MENJAWAB PERTANYAAN SI ANAK TENTANG SEX” 

Oleh : Kak Seto *) 
Wawan (6 tahun) dan Dewi (5 tahun), adiknya, suatu saat sedang berada di
dalam kamar, ketika Ibu mau masuk dan mendapatkan pintu dalam keadaan
terkunci. Ibu menggedor-gedor pintu, dan baru dibukakan beberapa saat
setelah Ibu mengancam akan mematikan lampu listrik. Betapa terkejutnya Ibu
ketika melihat, mereka berdua dalam keadaan telanjang bulat! 
“Lho, kalian sedang main apa-apaan, ini ?” 
“Main dokter-dokteran, Ma! Asyik, deh !”jawab mereka hampir serempak. 
:Apa ? Main dokter-dokteran ?” 
“Iya !” 
“Aduuuh..., Gusti....!! Pasti kalian telah melakukan hal yang tidak-tidak !
Iya, bukan?! Ayo mengaku! Awas, ya, sekali lagi begitu, Mama pukul kalian
semua ! Mengerti ?!!” 

Dan jadilah, mereka berdua yang semula bermain dengan penuh rasa kegembiraan
dan rasa ingin tahu, menjadi gemetaran dan takut bukan main ! 


Suatu hari, Meta (4,5 tahun) bertanya kepada Ibunya: 
“Mama, kenapa sih, perut Ibu Guru di sekolah makin lama makin gendut dan
besar ?” 
“Ooo..., karena Ibu Guru di sekolah makan banyak sekali, sehingga gendut,
deh, jadinya !” jawab Ibunya sekenanya. 

“Kalau Adik, darimana datangnya ?” 

“Ooo..., itu...., dari burung bangau ! Malam-malam burung bangau itu datang
membawa adik kecil !” 

Disampaikan dalam Seminar “Bagaimana Orang Tua Menjawab Bila Si Anak
Bertanya Tentang Sex” yang diselenggarakan oleh Pengurus POMG TK Islam dan
Taman Bermain Al’Alaq di Hotel Horison Bekasi, pada tanggal 27 April 2002. 

 
Meta tidak merasa puas. Lalu suatu ketika ia bertanya lagi. 

“Eh..., Ma..., Ma..., lihat deh ! Itu Pleki dan Broni sedang ngapain sih,
kok bergoyang-goyang begitu ?” 

Ibu terkejut bukan main dengan pertanyaan itu. Lalu ia berkata : 

“E..., eh..., sudah, jangan dilihat itu. Matanya bisa buta kalau melihat
begituan!” katanya dengan cemas. 
Dan jadilah, Meta menjadi makin bingung dan tidak habis pikir ! 

Tito (5 tahun) sudah duduk di kelas nol besar ! Tetapi sampai sekarang ia
masih juga tetap tidur bersama dengan Ibu dan Ayah. Alasannya : Tito takut
tidur sendiri. Sebaliknya Ibu juga tidak tega untuk membiarkan Tito tidur
seorang diri di kamarnya. 

Suatu malam, terjadilah suatu peristiwa yang menggoncangkan jiwa Tito.
Betapa tidak ? Ia melihat adegan antara Ayah dan Ibu yang menurutnya aneh
dan memuakkan, sehingga membuat Tito merasa marah dan menjadi benci sekali
kepada Ayah ! 



Sejak saat itu, Tito menjadi sering murung dan tidak dekat lagi dengan 
Ayahnya ! 

Cerita di atas merupakan contoh-contoh yang sering dijumpai pada kehidupan
anak-anak sehubungan dengan perkembangan seksualnya. Bagaimanakah sikap yang
sebaiknya dilakukan oleh orangtua ?  


Perkembangan Seksual Anak 

Menurut Freud dalam teori Perkembangan Psikoseksualnya, fase pertama dari
perkembangan anak adalah fase pra-genital, yang terbagi atas masa-oral (0 –
1,5 tahun) dan masa-anal (1,5 – 3 tahun). Dikatakan sebagai masa
pra-genital, karena pada masa tersebut anak belum terlalu menyadari arti dan
perbedaan alat kelaminnya. 

Masa oral ditandai dengan kepuasan yang diperoleh melalui daerah oral atau
mulut, dimana anak memperoleh pengertian mengenai dunia sekelilingnya
melalui aktivitas lewat mulutnya. Hal ini dapat dilihat pada bayi-bayi yang
cenderung memasukkan apa saja yang dilihat dan ingin diketahuinya ke dalam
mulutnya. 

Masa-anal ditandai dengan kepuasan yang diperoleh anak melalui daerah
anusnya, dimana anak memperoleh kenikmatan dengan aktivitas yang menyangkut
proses pembuangan melalui anus, sehingga acap kali kita jumpai anak sering
berlama-lama duduk di WC untuk menikmati aktivitas tersebut. 

Mereka baru mulai menyadari akan adanya perbedaan seks, setelah usia mereka
mencapai sekitar 3,5 tahun. Fase ini disebut sebagai masa phalik, yaitu fase
dimana kesadaran akan perbedaan alat kelamin antara anak laki-laki dan anak
perempuan memberikan arti yang besar kepada kepribadian mereka. 

Pada tahap ini, anak laki-laki merasa amat bangga dengan alat kelaminnya
yang khas itu dan sering membandingkannya dengan milik anak laki-laki
lainnya atau organ milik anak perempuan. Begitu pula dengan anak perempuan
yang juga meminati organ milik mereka. Namun disamping rasa kebanggan,
merekapun dihinggapi perasaan cemas atau kekurangan. Anak laki-laki merasa
cemas apabila alat kelaminnya akan hilang atau berubah, sementara anak
perempuan merasa kekurangan atau iri-hati karena mereka tidak memiliki penis
sebagaimana anak laki-laki. 

Rasa ingin tahu anak yang begitu kuat, membuat merekapun bertanya-tanya
mengenai masalah seks atau melakukan eksperimen berkaitan dengan alat
kelaminnya. Sikap yang tepat adalah dengan memberikan jawaban yang memuaskan
sesuai dengan tahap usia anak, serta mengarahkan tingkah-laku mereka sesuai
dengan norma-norma yang berlaku. 

Minat seksual ini selanjutnya berkembang menjadi berbagai bentuk sublimasi
dari kemampuan psikis anak dalam masa latent, yaitu masa di mana berbagai
potensi anak masih tersimpan dan belum berfungsi secara penuh. Fase ini
berlangsung pada usia sekitar 6 – 10 tahun. Pada masa ini minat anak
terhadap masalah seksual sangat berkurang, meskipun tidak berarti hilang
sama sekali. 
 
Sikap Yang Sebaiknya Dilakukan 

Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan seksual anak, orangtua hendaknya
berperan serta secara aktif dengan cara membimbing dan mengarahkannya secara
bijaksana. 

Terhadap berbagai bentuk rasa ingin tahu anak, ditandai dengan
pertanyaan-pertanyaan yang terus mengalir, orangtua perlu memberikan respons
yang positif. Misalnya dengan: 

“Ayah senang, Meta banyak bertanya seperti itu !” atau  
“Wah pertanyaan Ade bagus sekali ! Baiklah, Mama terangkan, ya !”.  

Usahakanlah agar jawaban yang diberikan cukup sederhana namun cukup dapat
memenuhi rasa ingin tahu anak. Terhadap pertanyaan Meta, misalnya, pada
contoh kedua di awal tulisan ini, Ibu dapat menjawab : 

“Iya, karena di dalam perut Ibu Guru ada adik kecil, yang makin lama makin
besar. Jadi, ya perut Ibu Guru juga makin lama makin membesar. Begitu...!” 

“Adik kecil ? Ooo..., adik kecil berada di perut Mama. Makin lama akan makin
besar dan kalau sudah tiba saatnya, adik akan lahir...! Jelas, sayang ?” 

“Nah..., kalau Pleki dan Broni sudah seperti itu, lihat, nanti beberapa
bulan lagi isi perut si Broni makin lama akan makin besar. Isinya, ya
anjing-anjing kecil. Kalau sudah, anjing-anjing kecil itu akan lahir menjadi
anak anjing !” 

Apabila anak melakukan eksperimen-eksperimen yang menyangkut rasa ingin tahu
berkaitan dengan perkembangan seksualnya, orangtua tidak perlu menunjukkan
reaksi terkejut yang berlebihan atau bertindak keras dengan jalan memarahi
atau menghukum anak. Dengan tenang orangtua dapat mengalihkan aktivitas
seksual anak dengan cara menunjukkan peran-peran yang dapat dilakukan oleh
anak sebagaimana dijumpai di sekelilingnya. 

Dalam contoh perilaku antara Wawan dan Dewi di atas, Ibu dapat bereaksi
sebagai berikut : 

“Wah, kalian sedang bermain apa disini ? Mama sampai bingung mencari
kemana-mana !” 



“Bermain dokter-dokteran, Ma! Asyik, deh !” jawab mereka hampir serempak. 
“Bermain dokter-dokteran ? Wah, menarik sekali ! Bagaimana bermainnya ?”
tanya Ibu sambil tersenyum. 
“Begini, Ma. Dewi tiduran, lalu Wawan yang jadi dokter memeriksa Dewi !”
kata Wawan. 
“Dewi juga, Ma. Dewi juga ganti jadi dokter, lalu Wawan yang diperiksa !”
kata Dewi tidak mau kalah. 
“Ooo..., begitu ! Bagus, kalian rupanya saling ingin tahu, ya ! Nah, yuuk,
bajunya dipakai lagi. Kita ke ruang tengah, Mama akan dongengi cerita
tentang Pak Dokter yang baik hati !” ajak Ibu. 
“Horeee..., asyik ! Mama mau mendongeng....!” Teriak mereka gembira. 

Selanjutnya Ibu bercerita dan berdialog dengan Wawan serta Dewi mengenai
berbagai peran seksual yang dapat dilakukan manusia, dalam suasana hangat
dan penuh kasih-sayang. Rasa ingin tahu anak terpuaskan, sementara
perkembangan psiko-seksualnyapun tidak terganggu. 

Suasana yang tegang serta penuh ketidak-jelasan membuat anak bingung,
sehingga berakibat pada pandangan anak mengenai masalah seksual menjadi
negatif. Hal ini yang kelak akan menimbulkan berbagai penyimpangan seksual
pada anak di kemudian hari. 

Penutup 


Pertumbuhan dan perkembangan seksual anak merupakan bagian dari kehidupan
anak yang perlu memperoleh perhatian orangtua sejak usia dini. Sikap
orangtua yang tetap akan membuat perkembangan seksual tumbuh secara wajar
dan sehat, sebaliknya sikap yang salah akan membuat perkembangan seksual
menjadi terganggu. Akibatnya muncul berbagai penyimpangan yang tidak
dikehendaki dikemudian hari. 

Identifikasi anak dengan orangtuanya yang berjenis kelamin sama merupakan
salah satu ciri dari pertumbuhan seksual yang sehat. Yaitu anak laki-laki
yang ingin seperti ayahnya, sementara anak perempuan ingin seperti ibunya.
Dengan demikian orangtua perlu memainkan peranannya yang penting sebagai
tokoh identifikasi anak, dengan segala keteladanannya untuk berbagai
perilaku yang patut dicontoh oleh anak. 

Melalui pendidikan seks yang sehat, anak akan mendapatkan pemenuhan
kebutuhan psikoseksualnya secara benar, sehingga anakpun akan memiliki sikap
serta tingkah laku seksual yang lebih bertanggung jawab, dalam arti tahu apa
yang dilakukannya serta apa akibat dari perbuatannya. 

Sejauh ini tidak ada batas waktu yang jelas kapan pendidikan seks sebaiknya
diberikan pada anak. Namun pendidikan seks dapat diberikan pada anak saat
anak mulai bertanya tentang seks, yang biasanya sering dimulai dengan
pertanyaan : “Dari mana datangnya adik ?” 

Dalam hal ini dapat usahakan agar anak mengerti tentang seks sesuai dengan
perkembangan daya tangkap mereka dengan memberikan jawaban sejujurnya, serta
usahakan untuk memuaskan rasa ingin tahu anak tentang seks dengan bersikap
terbuka dan menjalin komunikasi yang efektif dengan mereka. 

Yang terpenting adalah kepekaan dan keterampilan orang tua agar mampu
memberi informasi dalam porsi tertentu, yang justru tidak membuat anak
semakin bingung atau penasaran. 

Selain itu, orangtua juga perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk
memperluas wawasan serta pergaulan dengan lingkungan sosialnya agar anak
dapat mengembangkan peranan seksualnya secara lebih tepat sesuai dengan
bakat dan kemampuannya. Dengan demikian diharapkan anak dapat tampil dengan
penuh percaya diri, modal utama anak bagi pengembangan potensi mereka secara
optimal. 


Semoga. 

Jakarta, 27 April 2002  


Kepustakaan 

Hyde. DJS (1996). “Encyclopedia of the family & marriage”. 
Master, WH. Masters and Johnson (1988) “Sex & Human Loving”. Little Brown &
Company, Boston. 
Pohan, MI (1990). “Seks & Kehidupan Anak”. PT. Asri Media Pustaka. 


>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke