*Dimana Anda “Memancing” Selama Hidup ?* By Made Teddy Artiana
Pada sebuah kesempatan pulang kampung ke Bali, aku menyempatkan diri untuk menjenguk rumah baru kakak ku. Rumah dengan design unik dengan dua buah kolam ikan. Satu di depan yang dihuni oleh para Koi, yang lain dibelakang. Ini incaranku. Kolam untuk perut. Pancing, goreng dan sikaaaaattt.. Tetapi walaupun memancing dikolam sendiri, ternyata tidak semudah perkiraanku. Sudah sepuluh menit aku bengong disini. Aku dan bamboo kecil melengkung ini. Namun belum ada seekor bayi ikanpun berhasil diseret keluar. Ikan-ikan ini tidak dapat dipandang sebelah mata. “Coba perhatikan umpannya”, teriak ayahku sambil tersenyum. Umpan ? Oke..saran yang patut didengar. Kuangkat pancingku keluar dari air. Ternyata ia benar. Cacing pucat, yang bergantung loyo itu sudah bergeser dari mata pancing. Mata kailnya tidak tersamar lagi, ujung runcing menyeruak keluar. Ikan manapun tidak akan dengan sengaja menggigit besi itu tanpa alasan. Kecuali kedua matanya jereng.”perlu kesabaran dan kreatifitas…”, kata ayahku untuk kedua kalinya. Hasilnya mulai tampa ketika aku menuruti nasehat itu. Strike !! Seekor ikan berukuran sedang berhasil kudapatkan. Satu persatu, dalam berbagai ukuran, walau kadang ada yang terlepas. Asyik juga… Tiba-tiba sebuah wangsit dari Mbah Jambrong menghampiriku. Sebuah pertanyaan naïf. Apakah rejeki dalam hidup seperti ini juga. Seperti memancing ikan dikolam sendiri. Seperti rejeki yang sudah ada ketika kita lahir kedunia, ikan-ikanpun sudah tersedia disini. Satu-satunya yang diperlukan adalah menjemputnya. Tetapi persoalannya memancing ikan dikolam sendiri tentu berbeda dengan memancing ikan bersama-sama orang lain disebuah pemancingan ikan. Yang satu adalah one to one, yang lain many to one. Yang satu berurusan dengan kolamnya sendiri, yang lain rebutan dalam sebuah kolam. Memancing di kolam pemancingan melibatkan satu kata yang kadang memunculkan benci tapi rindu. Persaingan. Benci ketika kita jadi korban dan rindu ketika kita adalah pemenangnya. Sebuah candu.Apakah memancing rejeki dalam hidup seperti memancing sendiri dikolam pribadi ataukah memancing disebuah tempat pemancingan ? Bagaimana jika seandainya yang benar adalah yang pertama. Bahwa perkara rejeki sebenarnya adalah seperti memancing dikolam sendiri. ? Dengan kata lain setiap orang –begitu ia lahir kedunia- memiliki kolamnya sendiri-sendiri. Anda tidak dapat saya dan begitu pula sebalikya. Kita tidak berkuasa menyerobot rejeki milik orang lain. Tidak ada persaingan. Jika ini benar berarti teori-teori cerdas sejenis Blue Ocean Strategy akan segera menjadi penghuni tempat sampah. Menggelikan memang. Itu juga berarti perjalanan hidup iga puluh tahun ini, aku lalui dengan begitu bodoh. Betapa tidak dalam perjalanan hidupku, begitu sering aku merasa terancam akan keberadaan “pemancing-pemancing lain”. Ketakutan akan diserobot, kadang begitu menguasaiku, sehingga hidup ini berubah tidak lagi indah. Lebih lagi, berarti selama ini TUHAN diatas sana pastilah menutup wajah dengan kedua tangan beliau. Malu hati. Manusia yang diharapkan dapat membanggakan, untuk kesekian kalinya kembali memermalukan Nya dihadapan balatentara surga. Pastilah Beliau, sudah begitusering mengirimkan para malaikat untuk memberitahu kita tentang sebuah kebenaran tentang rahasia hidup. Tetapi bagaikan berbicara dengan batu. Ilmu itu kita abaikan. Manusia terlalu sibuk dengan kebenarannya sendiri. Berarti sekian lama, iblis dan setan-setan kecil keponakannya telah begitu lama menertawai kita. Mereka berhasil menyakinkan kita betapa tidak cukupnya segala sesuatu dalam hidup ini. Karena itu harus diperebutkan, harus saling meliciki, harus saling menjegal. Seperti kata pepatah : Sebuah kebohongan jika jika cukup keras disuarakan, oleh banyak orang dari waktu ke waktu lambat laun akan dipercaya sebagai sebuah kebenaran. Keluarga memunculkan itu kepermukaan. Lembaga pendidikan membakukan dan masyarakat memeliharanya. Lengkap sudah. Kita dipesarkan dalam sebuah pardigma lomba pemancingan. Aku tentunya terlalu beliau untuk memutuskan mana paradigma yang benar. Begitu banyak orang tua yang bijak yang sudah mengarungi hidup ini. Mungkin hidup akan membuka rahasianya kepada kita kalau saja kita mau mendengar. Teringat sebuah kalimat yang sering berkumandang ditelinga tentang : TUHAn adalah seperti prasangka hamba-hambanya, atau dalam sebuah bahasa lain : Jadilah kepadamu menurut iman mu !! Jangan-jangan bukan hidup yang mempermainkan kita, tetapi kita para pencipta permainan. Yang mempersulit hidup yang sebenarnya simple nan indah ini, yang kemudian jatuh kedalam permainan kita sendiri. -- with friendship, respect & blessing Made Teddy Artiana, S. Kom "Follow effective action with quiet reflection. >From the quiet reflection will come even more effective action." (Peter Drucker) T J A M P U H A N company profile developer [ My Photography PORTFOLIO ] # Commercial Photography # http://companyprofile.multiply.com http://withbobsadino.multiply.com # Wedding Special Photography # Pernikahan Agung Puteri Sri Sultan Hamengku Buwono X GRAJ Nurkamnari Dewi & Jun Prasetyo MBA http://nurkamnaridewi.multiply.com # Wedding Photography # http://candidwedding.multiply.com http://weddingcandid.multiply.com http://prewedding.multiply.com http://prewedding1.multiply.com http://prewedding2.multiply.com http://prewedding3.multiply.com http://outdoorprewedding.multiply.com http://weddingceremony.multiply.com # Jurnalism Photography # http://fotojalanan.multiply.com # Blogger # http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com [ CONTACT US ] Esia. 96202505 Flexy. 70820318 m. 0815 740 900 80 - 0813 178 227 20 email. teddyartiana_photogra...@yahoo.com