mudah-mudahan bermangfaat
dari tabloid  nikita
>  
> Tahapan Perkembangan Usia 0-1 Tahun
> 
> * 1 bulan
> - Dapat mengangkat kepala sebentar ketika tengah tengkurap.
> - Refleks menggenggamnya makin berkembang kuat.
> - Bisa melihat pola hitam-putih dari jarak 8 inci dari wajahnya.
> - Menggunakan ekspresi wajah untuk menarik perhatian kita.
> 
> * 2 bulan
> - Dapat mengangkat kepala setinggi 45 derajat selama beberapa menit.
> - Kepala tetap tegak takkala dipegang dalam posisi berdiri.
> - Menenangkan diri dengan cara mengisap jari atau dot.
> - Mata mengikuti objek yang bergerak.
> 
> * 3 bulan
> - Dapat mengangkat kepala setinggi 90 derajat ketika tengkurap.
> - Kepala tegak dalam posisi didudukkan.
> - Melihat berbagai warna dengan jelas.
> - Menggunakan tangan yang mengepal ketika memukul mainan atau suatu objek.
> - Muncul senyum sosial pertama.
> 
> * 4 bulan
> - Memasukkan setiap objek ke mulut (sebagai tanda eksplorasi).
> - Mengeksprolasi tangan dan kakinya sendiri.
> - Dapat mengenali orang dan objek.
> - Mulai mengkonsumsi makanan semi padat.
> - Berguling dari arah depan ke belakang atau sebaliknya.
> - Mengangkat dada ketika tengkurap dengan di-support kedua tangannya.
> 
> * 5 bulan
> - Berceloteh dan tertawa keras.
> - Kepala tegak dalam posisi diberdirikan.
> 
> * 6 bulan
> - Menggerak-gerakkan mainan yang berbunyi.
> - Dapat memindahkan suatu objek dari tangan satu ke tangan lain.
> - Dapat duduk sendiri.
> - Dapat memegang botol sendiri.
> - Bisa berkata "ba", "ga" , "ma" atau kombinasi konsonan dan vokal
> lainnya.
> - Menunjukkan kelekatan dengan cara menangis ketika orang yang dekat
> dengannya pergi.
> - Meraih objek yang menarik perhatiannya.
> 
> * 7 bulan
> - Berdiri dengan bantuan.
> - Menggunakan cara berguling untuk bergerak.
> - Dapat memegang kuping cangkir dengan bantuan.
> - Menunjukkan rasa cemas melihat orang baru.
> 
> * 8 bulan
> - Dapat makan craker atau makanan yang kecil.
> - Melihat ketika ada barang jatuh.
> - Merangkak dalam jarak dekat.
> - Berusaha berdiri.
> - Menggunakan tangan yang tergenggam untuk memungut barang.
> - Bermain ciluk ba.
> - Menggunakan telunjuk untuk menunjuk sesuatu.
> 
> * 9 bulan
> - Berkata "mama" atau "dada"
> - Mengambil makanan dengan jari.
> - Dapat melangkah sebentar dengan bantuan.
> - Merangkak ke tangga.
> - Merespon beberapa perkataan terutama bila dipanggil namanya.
> 
> * 10 bulan
> - Berdiri dengan bantuan.
> - Dapat duduk dari posisi berdiri.
> - Dapat ditarik dari posisi tidur ke posisi duduk.
> - Mencari objek yang disembuyikan.
> - Mengulang suara atau gerakan untuk menarik perhatian.
> - Dapat melambaikan tangan.
> 
> * 11 bulan
> - Berceloteh panjang.
> - Mengangkat tangan atau kaki ketika dipakaikan baju.
> - Memegang cangkir atau gelas sendiri.
> - Merambat (berjalan dengan memegang meja atau benda lainnya).
> - Berjalan beberapa langkah tanpa berpegangan sesuatu.
> 
> * 12 bulan
> - Berdiri tanpa bantuan.
> - Berjalan tanpa/dengan bantuan.
> - Memberikan ciuman ketika diminta.
> - Mengambil dan memberikan mainan.
> - Menggerakkan benda ketika mencari mainan/objek.
> 
> 
> AGAR SI PEMALU BERANI BICARA
> 
> Buat anak pemalu, jangankan untuk berbicara, diminta menyapa orang lain
> saja, belum tentu ia mau melakukannya. Nah, agar si pemalu berani omong di
> lingkungan sosialnya, kita perlu mendukungnya untuk lebih percaya diri.
> Misalnya dengan mengatakan, "Kemarin Tante di sebelah rumah senang sekali
> waktu Kakak mengucapkan salam kepadanya. Ia benar-benar suka sama Kakak."
> Namun buat anak yang terlalu ramah terhadap orang-orang di sekitarnya, ia
> perlu masukan dari kita tentang bagaimana mengendalikan keramahan yang
> berlebihan. Misal, "Boleh-boleh saja, kok, Kakak mengucapkan 'Halo',
> asalkan kepada teman-teman sebayamu. Namun jangan digunakan pada saat kita
> bertemu dengan orang yang lebih tua karena tak sopan."
> 
> MENGAJARKAN KEAMANAN DIRI
> 
> Di usia prasekolah, lingkungan sosial anak makin luas. Itu sebab, ia perlu
> diajarkan menjaga keamanan dirinya, seperti, "Jangan pernah berbicara
> dengan orang asing, sekalipun jika mereka minta pertolongan," atau "Jangan
> pernah menerima makanan maupun minuman apa pun dari seseorang yang belum
> kita kenal sama sekali."
> Kita bisa mengajarinya lewat permainan peran agar ia lebih mudah menyerap
> informasi yang kita berikan. Misal, tanyakan padanya, "Andaikan suatu
> waktu ada seorang anak yang lebih besar dari Kakak memaksa untuk
> mencarikan kucing peliharaannya yang hilang, apa yang akan Kakak lakukan?"
> Beri tahukan pula langkah apa yang akan kita ambil bila menghadapi hal
> tersebut, yaitu, "Segera menyingkir dan mencari orang dewasa yang kita
> kenal untuk meminta bantuan."
> 
> AJARKAN MENGONTROL DIRI
> 
> Anak-anak yang pemberani perlu dibantu untuk mengendalikan dorongan dalam
> dirinya. Kalau tidak, keberaniannya bisa mencelakakan dirinya sendiri.
> Misal, si kecil melompat tinggi-tinggi di atas jalan beraspal. Jika
> terjatuh, tentu ia bisa terluka. Namun melarangnya juga bukan cara yang
> bijak. Paling baik, jelaskan padanya seperti, "Ibu tahu Kakak bisa
> melakukannya. Namun menurut Ibu, lompatan itu sepertinya terlalu tinggi
> buat Kakak padahal Kakak akan jatuh di aspal. Jadi, sebaiknya coba dulu
> melompat di atas rumput."
> Akan halnya si penakut, yang perlu kita lakukan adalah mendorongnya untuk
> lebih percaya diri akan kekuatan tubuhnya. Misal, si kecil takut naik
> perosotan, katakan, "Walaupun perosotan itu sepertinya tinggi, tapi Ibu
> pikir cukup aman karena Kakak akan mendarat di pasir. Coba, deh, nanti Ibu
> yang akan menangkap Kakak begitu sampai di bawah."
> 
>  Bayi pun Bisa Mengenali Dirinya, Lo!
> 
> Seiring berjalannya waktu, hubungan antar jaringan-jaringan sinapsis yang
> bertugas mengatur "program kerja" di otak akan semakin kuat. Kian eratnya
> hubungan antar jaringan inilah yang antara lain menumbuhkan sense of self
> dalam diri seseorang. Artinya, si kecil pun mulai mengenali dirinya
> sebagai individu/makhluk independen.
> Ada cara sederhana yang bisa kita pakai untuk menguji apakah sense of self
> ini sudah terbentuk dalam diri si kecil. Coba oleskan sedikit lipstik di
> hidungnya, lalu ajak ia bercermin. Bayi-bayi yang baru berusia sekitar 4
> bulan, umumnya hanya akan menunjuk-nunjuk ke bayangan wajah yang muncul di
> cermin tanpa memberi reaksi berlebih karena memang belum bisa mengenali
> dirinya. Namun bayi-bayi yang lebih besar akan menunjukkan reaksi berbeda.
> Awalnya, mereka akan tertegun, tapi lalu segera memperlihatkan kegembiraan
> luar biasa. Mereka langsung menyentuh dan menggosok-gosokkan olesan
> lipstik di hidung mereka saat dihadapkan ke cermin. Soalnya, jelas Esther
> Thelen dari Universitas Indiana, AS, pada tahapan usia belasan bulan
> inilah bayi mulai mengenali bahwa yang terpantul di cermin adalah wajah
> mereka.
> Nah, Bu-Pak, cikal bakal pengenalan dan kebanggaan diri inilah yang perlu
> terus dipupuk agar anak semakin menemukan jati dirinya saat dewasa kelak.
> 
> Ayah-Ibu, Hati-Hati Bertingkah Laku
> 
> Sering, kan, kita mendengar nasehat agar selama hamil, calon bapak dan ibu
> tak bertingkah laku yang neko-neko; pandai-pandai mengendalikan sikap dan
> perilaku? Tujuannya, agar anak yang lahir kelak menjadi anak baik dan tak
> terpengaruh tindakan ibu-ayahnya saat ia masih di kandungan.
> Memang, sampai saat ini belum ada kepastian ilmiah seberapa jauh tindakan
> ayah-ibu selama ibu hamil, akan berpengaruh pada perilaku anak setelah
> dilahirkan. Yang jelas, perkembangan ilmu pengetahuan tentang perkembangan
> anak selama ini menunjukkan, selain kondisi fisik-fisiologis ibu saat
> hamil, keadaan lingkungan kehidupan ibu juga berpengaruh pada perkembangan
> bayi. "Ternyata bayi tak tumbuh seperti parasit yang mengambil semua zat
> terbaik dari ibu demi perkembangan dirinya. Semua hal yang dialami ibu,
> akan mempengaruhi janin secara tak langsung melalui reaksi fisiologis ibu
> yang dampaknya akan mengenai kondisi uterus sebagai lingkungan kehidupan
> janin," jelas dra. Shinto B. Adelar, Msc., di acara Ibu Bayi & Balita yang
> ditayangkan di ANteve, kerja sama nakita dengan PT Endrass Perdana Film.
> Pertama, pengaruh obat-obatan, rokok, dan alkohol yang dikonsumsi ibu
> hamil membawa risiko pada bayi. "Ibu perokok banyak melahirkan bayi dengan
> berat badan lahir rendah, kurang responsif terhadap lingkungan,
> kewaspadaan kurang, perhatian kurang dan cepat bosan."
> Kedua, stres emosional juga berdampak pada perkembangan perilaku bayi.
> "Ibu hamil yang berada dalam keadaan stes mengalami kecemasan yang kuat
> atau berkepanjangan cenderung lebih rentan terhadap abortus spontan,
> mengalami komplikasi persalinan, kelahiran prematur, berat badan lahir
> rendah, kesulitan pernafasan." Ibu yang mengalami depresi berat atau
> berkepanjangan berisiko melahirkan bayi yang pasif, terlihat seperti
> mengantuk dan sering menangis.
> Stres mempengaruhi susunan saraf otonom, hingga hormon adrenalin akan
> diproduksi cukup banyak. Nah, hormon akan menembus plasenta masuk ke
> aliran darah, hingga bayi juga mengalami stres, detak jantungnya lebih
> cepat, banyak sekali bergerak, dan pasokan oksigen berkurang.
> Dalam keadaan stres, darah disalurkan ke seluruh bagian tubuh agar siap
> untuk menghadapi bahaya, hingga pasokan ke uterus berkurang. Pada janin
> dalam keadaan stres, nutrisi ternyata tidak/kurang dapat
> diserap/dimanfaatkan untuk pertumbuhan badan hingga berat badan lahir bayi
> menjadi rendah.
> Setelah lahir, bayi cenderung jadi irritable atau lekas marah, gelisah dan
> temperamen sulit. Hal ini dapat berpengaruh jangka panjang seperti hasil
> penelitian menunjukkan, anak yang mengalami stres saat di kandungan
> ternyata lebih banyak mengalami masalah psikologis dibandingkan yang tak
> mengalami stres.
> Untuk itu, ibu hamil perlu memperoleh lingkungan yang supportive dari
> pasangan, orang tua, dan mertua. Calon ibu perlu menata diri agar kondisi
> emosionalnya positif. Mengenal Skizofrenia : Gejalanya Mirip Hiperaktif
> Namun jangan buru-buru "menuduh" si kecil yang hiperaktif menderita
> skizofrenia, ya, Bu-Pak. Soalnya, untuk menegakkan diagnosis skizofrenia
> pada anak bukan hal mudah dan harus ekstra hati-hati. "Butuh observasi
> tingkah laku lebih jauh, terutama pada anak dengan
> gangguan berbahasa yang berat. Pada kasus-kasus seperti ini perlu waktu
> terapi lebih lama," tutur Dr. Eliyati D. Rosadi, SpKJ., psikiater anak
> pada Sanatorium Dharmawangsa, Jakarta.
> Selain itu, kemunculan skizofrenia amat jarang terjadi pada balita. Dari
> populasi penderita di Indonesia yang diperkirakan berjumlah sekitar 2 juta
> orang, hanya 0,1-1 persen anak usia di bawah 10 tahun yang mengalaminya.
> Jadi, bisa dibayangkan betapa kecil kemungkinannya.
> Cuma, bila ada anggota keluarga yang menderita penyakit ini, perlu
> perhatian lebih. Soalnya, faktor genetik merupakan penyebab potensial
> munculnya skizofrenia. "Kemunculannya 5-20 kali lebih besar pada orang
> yang punya hubungan saudara ketimbang populasi umum." Adapun yang lebih
> berpeluang mendapat "warisan" penyakit ini ialah anak lelaki karena
> kromosomnya XY. Jadi, entah ayah/ibunya yang menderita, peluangnya sama
> besar buat si Buyung.
> Bukan berarti yang lainnya aman-aman saja, lo. Sebab, komplikasi kehamilan
> dan persalinan juga berpotensi memunculkan penyakit ini. Misal, ibu hamil
> terkena TORCH, demam tinggi akibat influensa berat atau rubella/campak,
> ketuban pecah dini atau berwarna hijau dan partus lama. Soalnya,
> kejadian-kejadian tadi memperbesar risiko janin mengidap traumatic brain
> injury. Begitu juga bila ibu hamil tercemar zat-zat beracun semisal
> alkohol dan nikotin. Itu sebab, ibu hamil selalu dianjurkan menjauhkan
> diri dari hal-hal yang merugikan kesehatan diri dan janinnya. Sementara
> komplikasi persalinan berupa tindakan yang menimbulkan trauma/perlukaan.
> Penyebab lain, faktor organik seperti terganggunya proses
> maturasi/kematangan saraf pusat, juga memunculkan skizofrenia. Misal,
> komplikasi perinatal/bayi baru lahir seperti perubahan pada batok kepala,
> baik dalam bentuk maupun ukuran yang akan berpengaruh pada otak bayi. Bisa
> juga karena kerusakan susunan saraf pusat akibat tumor otak dan trauma
> kepala, atau ada kemunduran kerja saraf, gangguan metabolisme, maupun
> kerusakan otak akibat infeksi atau sebab lain.
> 
> CIRI-CIRI
> 
> Skizofrenia merupakan gangguan perkembangan saraf yang berakibat pada
> fungsi kognisi, afeksi, dan hubungan sosial. Gangguan ini bersifat kronis
> dan bisa terbilang gangguan jiwa taraf berat karena penderita mengalami
> split personality/jiwa terbelah. Kendati di tingkat ringan, penderita bisa
> hidup normal; di tingkat sedang, dapat menjalani kehidupan sehari-hari
> tapi disertai keluhan berkepanjangan. Kecuali di tingkat berat, penderita
> sulit membedakan alam nyata dengan alam fantasinya.
> Pada anak, terang Eliyati, skizofrenia muncul perlahan berupa
> ketaknormalan perkembangan secara umum dan kepribadian, mencakup gangguan
> tingkah laku dan gangguan perkembangan yang berlipat ganda, yaitu gangguan
> kekurangan fungsi kognitif, motorik, sensorik, dan fungsi sosial.
> Adapun ciri-cirinya tak beda dengan penderita dewasa, yakni ada halusinasi
> (mendengar suara tanpa ada sumber suara). "Namun pada anak, ciri ini bukan
> harga mati sebagai gejala pasti skizofrenia. Soalnya, mungkin saja
> merupakan imajinasi belaka, salah interpretasi dari pengalaman
> intrapsikisnya, maupun salah mengerti pertanyaan atau gejala gangguan
> psikotik lainnya." Yang jelas, skizofrenia ditandai adanya waham, yaitu
> pikiran yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata tapi diyakini
> sebagai kebenaran semisal mengaku utusan nabi atau anak raja.
> Ciri lain yang dominan adalah disorganisasi berupa pola pikir dan tingkah
> laku yang kacau serta aneh seperti bicara sendiri, bicara ngaco karena
> asosiasi longgar, atau bahkan pola pikirnya tak logis. Selain itu, sulit
> menyusun kalimat/kata dengan benar lantaran antar kata sering tak nyambung
> karena mereka juga tak mampu mengolah informasi. Namun jangan salah, bukan
> berarti penderita skizofrenia adalah orang-orang yang ber-IQ rendah, lo.
> Justru mayoritas penderitanya ber-IQ tinggi, sedangkan yang ber-IQ rendah
> cuma 10-20 persen.
> Penderita juga "hobi" mengumpulkan sampah atau menimbun makanan tanpa
> tujuan, sering mengamuk/marah tanpa sebab, gelisah, gaduh, melenturkan
> atau bahkan mematung dan mengkakukan diri. Juga sering bengong, tak banyak
> bicara karena pikirannya miskin, apatis, dan tak punya keinginan untuk
> berbuat apa pun. Kemampuan afeksinya tumpul akibat memburuknya gangguan
> perasaan, yang bukan diakibatkan oleh perubahan suasana hati/mood. Begitu
> pula kemampuan daya pikirnya menurun secara progresif, hingga mengalami
> kemunduran belajar secara berlebihan.
> Bertumpuknya gangguan-gangguan tadi membuat yang bersangkutan mengalami
> kegagalan mencapai tahap perkembangan sosial yang diharapkan sesuai
> usianya. Terlebih fungsi sosialnya pun mengalami gangguan dengan menarik
> diri atau bahkan mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Sementara
> kemampuan menolong diri sendiri juga hilang, hingga kondisi kesehatan
> dirinya buruk sekali. Kebersihan dirinya menurun drastis, semisal seminggu
> penuh ogah mandi, jarang ganti baju, atau mengenakan baju berlapis-lapis
> tanpa alasan.
> 
> PENGOBATAN
> 
> Upaya pengobatan ditempuh melalui 3 cara secara bersamaan: obat-obatan,
> rehabilitasi dan terapi psikologik. Tentu disesuaikan juga dengan
> perkembangan yang khas pada penderita, kebutuhan keluarga, dan perbedaan
> tingkat gangguan.
> Yang jelas, Bu-Pak, untuk membantu proses penyembuhan atau mengurangi
> tingkat kekambuhan, dukungan orang tua dan lingkungan amat berarti.
> Minimal dengan tak menganggap penderita sebagai musuh, pengacau atau orang
> yang harus disingkirkan karena menimbulkan aib bagi keluarga.
> Selain itu, Eliyati menyarankan orang tua si penderita atau mereka yang
> berpeluang terkena skizofrenia agar tak mematok tuntutan kelewat tinggi
> maupun mengumbar amarah saat anak gagal melakukan tugas tertentu. 
> Soalnya, meski sudah dinyatakan sembuh, 30 persen gejala sisa pada
> skizofrenia akan kambuh.
> 
  





>> kirim bunga, pesan cake & balon ulangtahun? klik, http://www.indokado.com  
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]




















Kirim email ke