Teddi,

Artikelnya bagus loch...
Saya sangat suka matematika tetapi sangat sulit bicara.
Sulit bicara adalah kadang maksud yang disampaikan seringkali bisa menyakiti 
seseoang. Gmana yach caranya supaya mengatur kata-kata yang baik.

Dalam hati saya sebenarnya , tidak ada terbenak benci/marah tetapi si 
penerima/lawan bicara merasa kesal apabila berbicara dengan saya...

Thx,
David


----- Original Message ----
From: Teddi Prasetya Yuliawan <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; inspirasiindonesia 
<[EMAIL PROTECTED]>; trainer-indonesia <[EMAIL PROTECTED]>; hypnosis-indonesia 
<[EMAIL PROTECTED]>; Penulis Bestseller <[EMAIL PROTECTED]>; [EMAIL PROTECTED]; 
[EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; 
[EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; bicara@yahoogroups.com
Sent: Thursday, November 29, 2007 10:25:01 AM
Subject: [Bicara] Article: Think Out of the Box dengan "Cartesian Coordinate"

Think Out of the Box dengan "Cartesian Coordinate"
Read More? http://i-coachlink. com dan http://idnlpsociety .wordpress. com 
Join the Community? indonesia-coach- community- subscribe@ googlegroups. com 
dan idnlpsociety- subscribe@ yahoogroups. com
Upcoming Event? NLP Adventure: Self Leadership Mastery, 15-16 Desember 2007 


Saya bukanlah seorang penggemar matematika. Setidaknya, demikian keyakinan saya 
terhadap subyek yang satu ini sebelum saya mempelajari NLP. 
Wah, apakah karena saya telah mengubah keyakinan saya dengan NLP?
He..he..sayangnya, tidak seheroik itu. Saya hanya menemukan sebuah pelajaran 
NLP yang menjadi salah satu jawaban atas pertanyaan saya kepada guru matematika 
SMA saya beberapa tahun lalu. Sedikit bernostalgia, saya sempat terkena omelan 
karena bertanya, "Pak, apa sih gunanya kita mempelajari logika matematika?" 
Dan, menemukan bahwa pengalaman itu masih teringat dengan detil sampai 
sekarang, tentu unconscious saya menganggap itu adalah hal yang penting untuk 
diingat dan dimaknai.
Demikianlah, tahun pun berlalu. Saya mendengar bahwa subyek yang satu itu konon 
bermanfaat bagi mereka yang mempelejari ilmu komputer, terutama yang berkaitan 
dengan desain perangkat lunak. Alhasil, saya yang tidak terlalu berminat dengan 
dunia perkomputeran (kecuali sebatas yang saya butuhkan) pun kembali tidak 
tertarik untuk mengetahui sampai di mana manfaatnya.
OK, cukup nostalgianya. Ya, NLP mengajarkan saya tentang aplikasi "Cartesian 
Coordinate" dalam komunikasi. Sebelum melangkah lebih lanjut, saya ingin 
mengingatkan kepada Anda semua: ilmu ini SANGAT POWERFULL! Jadi, 
berhati-hatilah jika akan menggunakannya. Tidak saja ia akan membuat Anda 
bingung, tapi juga mengobok-obok keyakinan lama yang bertahun-tahun bersarang 
di dalam diri Anda.
Wuih, tampak menyeramkan? Tenang, tidak segitunya kok J . Lihat saja sendiri.
Omong-omong, Anda ingat kan Cartesian Coordinate (CC) ini? Itu loh, yang ada 
garis X dan Y membentuk sumbu. Memang, ada yang sampai Z, tapi kita tidak 
gunakan itu kali ini. Nah, jika Anda menggambar kedua garis tersebut, Anda 
tentu akan mendapati gambar seperti di bawah ini. 
Bagian yang paling kanan atas, biasa disebut sebagai kuadran I, dengan nilai 
positif semuanya (+,+). Bergeser ke kiri, Anda akan menemui kuadran II, dengan 
nilai positif dan negatif (-,+).Ke bawah, Anda akan melihat kuadran III, dengan 
nilai negatif dan positif (-,-). Terakhir, ke kanan, berujung pada kuadran IV, 
dengan nilai (+,-). 
Cukup pusing? Eit, jangan buru-buru. Kita belum masuk ke bagian yang 
mengasyikkan. 
Lalu, bagaimana kita bisa menerapkan CC ke dalam komunikasi? 
Mari kita ambil contoh kalimat berikut:
          Saya merasa sulit berkomunikasi dengan rekan kerja saya.
Jika kita pecah kalimat tersebut menjadi 2 premis yang terpisah, maka kita bisa 
melihatnya seperti ini:
          Saya merasa sulit berkomunikasi 
dan 
dengan rekan kerja saya
Sekarang, kita anggap keduanya masuk ke dalam kuadran I. Nah, bagaimana kita 
bisa think out of the box dengan pernyataan seperti ini? Mudah, cukup mainkan 
ia dengan cara memindahkannya ke dalam kuadran-kuadran yang lain.
Contoh, kita mainkan di kuadran II. Karena rumus di kuadran II adalah (-,+), 
maka kita tetap mempertahankan premis pertama dan menegasikan premis kedua. 
          Saya tidak merasa sulit berkomunikasi, dengan rekan kerja saya 
Sedikit modifikasi, kita bisa membantu rekan yang mengeluarkan pernyataan ini 
dengan pertanyaan, "Oh ya? Kapan kamu pernah merasa tidak kesulitan 
berkomunikasi dengan rekan kerjamu?"
Dan, BOOM! Ia yang sedang menikmati state masalah di 'kotak'-nya pun akan mulai 
'melirik' ke luar kotak dan bertanya-tanya, "Mmmm...kapan ya aku pernah merasa 
tidak kesulitan berkomunikasi dengan rekan kerjaku?"
Belum puas? Mainkan lagi di kuadran III. Ingat rumusnya? Yak, (-,-). Maka ia 
menjadi:
          Saya tidak merasa sulit berkomunikasi, tidak dengan rekan kerja saya
Bagaimana modifikasinya? Tepat! Bisa seperti ini, "Hmm...coba kamu ingat-ingat 
pengalamanmu berkomunikasi dengan orang lain selain rekan kerjamu. Bagaimana 
menurutmu kamu bisa begitu smooth berkomunikasi dengan mereka?"
Dan, Dhuar!!! Ia pun melirik ke 'kotak' yang lain sembari bertanya-tanya, "Eh, 
sama si Anto sih aku selalu bisa smooth. Gimana caranya ya?"
Masih ingin bermain? OK, kita pindahkan ia lagi ke kuadran IV sekarang. Dengan 
rumus (+,-) maka kalimatnya menjadi:
          Saya merasa sulit berkomunikasi, tidak dengan rekan kerja saya
Agar tidak membingungkan, kita lakukan modifikasi sehingga menjadi, "Oh, apakah 
kamu juga merasa sulit berkomunikasi dengan selain rekan kerja kamu?" Dan ia 
pun akan bertanya-tanya, "Eh, iya ya. Sama orang lain, apakah aku punya 
kesulitan komunikasi juga?"
Aha! Asyik, bukan? OK, kita ambil satu contoh lagi.
          Saya sering merasa gugup ketika ingin melakukan presentasi
Kita bisa mainkan, modifikasi, dan jadilah:
Kapan kamu pernah tidak gugup ketika melakukan presentasi?
Coba kamu ingat-ingat pengalamanmu melakukan sesuatu dengan sangat percaya 
diri. Apa menurutmu yang bisa membuatmu demikian?
Apakah kamu juga merasa gugup ketika melakukan hal lain selain presentasi?
Mudah, kan? Easy, but really really powerfull! 
Saya banyak menggunakan ini jika sedang berada dalam mode seorang coach. 
Berbeda dengan terapi, dalam coaching kita tidak pernah memberikan saran 
apapun. Seorang Coach hanya boleh bertanya dan memfasilitasi klien sampai ia 
bisa menemukan solusinya sendiri. 
Loh, mengapa? 
Terapi menempatkan seseorang dari kondisi minus ke titik nol, sedangkan 
coaching menempatkannya dari titik nol ke titik plus mana pun yang ia inginkan. 
Dari titik minus ke nol, klien pasti sudah memiliki motivasi yang tinggi untuk 
berubah karena mereka telah merasakan kepedihan berada dalam kondisi tersebut. 
Sementara untuk mencapai titik plus yang diinginkan, motivasi dan komitmen 
serupa bisa jadi belum terlalu besar disebabkan oleh kondisi nyaman yang 
dialami. Inilah yang menjadi dasar seorang Coach harus menggelitik klien dengan 
berbagai pertanyaan sehingga ia terinspirasi dan terdorong menemukan pencerahan 
sendiri. 
So ,  sudah siap mencoba SEKARANG?


-- 
Salam Street Smart NLP!

Teddi Prasetya Yuliawan
Indonesia NLP Society <http://idnlpsociety .wordpress. com>
Indonesia Coach Community < http://i-coachlink. com)




      
____________________________________________________________________________________
Be a better pen pal. 
Text or chat with friends inside Yahoo! Mail. See how.  
http://overview.mail.yahoo.com/

Kirim email ke