Melihat komentar dibawah ini, yang menjadi masalaha hanya soal bahasa,
Tetapi bukan itu yang menjadikan kita jati diri,
Jati diri adalah ke pribadian yang di bentuk dari lingkungan, 
sekolah,keluarga dan alam sekitar kita hidup.
Kalau jaman Orba memang di larang tetapi apa ynag dilakukan oleh pemimpin 
tersebut, yiatu kolaboarasi dengan mereka,
Apa arti ganti nama ?
Walaupun nama sudah di ganti dan muka di cat ataupun mata di permak, kita 
tidak akan kehilangan jati diri kalau punya prinsip hidup,
Jadi bukan bahasa yang menjadi patokan,
Sama dengan yang bisa berbahasa Holland atau pun sekarang English, maupun 
Spain,
Apakah bangasa America latin berubah jati diri ya menjadi orang Spain,
Memang ada sebagain tetapi bukan semua nya 100 % kecuali sudah melupakan 
jati diri nya.
Penggantian nama hany menghilangkan satu generasi, tetapi kita bisa lihat 
nama marga tetap akan ada selama 2 nya,
Coba lihat apakah orang Sumatera yang menpunyai nama Marga akan berubah ke 
Jawa misalnya ?
Contoh yang jelas Aceh dulu merasa di jajah oleh orang Jawa,
Jadi kemanpuan berbahasa itu bukan jaminan bahwa kita berubah jati diri nya
LIhat para Hoa Kiau yang ada di Bejing atau kota lain nya,
Mereka dulu berasal dari Indonesia, karena PP 10 mereka pergi dan Imigarsi 
Indonesia katakan jangan balik ke Indonesia?
Sekarang mereka banyak di Indonesia, maupun yang tetap di Tiongkok tetap 
merayakan hari HUT 17 Agustus dengan pakaina daerah dari Indonesia ( Jawa ).
Ini bukti bahwa bukan bahasa yang menjadi masalah,
Bahasa bisa di pelajari kalau ada kesempatan serta kemampuan juga,


----- Original Message ----- 
From: "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, October 01, 2008 12:11 PM
Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] 
Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa 
Dalam Cengkeraman SBKRI


> Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun tidak.
> Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan berbahasa
> mandarin???
> Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum
> ngertiiiiiii.............
>
> Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak ngerti,
>
> kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin?
>
> to remind:
>> Uly:
>> > - cina yang masih bangga jadi cina
>> > - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri,
>> > dipaksa maupun tidak
> - - - -
>>  KH: masa gak ngerasa sih?
>> apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina?
>> neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa?
>> Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'!"
>
>
> Jadi Kemungkinannya ada 2:
> 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian dari
> jati diri tionghoa,
> sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya merasa
> kehilangan ketionghoaannya.
> Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah
> meninggalkan jati dirinya???
>
> 2. (.... belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, barangkali ada
> kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan????)
>
>
> -----Original Message-----
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of King Hian
> Sent: Tuesday, September 30, 2008 9:42 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re:
> [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang
> : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
>
>
> ABS:
> Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang
> kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa.
>
> KH:
> Betul ABS Heng! Saya sangat setuju.
> Pertanyaan saya kpd Uly tentang kemampuan bhs Mandarin adalah untuk
> mengomentari point pernyataannya, bahwa ia belum pernah meniggalkan jati
> diri, dipaksa maupun tidak. Bukan mengomentari point sebelumnya. Bukan
> untuk mengatakan TIDAK BISA BHS TIONGHOA BERARTI HILANG KEBANGGAAN SBG
> TIONGHOA
>
>> > - cina yang masih bangga jadi cina
>> > - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri,
>> > dipaksa maupun tidak
> - - - -
>> masa gak ngerasa sih?
>> apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina?
>> neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa?
>> Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'!
>
> KH:
> Pertanyaan saya kpd sdr Uly adalah 'pernyataan untuk mengingatkan' sdr
> Uly bahwa dia seperti saya dan teman2 lain (kecuali yang tinggal di
> Sumatra, terutama pesisir Timur, Bangka-Belitung, Kalbar) yang
> "terpaksa" tidak diajarkan bhs Tionghoa oleh orang tuanya (padahal orang
> tuanya bisa berbahasa Tionghoa) karena pemerintah orba mengharamkan bhs
> Cina. Dan hubungannya dengan topik awal diskusi ini adalah: orang2 LPKB
> adalah pendukung utama pelarangan bhs Cina ini.
>
> Banyak orang Tionghoa di Jawa kelahiran 1930-1950-an yang masih bisa
> berbahasa Tionghoa karena:
> 1. mereka totok (generasi pertama-kedua), kedua orang tuanya masih
> berbahasa Tionghoa (umumnya bhs dialek)
> 2. mereka sekolah di sekolah Tionghoa, banyak orang2 Tionghoa peranakan
> yang orang tuanya sudah berbahasa Melayu, tetapi karena bersekolah di
> sekolah Tionghoa, mereka bisa berbahasa Mandarin.
>
> Umumnya mereka ini mempunyai anak2 yang lahir di zaman orba, dan umumnya
> mereka tidak mengajarkan bhs Tionghoa (Mandarin atau dialek) kepada
> anak2nya.
> Dari teman2 Tionghoa yang seangkatan dengan saya, 99% tidak bisa
> berbahasa Tionghoa, padahal orangtuanya fasih berbahasa Tionghoa.
> Termasuk beberapa teman saya yang orang tuanya pernah jadi guru di
> sekolah Tionghoa (tetapi anaknya sama sekali tidak bisa).
>
> Begitu juga dengan teman2 orang tua saya (yang masih berbahasa
> Tionghoa). Saya beberapa kali ikut reuni sekolah orang tua saya, sewaktu
> berkumpul mereka berbicara dlm bhs Mandarin. Sedangkan anak2nya yang
> juga ikut tidak bisa berbahasa Mandarin.
>
> Kembali ke 'pernyataan' saya di atas. Dari diskusi sebelumnya, sdr Uly
> pernah bercerita bahwa ayahnya 'masih' membaca koran berbahasa Tionghoa.
> Sehingga saya menyimpulkan bahwa orang tuanya masih mampu berbahasa
> Tionghoa. Kalau sekarang Uly tidak bisa berbahasa Tionghoa itu karena
> (sama seperti saya dan yang lainnya) 'TERPAKSA' tidak diajarkan bhs
> Tionghoa karena tekanan pemerintah orba.
> --------------------------
>
> ABS:
> Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa
> paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara
> mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun!
> 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman
> tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma
> kurang dari 10 orang, atau 1%.
> Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu,
> kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu.
> Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan
> lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya,
> paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000
> orang jangan-jangan! ?
> Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu,
> mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak
> berjatidiri? ?
>
>
> KH:
> Saya belum bisa menerima angka2 yang diutarakan ABS Heng, mungkin bisa
> kita bahas di thread lain. Tetapi saya tidak pernah menganggap orang
> yang tidak bisa berbahasa Tionghoa adalah Tionghoa Palsu.
> --------------------------
> ABS:
> Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa,
> bukan karena adanya Orba.
> Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa
> tionghoa.
> Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa
> yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial,
> ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang
> dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda.
>
> KH:
> Pada zaman Belanda sekolah yang 'bermutu' adalah ELS yang diperuntukkan
> untuk orang Eropa saja, bahasa yang dipergunakan adalah bhs Belanda.
> Hanya segelintir orang Pribumi (anak Pejabat) dan Tionghoa (anak orang
> kaya) yang bisa diperbolehkan bersekolah di sini.
>
> Sebelum THHK mendirikan sekolah utk orang Tionghoa, sekolah yang
> tersedia bagi orang Tionghoa adalah sekolah2 'lokal' yang mengajarkan
> kitab2 klasik, ini pun hanya mereka yang kaya yang mampu 'memanggil
> guru' untuk mengajar anak2nya.
> Setelah THHK membuka sekolah dengan konsep 'sekolah modern', cukup
> banyak orang peranakan yang menyekolahkan anaknya di sini, dan mereka
> menjadi lebih mampu berbhs Tionghoa.
> Untuk mengimbangi 'pengaruh buruk' sekolah2 THHK, Belanda akhirnya
> membuka HCS yang diperuntukkan untuk orang2 Tionghoa yang menggunakan
> bhs pengantar bhs Belanda. Karena masalah 'gengsi' dan harapan akan
> lebih mudah mendapatkan pekerjaan setelah lulus, cukup banyak Tionghoa
> Peranakan yang menyekolahkan anaknya di HCS.
> Sehingga, kalau pada akhir abad 19 orang Tionghoa peranakan umumnya
> hanya bisa berbahasa Melayu, pada masa sebelum kemerdekaan ada di antara
> mereka yang berbahasa Belanda (karena bersekolah di HCS) dan berbahasa
> Tionghoa (karena bersekolah di sekolah THHK)
>
> Zaman orla adalah 'masa emas' sekolah2 Tionghoa. Di mana sebagian besar
> Tionghoa (totok ataupun peranakan) menyekolahkan anaknya di sekolah
> Tionghoa. Karena menggunakan pengantar bhs Mandarin, murid2 sekolah ini
> tentunya bisa berbhs Mandarin. Jadi, di masa orla orang Tionghoa yang
> bisa berbhs Mandarin justru mengalami kenaikan dibandingkan pada zaman
> Belanda.
>
> Pengaruh bahasa pengantar di sekolah ini cukup besar. Kita bisa lihat
> sekarang, di mana banya sekolah nasional plus yang menggunakan bhs
> pengantar bhs Inggris. Murid2 sekolah ini berbahasa Inggris lebih bagus
> daripada orang tuanya.
>
> --------------------------
>
> ABS:
> Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik
> banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil,
> belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina
> yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang
> fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur
> Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya!
>
> KH:
> Orba mengirim agen2nya belajar bhs Mandarin tentu untuk kepentingan
> pemerintah orba.
> Kenyataan di lapangan, sangat sulit untuk belajar bhs Mandarin. Seingat
> saya, jurusan Sastra Cina hanya ada di UI. Kemudian ada ABA di Jakarta
> dan di Semarang yang 'menyusul' membuka jurusan Sastra Cina. Buku2
> berbahasa Mandarin (termasuk buku pelajaran bhs Mandarin) sangat sulit
> diperoleh. Tidak dijual di toko2 buku.
> Waktu itu hanya ada beberapa orang yang nekad menerbitkan buku pelajaran
> bhs Mandarin, diantaranya: Liem Kie Ong (Bandung), Wiliting
> (Pekalongan), Martono (Semarang).
> Tempat yang 'masih' menjual buku2 berbhs Tionghoa adalah kakilima di Jl
> Pancoran Glodok. Sebagian besar berupa buku fotokopi-an.
> Saya masih menyimpan buku2 fotokopi-an yang dulu barang langka (dan
> terlarang) yang dipakai waktu belajar bhs Mandarin.
>
> Kehebatan orba yang lain adalah:
> 1. semua film berbhs Tionghoa (asal Taiwan dan Hongkong) yang beredar
> dlm format video (Betamax dan VHS) harus didubbing bhs Inggris. Dalam
> satu film "Thian Liong Pat Poh" bahkan nama2 tokoh pun diganti,
> contohnya: Liang Jiaren memerankan Kiauw Hong yang dalam film bernama
> Kevin.
>
> 2. senam taichi dan waitankung saja harus berganti nama menjadi Senam
> Tera Indonesia (STI) Senam Sehat Indonesia (SSI).
>
> 3. waktu tahun 80-90-an, kaset lagu berbhs Tionghoa (Mandarin, Konghu,
> Hokkian) harus dicampur dengan lagu bhs Indonesia. Jadi kalau dalam 1
> kaset C-60 ada 20 lagu, yang 10 lagu adalah lagu Tionghoa, yang 10 lagu
> adalah lagu berbahasa Indonesia, disusun selang-seling.
>
> 4. Orang yang baru kembali dari luar negeri dan membawa barang cetakan
> dalam bhs Tionghoa, akan diperiksa seperti membawa narkoba
> Sdr. Ardian punya banyak pengalaman dalam masalah ini.
>
> 5. kalau pada masa sebelumnya, orang Tionghoa 'masih' punya nama
> Tionghoa, termasuk mereka yang berbhs Melayu dan Belanda.
> Sekarang, banyak orang Tionghoa yang marga nya sendiri pun sudah tidak
> tahu.
>
> salam,
> KH
>
>
> --- On Sun, 9/28/08, Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> From: Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua]
> Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa
> Dalam Cengkeraman SBKRI
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Date: Sunday, September 28, 2008, 3:06 PM
>
>
> ----- Original Message ----- 
> From: King Hian
> To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> Sent: Sunday, September 28, 2008 2:05 AM
> Subject: RE: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net]
> Selayang
> Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
>
>> Uly:
>> > - cina yang masih bangga jadi cina
>> > - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri,
>> > dipaksa maupun tidak
> - - - -
>> masa gak ngerasa sih?
>> apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina?
>> neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa?
>> Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'!
>
> ------------ --------- --------- --------- -
>
> Ada 2 kesimpulan yang tidak tepat di statement di atas ini. Bahkan
> cenderung ngawur!
>
> Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang
> kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa.
> Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa
> paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara
> mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun!
> 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman
> tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma
> kurang dari 10 orang, atau 1%.
> Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu,
> kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu.
> Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan
> lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya,
> paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000
> orang jangan-jangan! ?
> Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu,
> mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak
> berjatidiri? ?
>
> Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa,
> bukan karena adanya Orba.
> Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa
> tionghoa.
> Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa
> yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial,
> ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang
> dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda.
> Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik
> banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil,
> belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina
> yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang
> fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur
> Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya!
>
> Wasalam.
>
>
>
>
> No virus found in this incoming message.
> Checked by AVG.
> Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008
> 12:00 AM
>
> No virus found in this outgoing message.
> Checked by AVG.
> Version: 7.5.524 / Virus Database: 270.7.5 - Release Date: 9/28/2008
> 12:00 AM
>
>
>
> ------------------------------------
>
> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
>
> .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.
>
> .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
>
> .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>


------------------------------------

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke