Dear all,,

ini saya cuplik dari Kompas hari Ini (rubrik Iptek),
mungkin bisa menjawab pertanyaan soal transgenik.

rosalie


Senin, 11 Februari 2002

Transgenik yang Dikhawatirkan 

SURVEI oleh sebuah stasiun televisi swasta setelah pengumuman YLKI tentang
pangan berbahan transgenik di Indonesia menunjukkan, hanya dua dari 10 orang
yang tahu arti pangan transgenik. Sebagian masyarakat bahkan cenderung
membayangkan sesuatu yang menakutkan. Istilah pangan transgenik merujuk pada
pangan yang bahan dasarnya mengandung organisme yang telah mengalami
rekayasa genetika. Dengan teknologi itu, gen dari berbagai sumber dapat
dipindahkan ke tanaman. Gen bisa berasal dari manusia, binatang, tumbuhan
lain, bakteri, virus, bahkan DNA telanjang yang ditemukan di tanah. 

Gen adalah kumpulan asam deoksiribo nukleat (DNA) yang mengatur dan
mengendalikan sifat makhluk hidup. Ada gen yang mengatur mengapa buah tomat
ketika masak berwarna merah, kera memiliki ekor, atau manusia Indonesia
berambut hitam. Bahkan, gen dalam batas-batas tertentu mengendalikan mengapa
seseorang cenderung bertindak agresif dan jahat sedangkan lainnya
lemah-lembut.

Hingga saat ini sudah ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil
dipindahkan ke tanaman dan memunculkan ratusan jenis varietas tanaman baru,
disebut tanaman transgenik. Sebagian besar tanaman transgenik belum
dipasarkan. Hingga tahun 2000, baru 24 jenis varietas tanaman transgenik
dikomersialisasikan di Amerika. Tahun ini diperkirakan lebih dari 30
varietas tanaman transgenik dipasarkan. 

Saat ini ada empat tanaman transgenik utama yaitu: 1) kedelai transgenik
yang menguasai 36 persen dari 72 juta hektar (ha) area global tanaman
kedelai, 2) kapas transgenik yang mencakup 36 persen dari 34 juta ha, 3)
kanola transgenik, 11 persen dari 25 juta ha, dan 4) jagung transgenik, 7
persen dari 140 juta ha. 

Berdasarkan luas area penanaman dan sifat baru yang disisipkan, kedelai
transgenik tahan herbisida menduduki ranking pertama (25,8 juta ha) diikuti
jagung Bt (tahan ulat penggerek), kanola tahan herbisida, jagung tahan
herbisida, kapas tahan herbisida, kapas Bt dan tahan herbisida, kapas Bt,
serta jagung Bt dan tahan herbisida. 

Masuk Indonesia

Bahan pangan dari tanaman transgenik sudah barang tentu masuk pula ke
Indonesia, terutama kedelai dan jagung transgenik. Hingga saat ini
pemerintah belum melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung,
dan bahan pangan transgenik apa yang boleh masuk di Indonesia. Negara-negara
lain seperti Jepang, Uni Eropa, Korea, Taiwan, Australia, Singapura,
beberapa negara Timur Tengah, serta Eropa Timur, menetapkan standar dan
melakukan sendiri analisis keamanan pangan terhadap produk-produk transgenik
impor.

Ketidakmampuan menetapkan jenis bahan pangan transgenik yang boleh masuk
berisiko bagi pengusaha makanan yang berorientasi ekspor. Karena, bila bahan
transgenik itu dilarang di negara tujuan ekspor, maka produknya akan
ditolak.

Kemampuan pemerintah melacak dan mengendalikan distribusi bahan pangan
transgenik juga berperan penting. Hingga saat ini kita tidak tahu ke mana
bahan tersebut beredar serta digunakan untuk apa. Boleh jadi bahan tersebut
yang seharusnya untuk pakan, karena ketidaktahuan masyarakat atau petani
kemudian ditanam. Melalui penyerbukan silang (sifat ini sangat dominan pada
jagung transgenik), jagung lain yang nontransgenik segera berubah menjadi
transgenik. 

Penolakan masyarakat Eropa, Jepang, dan Amerika menyebabkan pangsa pasar
produk pertanian bukan transgenik (non-GMO) meningkat pesat. Hal ini
sebenarnya menjadi kesempatan emas petani-petani Indonesia dengan dukungan
pemerintah.


Risiko kesehatan

Negara yang melakukan penanaman komersial produk transgenik biasanya
melakukan analisis keamanannya, termasuk konsekuensi langsung dan tidak
langsung. Konsekuensi langsung, misalnya, kajian apakah terjadi perubahan
nutrisi, munculnya efek alergi, atau toksisitas akibat rekayasa genetika. 

Konsekuensi tidak langsung, misalnya, efek baru yang muncul akibat transfer
gen, perubahan level ekspresi gen pada tanaman sasaran, serta pengaruhnya
terhadap metabolisme tanaman. Beberapa efek lain yang serin kali tidak dapat
diantisipasi perlu juga dikaji, misalnya, gene silencing, interupsi sekuens
penyandi, atau berubahnya sistem regulasi gen-gen.

Karena pangan merupakan hal yang sangat kompleks, maka kajian keamanan
pangan yang sederhana (sebagai contoh menganalisis kandungan pestisida,
logam berat, dan senyawa toksik dalam pangan) tidak dapat dilakukan. 

Berkait dengan pangan transgenik dikembangkan pendekatan substantial
equivalence, yaitu membandingkan pangan transgenik dengan pangan
konvensionalnya. Bila keduanya sama (yang tidak berarti harus identik),
memiliki status nutrisi sama serta tidak memiliki pengaruh negatif terhadap
kesehatan, maka pangan transgenik tersebut aman dikonsumsi.

Namun, kontroversi masih terjadi, karena sebagai produk teknologi baru
risiko jangka panjangnya belum diketahui. Ilmuwan sendiri, tidak akan pernah
mampu menyatakan bahwa suatu produk 100 persen aman karena risiko sekecil
apa pun akan tetap ada.

Risiko ini juga berkait dengan pola konsumsi. Di AS, misalnya, kedelai
rata-rata melalui proses pengolahan panjang sehingga DNA maupun protein
transgenik rusak sebelum dikonsumsi. Di Indonesia, kedelai hanya melalui
proses pengolahan pendek sebelum menjadi tempe atau tahu. 

(Dwi Andreas Santosa, ahli genetika molekuler ) 
 


>> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke