Yth. Rekan Erik dan Brahm, Berikut ini jawaban saya atas tanggapan rekan Brahm (yang terdapat pada milis [doctors-l] dan [idi-l]) mengenai artikel saya (Dr. Rudy Sutadi, SpA) di surat kabar/harian Republika, Minggu 11 Maret 2001 tentang "Hubungan vaksin MMR dengan Autisme". =====Butir 1.===== Butir 1.1. Dari Brahm: Si penulis memiliki bias yang kuat, mungkin sekali karena pengalaman pribadi dan posisi organisatorisnya. Jawaban Rudy: Tanggapan Brahm mengenai bias dari Rudy sama sekali tidak beralasan. Dasar pemikiran Brahm karena a.) Pengalaman pribadi, b.) Posisi organisatorisnya. a.) Mengenai pengalaman pribadi: Justru penulis adalah orangtua yang nota bene adalah dokter spesialis anak. Sehingga mempunyai catatan yang lengkap serta terinci mengenai riwayat tumbuh-kembang anak penulis dari bulan-ke-bulan, dari waktu-ke-waktu. Juga tentunya riwayat imunisasi, riwayat penyakit, dlsb. Selain data tertulis, juga terdapat rekaman video sejak lahir beserta foto-fotonya. Pengalaman pribadi tidak kemudian serta merta menyebabkan bias seseorang. Banyak contoh, antara lain Augusto Odone yang menemukan Lorenzo's oil (yaitu campuran dengan komposisi tertentu antara oleic acid + euric acid) untuk pengobatan ALD (adrenoleukodystrophy). Augusto Odone bukanlah seorang dokter, dia hanyalah seorang biasa, orangtua dari Lorenzo, anaknya yang menderita ALD. Justru pengalaman pribadi sering memacu seseorang untuk lebih giat lagi memperdalam/menyelidiki sesuatu, tanpa menjadi bias. b.) Posisi Organisatoris: Adalah aneh bila Brahm mempersoalkan hal ini. Apakah bila Wakil Ketua LBH membahas soal hukuman mati, maka menjadi bias? Apakah bila Wakil Ketua Kontras membahas soal tindak kekerasan aparat keamanan, maka menjadi bias? Samasekali tidak! Justru memang kompetensi mereka membahas hal tersebut. Sama halnya dengan Rudy yang Wakil Ketua Yayasan Autisme Indonesia serta Yayasan Peduli Autisme, membahas mengenai hubungan vaksin MMR dengan autisme. Samasekali tidak jadi bias! Justru penulis sangat berkompeten membahas hal itu. Butir 1.2. Dari Brahm: Paper ini sangat sepihak sifatnya. Hanya dua ahli yang dikutip, Wakefield dan Singh, tanpa secara kritis membahas kesahihan studi mereka berdua. Jawaban Rudy: Perlu Brahm ketahui bahwa adalah sangat berbeda bila kita membuat naskah untuk jurnal ilmiah kedokteran dengan naskah untuk koran. Walaupun hanya ada nama Wakefield dan Singh di artikel koran, tidak kemudian berarti sumber tulisan hanya 2. Karena di koran, kita tidak dicantumkan "Daftar Pustaka", sehingga Brahm tidak tahu bahwa Rudy tidak hanya mempunyai reference 2 saja. Kalau di jurnal ilmiah kedokteran, tentunya ada daftar pustakanya. Di samping itu, apakah kalau hanya 2 saja, maka serta-merta berarti itu tidak benar? Ingat: "Yang banyak itu belum tentu berarti benar. Tetapi, yang benar itu pasti mempunyai arti banyak". Banyak contohnya. Misalnya, Copernicus yang pada tahun 1533 mengemukakan teori bahwa bumi yang mengelilingi matahari. Sedangkan pendapat "semua-ahli" saat itu bahwa matahari beserta alam semesta yang mengelilingi bumi. Sampai akhirnya Copernicus dihukum bakar (dibakar sampai mati) 10 tahun kemudian (1543), karena tetap bersikeras mempertahankan teorinya. Baru pada tahun 1992, secara resmi Vatikan mengakui kesalahannya. Perlu waktu 460 tahun untuk suatu pengakuan! Contoh lain. Columbus pada tahun 1492 mengatakan bahwa bumi itu bulat, sehingga bila anda pergi terus ke Barat maka anda akan tiba di tempat semula dari arah Timur. Sedangkan pendapat banyak orang umumnya saat itu, bahwa bumi itu ceper (seperti sebuah piring) sehingga bila anda sampai ke tepinya maka akan jatuh ke dalam jurang tanpa dasar. Dan banyak lagi contoh lainnya. Perlu Brahm ketahui juga, penelitian Wakefield saja berdasarkan penelusuran 500 lebih peer-reviewed papers, dan lebih dari 1000 abstracts. Semuanya dipublikasi pada jurnal ilmiah bereputasi. Di samping itu, naskah asli dari Rudy berisi lebih dari 25.000 karakter, sedangkan ruangan yang tersedia hanya 10.000 karakter. Itu berarti lebih dari setengah naskah dibabat habis (sekitar 3/5 nya). Kesahihan studi Wakefield sering diserang. Lucunya antara lain oleh Brahm yang menurut pengakuannya sendiri, belum pernah membaca naskah asli studi Wakefield. Padahal studi ini telah diakui kesahihannya (dari dasar, rancangan, hasil, kesimpulan, dan diskusi). Justru studi-studi yang menyatakan tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan autisme yang amburadul, semata-mata memang hanya mau membenarkan judulnya saja, sedangkan rancangannya tidak sahih, hasilnya dengan kesimpulan dan diskusi sangat dipaksakan walau tidak ada benang merahnya. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Taylor. Namun justru oleh kalangan industri farmasi dan lembaga resmi pemerintah, penelitian Taylor dianggap sebagai kata akhir. Kita tahulah kenapa. Butir 1.3. Dari Brahm: Minim sekali argumen pro-MMR dan disodorkan dengan kata-kata yang bersifat negatif ("Lembaga resmi milik pemerintah, tentunya berpikir dengan skala nasional. Sehingga mungkin terjadinya beberapa kasus autisme pasca MMR dari sekian ribu anak, bagi mereka mungkin tidak berarti apa-apa." Jawaban Rudy: Memang begitulah adanya. Ingin bukti? Menurut ceritera Dr. Jose Batubara, SpAK, Ketua IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), saat bertemu di La Moda Kafe saat siaran di Metro TV. Selain membahas MMR, pertemuan IDAI dan Depkes, POM, dihadiri pula oleh pihak Biofarma (penghasil vaksin) juga membahas thimerosal (ethyl-mercury) yang terdapat di dalam vaksin DPT dan Hepatitis B. Namun pernyataan yang keluar hanya mengenai MMR dan Autisme. Kenapa mengenai thimerosal dan Autisme tidak dikeluarkan pernyataan aman/tidaknya? Karena kalau thimerosal (ethyl-mercury) sangat telak, tidak bisa berkelit lagi, sudah jelas dan sama diketahui bahayanya. Sedangkan kalau MMR masih ada celah untuk berkelit. Nah itu kan berarti mereka-mereka telah menyembunyikan fakta dan informasi! Contoh lain. Tembakau (dengan segala produknya) serta alkohol (dengan segala produknya). Dunia kedokteran sudah mengetahui bahayanya. Pemerintahpun sudah jelas. Namun kan kedua bahan beracun ini tetap dibiarkan beredar. "Demi kepentingan yang lebih besar". Lebih besar bagi siapa bung?! Selain itu, rupanya Brahm tidak tahu bahwa memang lembaga pemerintah seperti halnya Depkes, memang mempunyai skala prioritas dalam upaya pencegahan, pemeliharaan, dan penanggulangan kesehatan. Jadi, karena autisme ini mereka pikir bukan masalah nasional, maka tidak dijadikan prioritas. Bagaimana menentukan prioritas? Ya dengan angka-angka statistik. Benar kan, kalau hanya sedikit, ya egp (emangnye gue pikirin, autisme uuuaja khoqh rueeepot.....) Sering pemerintah "mengutamakan kepentingan yang lebih besar". Lebih besar bagi siapa dan apanya, tidak jelas. =====Butir 2.===== Dari Brahm: Meski saya pribadi belum membaca penelitian Wakefield dan Singh beberapa rekan korespondensi menyatakan.....dst. Jawaban Rudy: Nah kan, orang buta diceritain oleh orang buta yang lain mengenai gajah. Jadinya begini inilah. Saya sudah membaca sangat banyak paper dari kedua versi (yang menyatakan ada hubungan maupun yang menyatakan tidak ada hubungan) beserta pembahasannya (peer-reviewed). =====Butir 3===== Dari Brahm: 3. (a) Apakah peningkatan autism di berbagai negara selalu berhubungan dengan MMR? (b) Kenyataannya, MMR untuk bayi hanya tersedia di negara maju, (c) sementara peningkatan autism terjadi di seluruh dunia. dst. Jawaban Rudy: Butir 3.a. Memang diketahui peningkatan autisme tidak hanya berhubungan dengan MMR. Tapi logikanya jangan terbalik, itu tidak berarti bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan MMR. Peningkatan kejadian autisme disebabkan oleh berbagai faktor polutan. Antara lain merkuri yang diperoleh dari limbah pabrik serta pertambangan (emas), dari ikan (methyl-mercury), dari preservatif vaksin DPT serta Hepatitis B (thimerosal=ethyl-mercury). Di samping timah hitam (lead, pb/plumbum) dari sisa pembakaran bahan bakar fosil (bensin), dari plastik/pralon/cat/dlsb. Juga dari MMR yang paling tidak melalui jalur tak langsung (leaky gut syndrome, hiperpermeabilitas usus) berhubungan dengan studi Wakefield, dan melalui jalur langsung yaitu proses autoimmune yaitu terbentuknya anti-MBP (myelin basic protein). Dan banyak teori lainnya, misalnya G protein deffect. Butir 3.b. Brahm katakan MMR hanya ada di negara maju. Saya mau tanya, apakah Indonesia termasuk negara maju? Sehingga MMR tersedia di Indonesia? Brahm tidak tahu bahwa per capita GNP Indonesia saat 1USD=2.500Rp adalah USD660-880 (tergantung sumbernya). Sehingga setelah 1USD=10.000Rp, maka berarti per capita GNP Indonesia adalah USD165-220. Menggunakan standar manapun (S&P, IMF, dll.), Indonesia termasuk negara *miskin*, bahasa kerennya developing country. Jadi teori Brahm bahwa MMR hanya ada di negara maju, sama sekali omong kosong! Butir 3.c. Brahm sendiri katakan bahwa peningkatan autisme terjadi di seluruh dunia. Berarti ada satu faktor yang sama yang memicu terjadinya wabah autisme ini. Apa faktor yang sama itu? Yaitu MMR. Terbukti di Amerika setelah tahun 1978 MMR diberikan, kejadian autisme meningkat drastis. Sepuluh tahun kemudian (1988), di Inggris terjadi hal yang sama, yaitu kejadian autisme meroket setelah pemberian MMR. =====Butir 4.===== Butir 4.a. Dari Brahm: Senada dengan (3), apakah benar autisme anak penulis berhubungan dengan MMR yang diterimanya? Butir 4.b. Dari Brahm: Banyak sekali "kesaksian" bahwa seorang anak/bayi tadinya normal, lalu disuntik MMR dan booom... tahu-tahu autistik. Butir Butir 4.c. Dari Brahm: Asal tahu saja, onset autisme memang sering demikian, tadinya tidak apa-apa tahu-tahu jadi autistik. Butir 4.d. Dari Brahm: Pernahkah ada studi tentang pengalaman orang tua yang anaknya autistik tanpa menerima MMR? Butir 4.e. Dari Brahm: Menurut saya ada kemungkinan mereka akan mengisahkan cerita yang sama, yaitu anaknya tiba-tiba berubah. Butir 4.f. Dari Brahm: Ada unsur probabilitas di sini, yaitu "kebetulan" saja kedua peristiwa itu (MMR dan onset autism) terjadi berdekatan, dan sekali lagi terlalu dini untuk mengatakan bahwa ini adalah suatu sebab-akibat. Jawaban Rudy: Butir 4.a. Seperti jawaban saya pada butir 1. Penulis adalah dokter spesialis anak, mempunyai catatan yang lengkap serta terinci mengenai data kehamilan, kelahiran, riwayat tumbuh-kembang, riwayat imunisasi, riwayat penyakit, dll. Juga dilengkapi dengan rekaman video sejak lahir serta foto-foto. Butir 4.b. Sekali lagi ini omong kosong dari Brahm. Tanpa suatu bukti. Berapa banyak kesaksian yang Brahm pernah baca/dengar kemudian dia buktikan? Butir 4.c. Memang semua ahli yang berkecimpung di dunia autisme tahu bahwa ada autisme yang sudah menunjukkan gejala-gejalanya sejak anak masih bayi, dan ada yang baru menampakkan gejala setelah berumur 18-24 tahun. Yang terakhir ini disebut sebagai late onset autism. Dulu orang menduga-duga bahwa late onset autism karena terjadinya arrest di otak. Kenapa terjadi arrest? Nah kemudian diketahui antara lain oleh MMR ini. Butir 4.d. Tanpa dilakukan studipun saya bisa jawab. Anak juga bisa autistik walau tidak mendapat MMR. Seperti yang telah saya terangkan di atas, selain disebabkan oleh MMR, autisme bisa karena thimerosal (dalam vaksin DPT, Hepatitis B, beberapa HIB), lead/Pb/plumbum/timah-hitam, dll. Bahkan susu dan terigu, belum pernah tahu khan...? Dlsb. Tapi sekali lagi, jangan dibalik bahwa MMR tidak menyebabkan autisme. Butir 4.e. Spekulasi yang menyesatkan serta melecehkan. Kalau di film, pengacara akan bilang "objection" kemudian abang hakim bilang "over rule". Butir 4.f. Rupanya Brahm tidak tahu sama sekali mengenai probabilitas/kebetulan. Silahkan buka kembali buku pelajaran statistiknya. Untuk membuktikan segala sesuatu memang digunakan teori probabilitas. =====Butir 5.===== Butir 5.a. Akhirnya, mari kita lihat situasi di Indonesia. Berapa sih harga MMR? Siapa yang sanggup mem-vaksinasi bayinya dengan MMR? MAYORITAS penduduk Indonesia tidak mampu membeli vaksin ini. Butir 5.b. Dari segi Kesehatan Masyarakat, kita masih punya banyak sekali prioritas lain yang lebih penting daripada berlarut-larut mendebatkan topik yang hanya melibatkan sejumlah kecil masyarakat Indonesia. Jawaban Rudy : Butir 5.a. Orang yang berkecimpung di dunia per-autisme-an di Indonesia, tidak jarang mendengar kesan seseorang bahwa autisme itu umumnya anak dari orang dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke atas (walau kesan ini tidak seratus persen benar). Brahm juga tidak tahu bahwa banyak orang dari sosial ekonomi menengah ke bawah ditanggung oleh perusahaannya (langsung/asuransi) untuk mendapat vaksinasi, antara lain vaksin MMR ini. Butir 5.b. Ha...haa.....haaaaa.............. Saya tertawa panjang sampai hampir kehabisan nafas. Ini kan yang saya bahas di artikel saya di Republika. Tapi Brahm sanggah (lihat butir 1.3). Kemudian saya jawab (lihat di atas). Tapi di sini kemudian Brahm secara tidak langsung membenarkan pemikiran saya. Jadinya pemikiran Brahm sangat kontradiktif. Ya, itulah, dari segi kesehatan masyarakat, pemerintah punya prioritas sendiri. Kalimat langsung saya pada artikel di Republika "Lembaga resmi milik pemerintah, tentunya berpikir dengan skala nasional. Sehingga mungkin terjadinya beberapa kasus autisme pasca MMR dari sekian ribu anak, bagi mereka mungkin tidak berarti apa-apa. Tetapi lain halnya bila kita berbicara tentang suatu keluarga. Satu anak saja yang autisme dalam satu keluarga akan merupakan beban yang sangat berat bagi kedua orangtuanya." Itulah, Brahm juga bilang "ah, ini kan hanya sejumlah kecil". Saya kan juga bilang, pemerintah bilang "ah, emangnye gue pikirin, autisme uuuaja khoqh rueeepot...." "Demi kepentingan yang lebih besar" Lebih besar apanya? Untuk siapa? Namun, jangan dianggap enteng. Semakin meningkatnya angka kejadian baru penyandang autisme dari tahun ke tahun sudah merupakan national alarming di Amerika. Yah, namanya di Indonesia, selaluuu saja terlambat..... =====Pendapat dan anjuran Brahm===== Butir x1. Lihatlah seobjektif mungkin dari sudut pandang kedua belah pihak. Butir x2.a. Mumps dan Rubella .................... TIDAK HARUS diberikan sejak bayi. Butir x2.b. Saya sarankan pemberian MMR ditunda dulu sampai usia anak sudah agak besar (misalnya SD) Jawaban Rudy: Butir x1. Tulisan yang kontradiksi lagi dari Brahm. Sekarang bilang perlu objektif, dua belah pihak. Sedangkan di butir 5.b., Brahm hanya melihat dari sudut kesehatan masyarakat, sehingga Brahm bilang "engga usah repot-repot mikirin jumlah autisme yang hanya secuil, masih ada prioritas lain". Mana yang benar Brahm? Sungguh pemikiranmu selalu bertolak belakang. Mungkin seperti contoh seorang dokter anak senior yang mengatakan tidak ada hubungan antara DPT/Hepatitis-B (thimerosalnya) serta MMR dengan autisme, tapi dia sendiri melarang cucunya diberi DPT/Hepatitis yang mengandung thimerosal. Butir x2.a. Pendapat yang kacau. Kapannya sih vaksin mumps dan rubella diberikan sejak bayi? Butir x2.b. Ini pendapat yang asal-asalan, asbun. Kalau sudah usia SD (artinya 6 tahun ke atas), ya tidak perlu lagi diberi MMR. Di samping itu, ada kasus-kasus, di mana regresi autistik terjadi pada anak usia 4 tahun setelah divaksinasi MMR. Berdasarkan fenomena compound effect, Wakefield menyarankan pemberian MMR secara terpisah, yaitu measles tersendiri saja, mumps tersendiri saja, dan rubella tersendiri saja, dengan selang waktu beberapa minggu. Seperti juga dilakukan oleh Jepang, salah satu negara maju (Ini benar-benar negara maju Brahm, bukan pendapat asbun-mu yang mengatakan MMR hanya ada di negara maju, lihat butir 3.b. di atas beserta jawabannya). Lebih jauh lagi, mohon dibaca artikel saya bahwa masih banyak faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya autisme oleh sebab vaksinasi MMR. Semakin besar anak, ataupun sudah dewasa, tidak lantas aman mendapat vaksin MMR, bahkan mungkin lebih berbahaya atau membahayakan calon anaknya (baik peningkatan risiko maupun beratnya autisme). Demikian sementara, semoga bermanfaat. Mohon maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan, samasekali tidak bermaksud tidak sopan, hanya sekedar untuk menekankan arti/kalimat. Dr. Rudy Sutadi, SpA ----- Original Message ----- From: Erik Tapan <[EMAIL PROTECTED]> To: doctors <[EMAIL PROTECTED]> Cc: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: 15 Maret 2001 17:31 Subject: [doctors-l] Kontroversi MMR dan Autisme > Salam, > Berikut disampaikan salah satu komentar sejawat kita yang mengomentari > tulisan > Dr Rudy Sutadi Sp A., di surat kabar Republika. Semoga berguna. > > === > > Dear All, > > Seperti saya sudah tulis terdahulu, kita perlu berhati-hati dalam menyikapi > debat autisme-MMR ini. Forward dari Dr Erik saya lihat memiliki beberapa > kelemahan sebagai berikut: > > 1. Si penulis memiliki bias yang kuat, mungkin sekali karena pengalaman > pribadi dan posisi organisatorisnya. Paper ini sangat sepihak sifatnya. > Hanya dua ahli yang dikutip, Wakefield dan Singh, tanpa secara kritis > membahas kesahihan studi mereka berdua. Minim sekali argumen pro-MMR dan > disodorkan dengan kata-kata yang bersifat negatif ("Lembaga resmi milik > pemerintah, tentunya berpikir dengan skala nasional. Sehingga mungkin > terjadinya beberapa kasus autisme pasca MMR dari sekian ribu anak, bagi > mereka mungkin tidak berarti apa-apa.") > > 2. Meski saya pribadi belum membaca penelitian Wakefield dan Singh, beberapa > rekan korespondensi menyatakan bahwa metode dan data mereka tidak sahih. > Patofisiologi yang dikemukakan Wakefield sama sekali belum terbukti > kebenarannya. Meski penderita autism menunjukkan protein tertentu dalam > CSF-nya, belum terbukti yang mana menyebabkan yang mana (apakah otak > keracunan protein itu ataukah otak yang terganggu kemudian memproduksi > protein tersebut). Dalam Epidemiologi fenomena ini sudah dikenal baik: > hubungan sebab-akibat praktis tidak bisa ditelusuri dengan penelitian > cross-sectional, melainkan memerlukan randomised controlled trial atau > setidaknya cohort study atau (lebih lemah lagi) case-control. > > 3. Apakah peningkatan autism di berbagai negara selalu berhubungan dengan > MMR? Kenyataannya, MMR untuk bayi hanya tersedia di negara maju, sementara > peningkatan autism terjadi di seluruh dunia. Lagi-lagi ini adalah kelemahan > Epidemiologis: hanya karena dua peristiwa terjadi bersamaan tidak berarti > yang satu menyebabkan yang lain! > > 4. Senada dengan (3), apakah benar autisme anak penulis berhubungan dengan > MMR yang diterimanya? Banyak sekali "kesaksian" bahwa seorang anak/bayi > tadinya normal, lalu disuntik MMR dan booom... tahu-tahu autistik. Asal tahu > saja, onset autisme memang sering demikian, tadinya tidak apa-apa tahu-tahu > jadi autistik. Pernahkah ada studi tentang pengalaman orang tua yang anaknya > autistik tanpa menerima MMR? Menurut saya ada kemungkinan mereka akan > mengisahkan cerita yang sama, yaitu anaknya tiba-tiba berubah. Ada unsur > probabilitas di sini, yaitu "kebetulan" saja kedua peristiwa itu (MMR dan > onset autism) terjadi berdekatan, dan sekali lagi terlalu dini untuk > mengatakan bahwa ini adalah suatu sebab-akibat. > > 5. Akhirnya, mari kita lihat situasi di Indonesia. Berapa sih harga MMR? > Siapa yang sanggup mem-vaksinasi bayinya dengan MMR? MAYORITAS penduduk > Indonesia tidak mampu membeli vaksin ini. Dari segi Kesehatan Masyarakat, > kita masih punya banyak sekali prioritas lain yang lebih penting daripada > berlarut-larut mendebatkan topik yang hanya melibatkan sejumlah kecil > masyarakat Indonesia. > > PENDAPAT DAN ANJURAN SAYA: > 1. Sekali lagi, berhati-hatilah dalam menanggapi debat MMR-autisme atau > debat medik apa pun, apalagi yang nadanya emosional. Lihatlah seobjektif > mungkin dari sudut pandang kedua belah pihak. > 2. Mumps dan Rubella relatif tidak begitu berbahaya sehingga TIDAK HARUS > diberikan sejak bayi. Saya sarankan pemberian MMR ditunda dulu sampai usia > anak sudah agak besar (misalnya SD) di mana kalau ada bibit autisme > kemungkinan besar sudah akan tampak tanda dan gejalanya. Ini perlu > dilakukan sambil menunggu hasil penelitian yang lebih sahih. > > > Salam, > Brahm. >> kirim bunga, pesan cake & balon ulangtahun? klik, http://www.indokado.com >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]