitas juga bisa diartikan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir. Kreativitas berarti pula kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya, dan memerinci suatu gagasan," katanya. Manfaat langsung dari kreativitas pada anak-anak adalah bisa meningkatkan ekspresi kreatif yakni bisa membuat sehat dan bahagia serta membantu memecahkan masalah di samping bisa meningkatkan kualitas hidup. Kendati kreativitas penting bagi perkembangan anak di masa depan, Seto mengakui masih banyak orang tua yang kurang menyadari pentingnya kreativitas untuk perkembangan anak sejak dini. "Mereka lebih menginginkan anak yang selalu patuh dan melakukan hal-hal yang diinginkan oleh orang tua. Orisinalitas kurang dapat diterima dan sering kali dianggap berbahaya," ujar Seto. Tanpa disadari, lanjutnya, orang dewasa yang bermaksud baik dengan dalih menanamkan disiplin dan kepatuhan pada anak, tidak memberi kesempatan pertumbuhan benih-benih kreativitas. "Harusnya disadari, kreativitas justru tidak bertentangan dengan disiplin. Hidup dalam masyarakat memang menuntut anggotanya untuk menaati aturan-aturan yang disepakati. Namun seyogianya orang tua dan guru mempertimbangkan terlebih dahulu sejauh mana peraturan betul-betul perlu diterapkan dan sejauh mana bisa diberlakukan secara fleksibel," katanya. Di sisi lain, kedisiplinan dan kepatuhan hendaknya diterapkan sedemikian rupa sehingga tetap memberi kesempatan kepada anak untuk menjajaki lingkungannya, mengembangkan minat-minatnya, dan menggunakan kreativitasnya. Sayangnya, sering kali guru lebih menginginkan murid-murid yang duduk diam dan kadang-kadang kurang menyukai anak-anak yang terlalu sering bertanya. Faktor penghambat Dalam kesempatan itu Kak Seto juga menyebutkan sejumlah faktor yang bisa menjadi penghambat kreativitas pada anak-anak. Pertama adalah perasaan takut gagal. Ketakutan ini menghambat perkembangan kreativitas karena biasanya hukuman yang diperoleh atas kegagalan dirasakan jauh lebih berat dibandingkan dengan hadiah untuk keberhasilan. Faktor lain adalah karena anak terlalu terpaku pada tata tertib dan tradisi sehingga sering kali menghambat adanya inovasi baru. Faktor berikutnya adalah karena anak-anak enggan untuk bermain-main dan terlalu mengharapkan hadiah bila dihadapkan pada sebuah tugas tertentu. Anak-anak dengan ide cemerlang sering kali tidak mau tampak menonjol dan ragu-ragu untuk berdiri berdasarkan keyakinan mereka. "Kegagalan untuk melihat kekuatan yang ada pada diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya sering kali menghambat kreativitas. Mereka tidak lagi dapat menghargai sumber daya yang ada pada orang, barang maupun dari lingkungannya sendiri," katanya. Untuk bisa lebih mengembangkan kreativitas pada anak, Kak Seto mengatakan salah satunya dengan membiarkan anak-anak mengetahui pandangan dan sikap orang tua tentang berbagai hal seperti hidup, pekerjaan, perkawinan, politik, moral, agama, budi pekerti, sopan santun, dan sebagainya. (Ant/B-2)