Mendahulukan Suami atau Anak
(Satuwanita : 19/06/2000)
Zaman boleh berubah, tetapi perasaan seorang wanita yang nanti bakal menjadi
ibu, sulit berubah. Bagi wanita karir yang aktif pun kebanyakan dari mereka merasa
bangga dan merasa lengkap setelah menjadi seorang ibu. Ini merupakan perasaan yang
alamiah dan universal.
Di zaman era milenium, dimana mulai banyak wanita sukses meniti karir dan
menempati beberapa posisi penting marak pula problem seputar peran ganda tersebut.
Walaupun pada dasarnya wanita masa kini, terutama yang sudah berkeluarga, tampaknya
tidak harus memilih yang terbaik antara karir, cinta atau rumah tangga. Mereka bisa
dan butuh memiliki ketiganya, karena cinta dan karir sama pentingnya.
Keluarga, suami dan anak memberi kebahagiaan dan perasaan utuh bagi seorang
wanita. Tetapi, alangkah sayangnya kalau wanita membuang ketrampilan, kepandaian dan
keahliannya demi mengurus anak dan rumah tangga saja.
Tetapi karena anak jualah, kehidupan wanita dimana pun bisa berubah, walau
sebelumnya mereka yang selalu aktif mempunyai cara berpikir dan bersikap mengutamakan
karir tersebut. Setelah mereka melahirkan, justru pikiran dan sikap mereka tercurah
seluruhnya hanya untuk anak. Sepintas dia seperti tidak mempedulikan suami atau pun
karirnya. Dan kejadian ini untuk beberapa lama akan terus berlanjut.
Bagi wanita yang belum pernah melahirkan atau mempunyai anak, agak sulit untuk
menjawab secara rinci tentang permasalahan tersebut. Tetapi yang telah menjadi ibu,
mengaku kesulitan bila harus memilih antara anak, suami dan pekerjaan.
Cinta tentu tidak bisa dipilah-pilah, apalagi kalau suami tercinta dan anak
tersayang ikut terbawa di dalam masalah tersebut. Siapa yang Anda lebih utamakan di
antara keduanya. Anda perlu mewaspadai berbagai kemungkinan buruk yang dapat terjadi,
seperti kehangatan suami istri yang memudar, lantaran istri kelewat repot dan asyik
dengan anak. Konon kejadian ini dapat timbul pada 3 bulan pertama setelah kelahiran
bayi atau bahkan bisa lebih lama.
Seperti pengalaman seorang wanita berikut ini yang bekerja pada sebuah
perusahaan properti. Dia mengaku mengalami masalah dalam memprioritaskan siapa yang
lebih diautamakan terlebih dulu untuk diperhatikan. "Bayi saya sebentar-sebentar
nangis dan baru diam kalau saya gendong. Tapi yang menjengkelkan sikap dari suami saya
itu. Dia sepertinya tidak mau tahu akan kerepotan saya mengurus anak. Belakangan dia
malah cemburu pada anaknya. Saya dituduh berat sebelah dan tidak lagi
memperhatikannya."
Bukan hanya kebutuhan fisiknya saja yang dirasakan suami, karena merasa istrinya
tidak lagi memperhatikan kebutuhan tersebut. Tapi kebutuhan jasmaniah mereka, seperti
berhubungan intim, yang juga dirasakan sering tidak ada respon balik dari sang istri.
Menurut para ahli sosiologi di Amerika, khusus bagi para pria yang sudah menjadi
bapak, yang ingin tetap intim dan kebutuhan batinnya terpenuhi, semestinya mereka mau
membantu istrinya mengurus dan mengasuh anak. Jadi istri tidak terlalu capek dan
stres, sehingga dia bisa dengan suka cita memenuhi 'undangan' suaminya tercinta.
Jadi ada saatnya orangtua lebur bersama anak-anaknya, tetapi ada kalanya mereka
sebagai suami istri, memiliki privasi yang terjaga baik. Tiap-tiap pihak, baik ayah,
ibu dan anak, saling menjaga dan menghormati batasan pribadi masing-masing.
Anda bisa memberikan perhatian pada suami dengan kejutan seperti pergi makan
berdua saja di luar. Dan dalam suasana romantis tersebut, Anda tidak usah mengangkat
topik tentang anak. Saat Anda sedang bersama suami, waktu Anda seluruhnya untuknya.
Sebaliknya saat berada di tengah anak-anak, waktu Anda memang untuk bermain dan
bercanda dengan mereka. Dan bila Anda juga seorang wanita karir, saat Anda di kantor,
konsentrasi penuhlah pada pekerjaan tersebut. Berprestasilah dan berbuat optimal
terus. (*/da/nk)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
kLaRA
Content Div.
www.indoexchange.com
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~