Fatsun Politik (1)
 
By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
 
    Manusia adalah makhluk politik (zon politicon). Ia memiliki tabiat suka 
bekerjasama dan bersaing sekaligus. Dalam bekerjasamapun manusia sambil 
bersaing satu sama lain.Dalam bersaing ada yang fair dan ada yang tidak fair. 
Persaingan politik pada umumnya lebih menggoda untuk tidak fair karena politik 
lebih dekat ke syahwat dibanding ke hati nurani. Bahkan partai yang sudah 
menamakan dirinya Partai Hati Nuranipun tetap lebih didominir oleh syahwat 
politik dibanding nurani politik. Nurani dan syahwat politik merupakan ekpressi 
kekhalifahan manusia. 
 
Secara vertical manusia memang memiliki dua dimensi, hamba Alloh dan khalifah 
(wakil) Nya. Sebagaihamba manusia adalah kecil tak berarti, tetapi sebagai 
khalifah Nya, manusia memiliki kebesaran luar biasa karena yang diwakili adalah 
Tuhan Yang maha Besar. Sebagai khalifah manusia diberi kekuasaan untuk 
menegakkan kebenaran seperti yang diajarkan Tuhan. Hanya saja tak selamanya 
nurani manusia berfungsi.Nurani dari kata nur artinya cahaya, jadi nurani 
adalah cahaya ketuhanan yang ditempatkan di dalamhati manusia, oleh karena itu 
nurani selalu konsisten dengan kebenaran ketika ia berfungsi optimal. Cahaya 
nurani tidakberfungsi ketika tertutup oleh keserakahan dan maksiat. Ketika 
nurani (cahaya) mati maka hati menjadi gelap, dan perilaku orang seperti dalam 
kegelapan,; salah langkah,salah ambil,salah naroh dan salah pandang.
 
        Menurut epistimologi Islam, ilmu politik (`ilm assiyasah) berada 
dibawah ilmu teologi (`ilm ushuluddin). Maknanya kekuasaan politik harus 
dijalankan seperti Tuhan berkuasa. Di satu sisi Tuhan adalah Maha Kuasa, tetapi 
di sisi yang lain,Tuhan adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Menejemen dari dua 
sisi ektrim itu adalah keadilan,dan Tuhan adalah Maha Adil. Nah fatsun politik 
yang benar adalah manakala insane politik tetap konsisten bersikap dan 
bertindak adil, yakni menempatkan segala sesuatu pada proporsinya,tidak memutar 
balik, tidak berlebihan.
 
       Sesungguhnya politik itu memiliki tiga dimensi; ilmu, game dan seni. 
Ilmu politik bisa melahirkan konstitusi, peraturan dan struktur yang logic. 
Game politik membuat persaingan politk menjadi meriah, menggairahkan, kalah 
menang menjadi sesuatu yang biasa. Seni politik membuat perkelahian sekalipun 
indah dirasa dan indah ditonton.
 
Fatsun Politik Pemimpin Kita
 
       Perjalanan sejarah bangsa, disadari atau tidak telah membentuk warna dan 
corak perilaku politik para pemimpin. Penjajahan Belanda ratusan tahun 
disamping melahirkan sifat kepahlawanan,juga melahirkan sifat pengkhianatan dan 
dendam. Revolusi 45 telah melahirkan sifat anarkis. Periode Sukarno sedikit 
menyuburkan nasionalisme, periode panjang Suharto menanamkan sikap 
kepura-puraan.Nah kesemuanya itu tumpah ruah pada era reformasi yang digelar 
bersamaan dengan proses globalisasi . Perilaku politik para pemimpin bangsa 
mencerminkan gabungan dari sifat-sifat itu, dendam,khianat,anarki dan pura-pura.
 
         Pada periode akhir masa penjajahan, para pemimpin generasi kebangkitan 
nasional banyak sekali mereka yang memiliki integritas tinggi sebagai pejuang. 
Pada awal Republik ini, tokoh-tokoh se angkatan Moh Natsir juga menunjukkan 
integritas yang tinggi sebagai pemimpin sehingga dalam konflikpun mereka 
menjaga fatsun politiknya sebagai negarawan. Pada periode Pak Harto selama 30 
tahun,karena Pak Harto terlalu kuat dan tidak mau disaingi maka terjadilah loss 
generation. Tokoh-tokoh muda yang berbakat menjadi pemimpin nasional  
dikandangin di ”ruang isolasi”, ada yang di parlemen, ada yang di kabinet, 
tetapi semuanya berada di bawah bayang-bayang Suharto. Yang berani nentang 
sedikit seperti kelompok petisi 50 ditaroh di kandang yang berbeda. Ali Sadikin 
mestinya berbakat jadi Presiden,  tetapi ia tak pernah berkesempatan 
untukbersaing. Apalagi tokoh-tokoh muda, mereka terlena dalam seakan-akan.
 
       Dampak dari lost generation itusangat terasa ketika bangsa membutuhkan 
hadirnya pemimpin besar. Pasca Suharto kita tidak punya orang. Stok pemimpin 
yang ada hanya yang pas-pasan sebagai pemimpin kelompok. Anggaplah,SBY adalah 
yang terbaik diantara yang pas-pasan itu, tetapi SBY harus berhadapan dengan 
ekpetasi masyarakat yang sangat tinggi, sementara problem yang ditinggalkan 
oleh Pak Harto menumpuk dan membelit hingga hampir-hampir tidak ada teori yang 
bisa digunakan sebagai problem solving secara tepat. Sementara itu pesaing pak 
SBY yang sesungguhnya lebih pas-pasan berkoar-koar mengkritik tetapi juga tidak 
mampu mengajukan resep tandingan. Tanpa disadari, anarki bukan hanya di lakukan 
dijalanan,
 
 MPR pun melakukan amandemen yang anarkis, dialog antar elit juga 
anarkis,bahkan takbir pun anarkis. Mestinya takbir adalah kalimat suci yang 
hanya diucapkan pada saat puncak emosi secara vertikal (kepada Tuhan). Nah 
untuk merobohkan pintu gerbang DPR ketika demopun disertai dengan pekik takbir. 
Masyaallooooh, astaghfirulloooh. Melihat daftar nama caleg 2009 dari semua 
partai , hati lebih miris, karena tokoh yang berintegritas diri tinggi sulit 
sekali di jumpai dari mereka... 
 
Saya tidak bisa membayangkan  progres lima tahunan 2009, 2014, 2019,karena 
sesungguhnya bangsa ini butuh konsep untuk 50 – 100 tahun ke depan. Kita sudah 
melakukan moratorium amandemen, tapi kita tidak boleh stagnant, maka kita harus 
berani melakukan Restorasi Indonesia, yang lama tapi baik kita pelihara,  dan 
kita hanya mau menerima yang baru dari luar apa yang sudah teruji lebih baik. 
Almuhafadzatu `ala al qadim assalih, wa al’akhdzu biljadid al-ashlah. Kata 
ideologi NU.
 
sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com
 
Wassalam,
agussyafii



      

Kirim email ke