Sakapeung kaparawanan sok dianggap penting pisan. Tah kulantaran kitu,   jadi 
lahan bisnis, bisnis malikkeun kaparawanan ...hehehe, saperti beja dihandap ieu:

Wanita Arab Lebih Memilih Operasi Selaput Dara di Paris  
SENIN, 26 APRIL 2010 | 11:15 WIB
Besar Kecil Normal  
.

TEMPO Interaktif, Paris -Karena melanggar tabu, wanita Arab dan negara-negara 
di Timur Tengah lebih memilih operasi selaput dara di Prancis. 

Wanita-wanita ini telah melakukan hubungan seks di luar nikah dan jika 
ketahuan, mereka menghadapi risiko dikucilkan lingkungan mereka sendiri atau 
bahkan dibunuh. Dengan tekanan sosial yang begitu besar bahkan beberapa wanita 
sampai bunuh diri.

Mereka melakukan operasi selaput dara karena ingin memastikan ada darah yang 
tertumpah di sprei tempat tidur di malam pertama perkawinan. Mereka bersedia 
mengeluarkan uang sekitar 2.000 euro atau sekitar Rp 24 juta untuk operasi 
pembedahan yang dapat mengembalikan keperawanan mereka.

Sonia yang tidak ingin identitas aslinya diketahui, misalnya, pergi ke klinik 
Dr Marc Abecassis di Paris yang melakukan pembedahan untuk menyambung kembali 
selaput daranya. "Semula saya sempat berpikir untuk bunuh diri setelah 
melakukan hubungan seks pertama kali," kata dia, "Tapi sekarang saya melihat 
ada jalan keluar."

Sonia adalah mahasiswi muda berambut cokelat yang sedang belajar seni di sebuah 
akademi di Paris. Walaupun lahir di Prancis, hidup Sonia sangat kental dengan 
budaya dan tradisi Arab dan dia tumbuh di bawah pengawasan keluarga besar Arab 
yang tradisional.

Ia mengatakan tak akan pernah membeberkan rahasia ini ke siapa pun, khususnya 
kepada calon suaminya nanti. "Saya mengangap ini adalah kehidupan seks saya dan 
saya tidak perlu memberitahu siapa pun soal ini," kata dia. "Kaum pria lah yang 
membuat saya berbohong soal ini," Sonia menambahkan.

Dr Abecassis melakukan bedah menyambung selaput dara atau disebut juga sebagai 
"hymenoplasty" paling tidak dua sampai tiga kali seminggu. Proses menyambung 
kembali selaput dara memerlukan waktu sekitar 30 menit dengan bius lokal. Dia 
mengatakan rata-rata pasiennya berumur 25 tahun dan mereka berasal dari semua 
kelas sosial.

Walaupun pembedahan ini dilakukan di seluruh dunia, Dr Abecassis adalah satu 
dari sedikit ahli bedah keturunan Arab yang mau berbicara secara terbuka 
mengenai hal ini.

Beberapa wanita datang ke klinik dia karena mereka memerlukan sertifikat 
perawan sebagai syarat untuk menikah. "Dia bisa menghadapi bahaya karena 
kadang-kadang ini adalah masalah tradisi dan keluarga," kata Dr Abecassis. 
"Saya yakin kami sebagai dokter tak berhak menentukan apapun bagi dia atau 
menghakimi dia."

Pabrik-pabrik Cina memimpin dalam industri ini, sekarang ada pilihan non bedah 
yang tersedia di pasaran. Satu situs internet menjual selaput dara palsu hanya 
sekitar US$20 atau sekitar Rp 200 ribu. Selaput dara buatan Cina ini terbuat 
dari bahan elastis yang diisi dengan darah palsu. Begitu dimasukkan ke dalam 
vagina, wanita penggunanya bisa kembali perawan, begitu klaim perusahaan 
pembuatnya.

Tapi ini bukan pilihan bagi Nadia. Sebagai anak perempuan yang tumbuh di daerah 
pedesaan Libanon, dia jatuh cinta dan kemudian kehilangan keperawanannya. "Saya 
sangat khawatir keluarga saya akan tahu khususnya karena mereka tidak merestui 
hubungan saya," kata dia. "Saya takut mereka mungkin akan membunuh saya."

Setelah berhubungan selama tujuh tahun, keluarga pacarnya ingin anak laki-laki 
mereka menikahi wanita lain. Nadia berusaha bunuh diri. "Saya minum sebotol 
Panadol dan sebotol bahan pembersih," kata dia. "Saya tenggak dan berkata, 
'inilah akhirnya'." Nadia sekarang berumur 40 tahun dan baru mengetahui soal 
bedah selaput dara sekitar enam tahun lalu.

Dia sekarang sudah menikah dan punya dua anak. Bagi dia malam pertamanya adalah 
siksaan yang panjang. "Saya tidak tidur sepanjang malam. Saya menangis," kata 
dia. "Saya sangat takut tapi suami saya tidak curiga sama sekali." Itu adalah 
rahasia Nadia yang akan dibawanya hingga ke liang kubur. "Saya siap untuk 
merahasiakan ini sampai mati," kata dia. "Hanya Tuhan yang akan tahu soal ini."

Tapi bukan hanya generasi yang lebih tua yang menerima pandangan tradisional 
soal hubungan seks sebelum nikah ketika memilih seorang istri. Ketika orang 
menunggu darah tertumpah di kain seprei, itu adalah tradisi budaya, tidak ada 
hubungannya dengan hukum Syariah

Noor adalah seorang profesional yang bekerja di Damaskus. Dia bisa disebut 
mewakili kamu muda Suriah dalam masyarakat yang sekuler. Tapi walaupun Noor 
mengatakan dia percaya pada persamaan hak wanita, di bawah sikapnya yang 
liberal terletak sikap konservatif yang sudah berurat berakar.

"Saya kenal beberapa wanita yang menjalani bedah ini dan pada malam pertama 
perkawinan mereka, suami mereka mengetahui," kata dia. "Mereka sadar istri 
mereka tidaklah perawan. Walaupun mungkin nanti masyarakat sudah menerima ini, 
saya tetap akan menolak menikahi wanita seperti ini."

Para ulama Muslim dengan cepat mengatakan masalah keperawanan itu bukan masalah 
agama. "Kita harus ingat bahwa ketika orang menunggu darah tertumpah di kain 
seprei, itu adalah tradisi budaya," kata ulama Suriah, Sheikh Mohammad Habash. 
"Ini tidak ada hubungannya dengan hukum Syariah."

Masyarakat Kristen di Timur Tengah seringkali sangat kuat kepercayaannya bahwa 
perempuan harus perawan ketika menikah.

Penulis masalah-masalah sosial Arab, Sana Al Khayat yakin seluruh persoalan ini 
lebih pada soal "kontrol" diri wanita itu sendiri.


Kirim email ke