Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Kepada kita selalu dikatakan untuk mencintai pekerjaan. Sebab 
katanya, jika kurang mencintai pekerjaan yang kita miliki, maka 
tidak mungkin kita bisa mengoptimalkan potensi diri yang ada dalam 
diri kita. Nasihat ini sungguh masuk akal. Sebab, tidaklah mungkin 
bisa bersungguh-sungguh mencurahkan 100% kemampuan yang kita miliki 
untuk mengerjakan sesuatu yang tidak kita cintai. Tantangannya 
sekarang adalah; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada 
perkerjaan? Tahukah anda?

Hari jum'at pekan silam saya berkunjung kekantor seorang tokoh 
pengusaha sukses, sekaligus penulis buku best seller, dan trainer 
terkemuka yang sangat saya hormati. Beliau membekali saya dengan 
gift berupa tas yang didalamnya berisi brosur tentang salah satu 
bidang usaha pengembangan sumber daya manusia yang dikelolanya. 
Karena isinya cukup banyak, maka saya memutuskan untuk membaca 
informasi yang ada didalamnya sedikit demi sedikit. Satu demi satu 
modul dan majalah yang ada saya baca. Sampai pada akhirnya, saya 
mengeluarkan satu-satunya majalah yang masih tersisa didalam tas 
itu. Dan, dihadapan saya sekarang ada majalah tentang teknologi dan 
perkembangan dunia komputer.

Tidak seperti buku dan majalah referensi lain dalam paket itu, 
majalah komputer tersebut masih dibungkus plastik, layaknya benda 
pajangan di rak toko buku. Padahal, dalam diri saya tumbuh sebuah 
sistem nilai; `orang yang berhak membuka pembungkus buku adalah sang 
pemiliknya saja'. Jadi kalau anda bukan pemiliknya, maka anda tidak 
berhak untuk membuka plastik pembungkus majalah itu; kecuali atas 
seijin pemiliknya. 

Dalam obrolan kami diruang kerjanya, saya memang 
mendapatkan `tambahan' majalah bertema keluarga yang diberikan 
secara khusus mengingat didalamnya ada liputan tentang keluarga 
beliau. Jadi, majalah itu bukanlah paket standard gift perusahaan. 
Oleh karena itu, ketika saya menemukan majalah komputer tadi, maka 
langsung saya bepikir; "Ya Tuhan, Beliau membeli majalah ini untuk 
dibaca dan secara tidak sengaja terbawa oleh saya." Lalu, saya 
bergegas ke kantor pos, dan mengirimkan majalah itu kembali dengan 
sepucuk surat berisi permohonan maaf. Dua hari kemudian, saya 
mendapat SMS dari beliau yang mengatakan bahwa majalah itu memang 
termasuk kedalam paket yang diberikan kepada saya!

Betapa noraknya saya ini, bukan? Tetapi, kenorakan yang memalukan 
itu terbayar lunas ketika saya teringat bahwa pada cover majalah 
komputer itu ada sebuah poster film animasi yang fenomenal. Anda 
bisa menebak film apa itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants. 
Anda suka menonton film itu? Saya menyukai saat-saat menikmati 
tayangannya bersama anak-anak.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta 
kita kepada perkerjaan?  Mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk 
bertanya kepada SpongeBob. `Ayolah, jangan bercanda!" barangkali 
anda berpikir begitu. Tidak. Saya tidak sedang bercanda. Saya kira 
SpongeBob bisa mengajari kita tentang rasa cinta kepada pekerjaan. 
Saya tahu bahwa tidak ada jaminan; SpongeBob bisa memberikan jawaban 
eksak tentang cara mengukur dan alat ukurnya. Tetapi, SpongeBob bisa 
menunjukkan kepada kita bagaimana semestinya kita mencintai 
pekerjaan. 

Ada banyak hal dalam kehidupan yang membuat SpongeBob sedih, kesal, 
atau marah. Dia bisa menangis tersedu-sedu karenanya. Lalu 
memelintirkan tubuhnya untuk memeras semua airmata yang dimilikinya 
agar terkuras habis. Dan, setelah pori-pori spon pada tubuhnya 
kehabisan air; dia segera tertawa kembali sambil menunjukkan gigi 
depannya yang besar-besar dan jarang. Begitulah SpongeBob. Dia bisa 
segera tertawa kembali; dan menemukan hidupnya, kembali normal. 
Namun demikian, tahukah anda bahwa ada satu hal didunia ini yang 
bisa membuat SpongeBob bersedih tanpa henti? Tahukah anda apa itu? 
Itu adalah saat dimana Tuan Krabs memintanya untuk berhenti bekerja. 
Ketika itulah SpongeBob bersedih alang kepalang, sehingga Patrick si 
bintang lautpun tidak dapat menghiburnya.

Anda boleh bilang; "Ya kalau itu sih bukan cuma SpongeBob. Gue juga 
bakal sedih betul kalau sampai diberhentikan dari pekerjaan!" 
Mungkin sama. Mungkin juga tidak. Sama, karena kebanyakan orang yang 
terkena PHK merasa bersedih. Kebanyakan: tidak semua. Sebab, ada 
saja yang malah senang mendapatkan paket PHK, bukan?. Tapi, pada 
umumnya orang bersedih jika di-PHK. Sponge bob juga bersedih. Jadi, 
itu adalah hal yang lumrah. Tetapi tidak sepenuhnya sama, karena 
kesedihan SpongeBob berbeda dengan kesedihan kita kalau kena PHK. 

Kita, jika kena PHK bersedih karena memikirkan seribu tanya tak 
berjawab; "Saya mau kerja apa lagi setelah ini? Cari pekerjaan kan 
susah setengah mati? Anak istri saya mau dikasih makan apa?" Padahal 
kan sudah jelas; ya dikasih makan nasi-lah. Masa dikasih kerikil. 
Kita berputus asa. SpongeBob berbeda. Dia bukan mempertanyakan 
semuanya itu. Dia bersedih karena benar-benar mencintai pekerjaannya 
sebagai juru masak di restoran milik Tuan Krabs. Ukuran cinta 
SpongeBob ditunjukkan dengan kegembiraannya setiap kali dia bekerja. 
Tengoklah filmnya sesekali jika anda perlu membuktikan kata-kata 
saya ini. Ketika bekerja, SpongeBob selalu tampil ceria. Dan dia 
selalu didorong untuk membuat masakan terbaiknya hari itu. Kompor. 
Kuali. Minyak goreng. Api. Adonan roti. Sebut saja apa. Semua yang 
berhubungan dengan pekerjaannya dijadikan sahabat dimana dia bisa 
menikmati hidupnya. Menikmati proses menjalani pekerjaannya, sehari-
hari. 

Begitulah wujud sebuah cinta kepada pekerjaan adanya. Maka tidaklah 
mengherankan jika restoran Tuan Krabs sangat sulit untuk ditandingi. 
Bahkan, investor yang mendatangi Tuan Krabs untuk mengakuisisi 
Krusty Krab dengan imbalan uang yang melimpah ruah pun tidak 
berhasil menggeser kepemilikan restoran itu. Tahukah anda apa 
penyebabnya? Anda tahulah, jika mahluk rakus uang seperti Eugene H. 
Krabs ditawari cash yang melimpah ruah; pasti dia akan menyerah 
begitu saja. Sekalipun itu berarti bahwa dia harus kehilangan 
restoran miliknya. Jadi, sudah tentu bukan keengganan Tuan Krabs 
penyebab kegagalan akuisisi itu. Lalu apa dong?

Jawabannya adalah; Kecintaan SpongeBob kepada pekerjaannya. Kita 
semua tahu betul bahwa bekerja yang dilandasi dengan rasa cinta akan 
memberikan hasil terbaik. Kualitas produk yang dibuat oleh orang-
orang yang mencintai pekerjaannya pastilah berkelas nomor satu. Dan 
itulah yang terjadi pada SpongeBob. Karena cintanya pada pekerjaan, 
dia dapat menghasilkan masakan yang paling enak diseluruh Bikini 
Bottom. Dan itu menyebabkan semua penduduk kota menyukainya.

Ketika investor kapitalis itu datang untuk mengakuisisi restoran 
Tuan Krabs. Dan dihadapannya sudah terhampar sejumlah nyaris tak 
terbilang uang. Surat perjanjian jual beli siap untuk ditanda 
tangani. Tiba-tiba, penduduk dunia ikan seisi kota air mendatangi 
restoran itu. Mereka berdemo, untuk menghentikan transaksi itu. 
Mereka tidak menginginkan akuisisi itu. Lalu, apa hak mereka? 
Bukankah restoran itu milik Tuan Krabs? 

Benar. Restoran itu milik Tuan Krabs. Tetapi, ada satu komponen 
penting di restoran ini yang dimiliki oleh semua orang seisi kota. 
Tahukah anda apa gerangan itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants 
dengan cita rasa masakan yang dibuatnya berkat bumbu rahasia bernama 
cinta kepada pekerjaan. Cinta itu melahirkan dedikasi. Dan dedikasi 
memunculkan kesungguhan. Sementara, kesungguhan menghasilkan 
keunggulan.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta 
kita kepada perkerjaan?  Apakah sekarang anda sudah menemukan 
jawabannya?

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://www.dadangkadarusman.com/

Catatan Kaki:
Tidak perlu menunggu terkena PHK terlebih dahulu untuk mulai 
mencintai pekerjaan yang kita miliki. Karena jika demikian, maka 
semuanya sudah teramat sangat terlambat.

Buku "Belajar Sukses Kepada Alam" klik disini:
http://www.dadangkadarusman.com/books/belajar-sukses-kepada-alam/  

Untuk Update Artikel Terbaru Dari Dadang Kadarusman Melalui Email, 
klik disini: http://www.dadangkadarusman.com/contact-us/email-alert/ 


Kirim email ke