Baraya, Euleuh... nyanggut euy. Sababaraha waktu ka tukang kuring pernah ngusulkeun dina postingan tiheula perkara infrastruktur sapedah! Hayoh... ojok2 ku sarerea: murah, aman, sehat jeung aman lingkungan!
RH Ketika Penyepeda Diajak Berdiskusi di Gedung Joang 45... M Nasir Sore itu hujan gerimis mulai menyapu kawasan Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat. Serombongan orang bersepeda yang melaju beriring-iringan di jalan itu pun menggenjot pedal lebih keras agar ketika sampai di tempat tujuan pakaian mereka tidak basah. Kalau sampai baju basah kacaulah rencana mereka untuk menghadiri acara diskusi publik hari itu, Rabu, 22 Februari 2006, yang diselenggarakan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) bekerja sama dengan Institut Studi Transportasi (Instran). Diskusi yang bertema "Kembali ke Sepeda sebagai Moda Transportasi yang Ramah Lingkungan" itu mengambil tempat di Gedung Joang 45, Jalan Menteng 31, Jakarta Pusat. Diskusi ini menyedot banyak peserta dari kalangan pengendara sepeda, baik penggemar sepeda, sekadar pemakai, maupun komunitas pekerja bersepeda. Suasana menjadi lain ketika banyak peserta yang datang dengan menunggang sepeda. Gedung Joang 45 yang di dalamnya terdapat koleksi beberapa mobil antik menjadi lebih lengkap ketika sepeda-sepeda yang juga antik itu diparkir berjajar di halaman parkir gedung yang bernilai sejarah itu. Terlihat pada kerangka sepeda-sepeda tua itu masih terdapat merek Simplex (buatan Amsterdam), Gruno (Winschoten), Fongers (Groningen), dan Phoenix (Leeuwarden) yang sudah sulit diidentifikasi tahun pembuatannya. Sepeda antik itu diparkir berjajar dengan modern seperti sepeda gunung, federal, dan lain-lain yang sengaja dibawa peserta diskusi. Jalur khusus sepeda Dalam diskusi publik yang dipandu Darmaningtyas, Direktur ITDP Indonesia, dengan begitu mudah ditebak oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. "Saya tahu apa yang ada di benak kalian. Pasti ingin jalur khusus sepeda..." tutur Fauzi yang disambut tepuk tangan hadirin yang sebagian besar adalah komunitas pekerja bersepeda (bike to work). Kalau bukan Fauzi Bowo mungkin sulit menerka apa yang menjadi kemauan pengendara sepeda. Fauzi dapat dikatakan bukan orang lain dalam komunitas bike to work karena dia sering menggenjot sepeda bersama komunitas ini. Bahkan, dia dapat dikatakan sebagai salah satu sosok "lokomotif" dalam gerakan kembali bersepeda. "Saya bagian dari komunitas ini. Gerakan bersepeda harus terus ditumbuhkan. Ada atau tidak ada lokomotifnya harus tetap jalan," kata Fauzi yang diharapkan kalangan pengendara sepeda memberikan kemauan politik yang berpihak kepada mereka dan diri Fauzi yang disebut-sebut dicalonkan menjadi gubernur DKI. Akan tetapi, sebagai salah satu anggota tim pemerintahan pimpinan Gubernur Sutiyoso yang berhasil membangun jalur bus khusus (busway) di Jakarta ini, Fauzi Bowo secara terang-terangan tidak berani berjanji membuat jalur khusus sepeda jika jumlah masyarakat yang bersepeda belum signifikan. "Bagaimana mungkin kita membuat jalur khusus sepeda? Orang yang rajin menggunakan sepeda jumlahnya hanya segini saja," kata Fauzi sambil menunjuk ke arah jumlah peserta diskusi. Fauzi menilai jumlah pengendara sepeda belum seberapa dibanding dengan jumlah penduduk Jakarta yang mencapai sekitar sembilan juta orang. "Kalau jumlah orang yang bersepeda mencapai ratusan ribu orang, itu bisa dibuatkan jalur khusus. Karena itu ayo kita tingkatkan jumlahnya," kata Fauzi yang membuka diskusi tersebut. Menurut hasil survei Instran pada akhir Juni 2005, dalam sehari jumlah sepeda yang melewati Jalan Sudirman (Jakarta) dari arah Jalan Thamrin (Jakarta) tercatat 52 sepeda. Sedangkan sepeda yang menuju arah Jalan Thamrin 122 sepeda. Mereka yang menggunakan sepeda itu adalah pedagang keliling, seperti pedagang bakso, siomay, dan roti. "Masih terlalu minim pelajar dan pekerja kantoran yang bersepeda," kata Darmaningtyas dalam makalahnya yang dibagi-bagikan kepada peserta diskusi. Konsep undangan Meski sama-sama menginginkan jumlah pengendara sepeda meningkat, Darmaningtyas dan Fauzi berbeda pendapat. Fauzi menghendaki jumlah orang bersepeda ditingkatkan dulu, baru dibuatkan jalur khusus sepeda. Sedangkan Darmaningtyas berpendapat sebaliknya, dibuatkan jalur khusus dulu baru masyarakat banyak yang bersepeda. Darmaningtyas mengutip Jan Ghell, arsitek perkotaan terkemuka di Denmark yang pernah berkunjung ke Yogyakarta dan Jakarta pada Desember 2004. Menurut Jan Ghell, kita perlu mengembangkan konsep undangan dalam membangun jalan. Artinya, kalau mau mengundang pengendara sepeda, bangunlah jalur khusus sepeda. "Kalau tersedia jalur khusus, pasti mereka (masyarakat) memilih bersepeda, seperti di Bogota," tutur Darmaningtyas. Dengan demikian, jumlah pengendara sepeda di Jakarta secara otomatis akan meningkat. Di Bogota, sebelum dibangun jalur khusus sepeda, pengendara sepeda hanya empat persen. Setelah dibangun jalur khusus, dalam waktu lima tahun jumlah pengendara sepeda meningkat 14 persen dari total perjalanan. Dimaki-maki Karena tidak adanya jalur khusus sepeda, pengendara sepeda sering kali dimaki-maki pengendara sepeda motor dan mobil. Pengendara sepeda dianggap mengganggu kendaraan bermotor karena kecepatannya jauh berbeda dengan kendaraan bermotor. "Saya ingin ada penelitian yang komprehensif mengenai gangguan di jalan, apakah pengendara sepeda yang mengganggu atau pengendara kendaraan bermotor yang mengganggu," kata Fauzi Bowo yang juga menginginkan adanya penelitian jarak tempuh ideal orang bersepeda. "Apakah 30 km sekali jalan atau bolak-balik, atau berapa?" tambah Fauzi. Kesempatan berdiskusi itu juga menjadi arena penyampaian unek-unek pengendara sepeda. Unek-unek yang disampaikan peserta umumnya sakit hati terhadap perilaku pengendara sepeda motor dan mobil yang mereka nilai belum bisa menghargai pengendara sepeda. Misalnya saja Tadjudin (53) yang setiap hari bolak-balik bersepeda dari rumahnya di Dasana Indah Blok SHG No 7 Legok, Kabupaten Tangerang, dan tempat kerjanya di Cengkareng, Jakarta Barat. Dia mengaku sempat marah karena terpancing ulah pengendara sepeda motor. "Saya ini sudah tua, kalau dimaki-maki dengan kasar saya juga tidak tahan," katanya. Kemarahan muncul ketika terjadi kemacetan arus lalu lintas di Jalan Daan Mogot. Ketika itu ada celah sedikit yang memungkinkan Tadjudin dengan sepedanya masuk. Tetapi saat yang sama pengendara sepeda motor juga berancang-ancang masuk. Tadjudin tidak mau kalah. "Sett..." Tadjudin mendahului masuk. Ia kemudian dipepet pengendara sepeda motor sambil dimaki-maki. "Aduh, apa salah saya," kata Tadjudin yang kini menjadi aktivis bike to work. Tentu banyak cerita lain yang menjengkelkan mereka, termasuk menghadapi juru parkir yang belum bisa menghargai sepeda sebagai alat transportasi. http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/ [Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/