FYI,
untuk disebarluaskan :)

thanks..

---------- Forwarded message ----------
From: abdul malik <[EMAIL PROTECTED]>
Date: 2008/6/3
Subject: [PasarBuku] Agenda SASTRA Festival Seni Surabaya 2008
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]


   YAYASAN SENI SURABAYA


Mengundang Bapak / Ibu / Saudara dalam acara

SEMINAR KEBUDAYAAN
100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL


Tema
Nasionalisme dalam Arus Global (Memikirkan Ulang tentang Keindonesiaan)

Pembicara
Diah Arimbi (Pengamat Sastra, Surabaya)
Hariyadi (Pengamat Politik, Surabaya)
Afrizal Malna (Seniman, Jakarta)

Moderator
Dimam Abror (Budayawan)

Waktu dan Tempat
Seminar diselenggarakan pada :
Hari, Tanggal : Selasa, 10 Juni 2008
Waktu : Pukul 10.00 – 12.00 WIB
Tempat : Gedung Balai Pemuda,
Jln Gubernur Suryo 15 Surabaya
Nomor telpon sekretariat (031) 5474704

Seminar Nasional ini merupakan rangkaian dari Festival Seni Surabaya (FSS)
tanggal 1 – 15 Juni 2008 di Balai Pemuda Surabaya.





YAYASAN SENI SURABAYA


Mengundang Bapak / Ibu / Saudara dalam acara

DISKUSI SASTRA
KEBANGKITAN SASTRA POPULER RELIGIUS


Tema
Nasionalisme dalam Arus Global (Memikirkan Ulang tentang Keindonesiaan)

Pembicara
Akhmad Muhaimin Azzet (Editor Penerbit DIVA Press)
Vanny Chrisma W (Novelis)

Moderator
Abdul Malik (Mojokerto)

Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal : Minggu, 10 Juni 2008
Waktu : Pukul 10.00 – 12.00 WIB
Tempat : Gedung Balai Pemuda,
Jln Gubernur Suryo 15 Surabaya
Nomor telpon sekretariat (031) 5474704

Diskusi ini merupakan rangkaian dari Festival Seni Surabaya (FSS)
tanggal 1 – 15 Juni 2008 di Balai Pemuda Surabaya.





Mengapa Diskusi Sastra Populer?
Sastra populer memiliki pembaca yang lebih riil dibanding sastra serius.
Lihat saja, ini sebagai misal, novel Ayat-Ayat Cinta dari Habiburrahman dan
novel Laskar Pelangi dari Andrea Hirata. Keduanya telah laku lebih dari 200
ribu eksemplar. Di sisi sebaliknya, karya-karya sastra serius hanya berkutat
dengan 2-3 ribu eksemplar. Artinya, pengarang ataupun karya sastra populer
perlu juga diberi apresiasi dalam FSS.
Itu alasan idealnya. Adalagi alasan yang bersifat oportunis.
Pembicaraan sastra populer dengan mendatangkan pengarang populer akan
sanggup menyedot perhatian kalangan muda. Saya prediksi, semisal
Habiburrahman atau Andrea Hirata jadi pembicara, ada jubelan anak muda
(baca: penggemar) yang mendatangi acara tersebut. Mereka akan berebutan
minta tanda tangan. Kedatangan khalayak muda ini tentu amat diharapkan oleh
panitia FSS.



YAYASAN SENI SURABAYA


Mengundang Bapak / Ibu / Saudara dalam acara

DISKUSI SASTRA
LIMA PENYAIR JAWA TIMUR
(Indra Tjahyadi, Mashuri, A Muttaqin, Denny Tri Aryanti, F Aziz Manna)


Tema
Lima Penyair Menebus Kota

Pembicara
Arif Bagus Prasetya (Kritikus Sastra)

Moderator
Zeus Anggara (Budayawan)

Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal : Minggu, 10 Juni 2008
Waktu : Pukul 13.00 – 15.00 WIB
Tempat : Gedung Balai Pemuda,
Jln Gubernur Suryo 15 Surabaya
Nomor telpon sekretariat (031) 5474704

Diskusi ini merupakan rangkaian dari Festival Seni Surabaya (FSS)
tanggal 1 – 15 Juni 2008 di Balai Pemuda Surabaya.





Catatan Kuratorial Lima Penyair Jawa Timur (Arif Bagus Prasetya)

Tiap tahun, FSS digelar dengan visi untuk menjadi "ruang publik yang
edukatif dan apresiatif sebagai identifikasi dari cita rasa, gaya hidup, dan
spirit masyarakat kota ". Misinya untuk "memberi pencerahan, inspirasi dan
kontemplasi bagi masyarakat dalam mengarungi perubahan peradaban yang begitu
cepat dan selalu baru".
Visi dan misi FSS tersebut pada tahun ini dibingkai dengan tema "100 Tahun
Kebangkitan Nasional, a Tribute to Surabaya ". Dalam penafsiran saya,
ungkapan "a tribute to Surabaya " baru benar-benar bermakna signifikan jika
FSS 2008 digenangi spirit memposisikan kota Surabaya di titik fokus. FSS
2008 akan lebih terasa sebagai "penghormatan untuk Surabaya" bila menjelma
jadi suatu "teks kreatif dengan konteks Surabaya".
Tafsir saya tentang tema FSS 2008 itulah yang mengarahkan kerja saya sebagai
Kurator Sastra. Saya berupaya merancang bangunan kuratorial sastra yang
menggemakan suatu sikap tentang kota Surabaya . Program Sastra FSS 2008,
tepatnya pentas puisi dan penerbitan antologi puisi, ingin saya tampilkan
sebagai semacam "seismograf kultural" tentang Surabaya kontemporer: sebuah
repertoar yang materinya, disadari atau tidak, diresapi getar pengalaman
hidup di kota Surabaya era kiwari.
Saya menjatuhkan pilihan pada lima penyair: Indra Tjahyadi, Mashuri, Deni
Try Aryanti, F. Aziz Manna dan A. Muttaqin. Meski mungkin bukan "warga asli"
Surabaya (lahir atau tinggal sejak kecil di Surabaya ), mereka jelas cukup
lama bersentuhan dengan Surabaya . Mereka menempuh pendidikan tinggi di Kota
Pahlawan, dan tumbuh menjadi penyair di sana pula.
Indra, Mashuri dan Deni sudah sejak awal 2000-an dikenal sebagai "penyair
Surabaya " yang mengorbit di kancah perpuisian mutakhir nasional, antara
lain lewat sejumlah karya puisi yang berhasil menembus media bergengsi
terbitan Jakarta . Berkat puisi mereka (dan beberapa penyair lain yang
sama-sama kuliah di Universitas Airlangga pada penghujung abad 20), Surabaya
pada awal abad 21 tampil cukup mengesankan di peta perpuisian Tanah Air
dengan sebarisan penyair yang mengusung "mazhab puitik" khas: "puisi gelap"
yang "bisa menjelma keajaiban atau keganjilan dengan kocokan maut kata-kata"
(Nirwan Dewanto, Lima Pusaran, 2007); puisi dengan "kecenderungan
apokaliptik, yaitu hasrat untuk menunjukkan bahwa zaman kita hidup sekarang
ini dipenuhi tanda-tanda buruk yang mengisyaratkan hancurnya tatanan
kehidupan sosial dan kebudayaan" (Abdul Hadi W. M., Birahi Hujan, 2004).
Pada hemat saya, di antara para penyair-nominator FSS 2008 yang membangun
karier kreatifnya
di Kota Buaya, tiga penyair ini paling representatif sebagai pembawa sabda
"kegelapan apokaliptik", yang dengan kuat mewarnai lanskap perpuisian
Surabaya dalam sepuluh tahun terakhir.
Aziz dan Muttaqin berhasil mencuri perhatian saya dengan puisi-puisinya yang
tampil beda, seakan mereaksi kecenderungan "puisi gelap-apokaliptik"
Suroboyoan mutakhir itu. Puisi Aziz mirip percikan renungan filosofis yang
diramu dari kesederhanaan ekspresi dan kompleksitas ikhtiar pemaknaan.
Sedangkan Muttaqin adalah penyair muda berbakat besar dengan kemampuan
menulis lirik simbolis yang peka, lincah, segar dan memikat. Jika potensinya
terus diasah, bukan mustahil Muttaqin akan bersinar cemerlang di dunia
kepenyairan nasional masa depan.


YAYASAN SENI SURABAYA


Mengundang Bapak / Ibu / Saudara dalam acara

PEMBACAAN PUISI
LIMA PENYAIR JAWA TIMUR
(Indra Tjahyadi, Mashuri, A Muttaqin, Denny Tri Aryanti, F Aziz Manna)

PERTUNJUKAN PUISI-PERKUSI
(Sosiawan Leak & Temperente)



Waktu dan Tempat
Hari, Tanggal : Minggu, 10 Juni 2008
Waktu : Pukul 19.00 – 21.00 WIB
Tempat : Gedung Balai Pemuda,
Jln Gubernur Suryo 15 Surabaya
Nomor telpon sekretariat (031) 5474704

Diskusi ini merupakan rangkaian dari Festival Seni Surabaya (FSS)
tanggal 1 – 15 Juni 2008 di Balai Pemuda Surabaya.





Mengapa Memilih 5 Penyair?
Pemilihan lima penyair ini terkait dengan FSS 2007. Ketika itu, Nirwan
mengangkat 5 penyair nasional. Kini, bersandar dengan tema Kebangkitan
Nasional, waktunya mengangkat 5 penyair dari Jawa Timur yang mampu mewarnai
kesusastraan di tingkat nasional.
Pewarnaan di wilayah kesusastraan (baca: puisi) inilah yang saya maksud
sebagai pengejawantahan tema Kebangkitan Nasional. Artinya, potensi penyair
Jawa Timur dibangkitkan untuk mewarnai kepenyairan di Indonesia.
Menilik kondisi kepenyairan di Indonesia, saya percaya puisi dari 5 penyair
Jawa Timur berhak dan sanggup berbicara di wilayah pusat. Kualitas puisi
dari Jawa Timur tidak kalah dibanding puisi dari Acep Zamzam Noor, dari
Sitok Srengenge, Joko Pinurbo, apalagi Saut Situmorang. Asal, kita cermat
mengamati.
Jangan sampai seperti buku puisi Penyair Jawa Timur terbitan DKJT yang asal
comot. Atau buku puisi Pelayaran Bunga yang terlalu memaksa kemunculan
penyair-penyair muda yang belum matang.
Di buku puisi lima penyair Jawa Timur terbitan FSS 2008, kita musti
benar-benar mengangkat para penyair yang memang siap untuk diangkat, dan
bukan mengarbitnya.


Seleksi 5 Penyair Terpilih
Seleksi melalui 2 tataran:
Pertama: Undangan Tertutup. Panitia (saya sebagai PO Sastra) memantau
perkembangan para penyair muda Jawa Timur yang memiliki kualitas puisi
setara dengan para penyair nasional. Batasan muda adalah usia maksimal 35
tahun (paling tua kelahiran 1973).
Selain dari karya puisinya, salah satu indikator yang dipakai adalah
pemuatan. Para penyair muda yang pernah dimuat di media massa nasional akan
diprioritaskan.
Sejauh ini, Panitia mencatatkan 14 penyair.
Kedua: Kuratorial. Nama-nama penyair -yang terjaring dalam seleksi-
sekaligus puisinya (masing-masing 20 puisi) diserahkan kepada Kurator, yakni
Arif Bagus Prasetya untuk dipilih 5 penyair terbaik.





---------------------------------
Dapatkan info tentang selebritis - Yahoo! Indonesia Search.

[Non-text portions of this message have been removed]

 

Kirim email ke