Tanya:
Ketika di SD dulu ( 1970 ), dalam buku sejarah ada
menerangkan tentang emigrasi rakyat di Tiongkok
Selatan ke wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia,
namun kini telah tidak ada lagi di buku sejarah.

Mohon informasi, kapan gelombang emigrasi pertama dan
selanjutnya terjadi ? Kalau tidak salah ingat, pernah
terjadi pemberontakan di Guang Zhou oleh orang-orang
muslim, yang kemudiaan kalah dan menyebar ke Selatan
juga. Termasuk juga pemberontakan Tai Ping Dian Guo,
yang di Indonesia melahirkan tokoh Mbah Jogo di Gunung
Kawi.


Jawab:
Kalau suku-suku non-Tionghoa, saya kira penyebarannya pasti sebelum Masehi. Yang disebut suku Tionghoa yang sekarang sebenarnya datang setelah Dinasti Qing, sekitar abad ke-17 sampai awal abad-20. Lho? Bagaimana dengan perantau sebelumnya? Sudah dipastikan telah berasimilasi dengan suku-suku lokal. Mayoritas tidak tahu bahwa di tubuh mereka mengalir sedikit darah Tionghoa.

Perantauan Tionghoa ke Asia Tenggara pertama kali tercatat seharusnya pada zaman Dinasti Tang (abad 7-10). Waktu itu Sriwijaya menjadi tempat transit paling ramai di Asia Tenggara, menjadi hub-station antara Quanzhou di kawasan Hokkian yang merupakan pelabuhan dagang terbesar di dunia saat itu dengan pedagang dari India dan Persia. Mengapa Indonesia baru menjadi tempat transit saat ini? Karena di zaman Tang, jalur sutra lewat darat (Asia Tengah) pelan2 digantikan oleh jalur sutra lewat laut (Samudra India - Selat Malaka - Laut Cina Selatan). Waktu itu, sutra Tiongkok sampai ke Roma lewat pedagang2 Arab dan Persia.

Nah, hubungan dagang inilah yang kemudian menyebabkan ada pelayar Tionghoa yang menetap di Sriwijaya, ada pedagang Arab yang menetap di Tiongkok (Hokkian). Ini dikarenakan pelayaran sangat bergantung pada angin musim, musim panas mereka sampai ke Tiongkok, menetap selama 1/2 tahun menunggu angin musim dingin yang akan membawa mereka ke selatan lagi. Demikian pula di Sriwijaya. Makanya, bila ada yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ini tidak aneh.

Dinasti Song (abad 10-13) juga ada arus perantauan seperti ini.

Dinasti Yuan (abad 13-14), Kublai Khan menyerang Jawa, namun gagal. Puluhan ribu tentara Tiongkok (Mongol + Han) yang kalah perang kemudian menetap di Jawa dan Kalimantan Barat.

Dinasti Ming (abad 14-17), Cheng Ho mencatat bahwa pada waktu ia singgah di Tuban, ia menemukan banyak perkampungan Tionghoa di pesisir utara Jawa. Ini adalah orang Tionghoa yang datang sebelumnya, karena Dinasti Ming melarang pelayaran perdagangan bebas. Orang Tionghoa tidak boleh keluar laut (Tiongkok) tanpa izin.

Dinasti Qing meneruskan kebijakan sama dengan Dinasti Ming, mengeluarkan larangan berlaut. Namun arus perantauan tetap ada. Belanda datang ke Indonesia, menetapkan kebijakan status sosial, orang Eropa kelas 1, orang Timur Jauh kelas 2 dan orang lokal kelas terendah. Ini menyebabkan proses asimilasi terhenti paksa. Orang Tionghoa juga diharuskan tinggal di kawasan yang ditentukan (pecinan) lewat peraturan Wijkenstelsel. Ini gunanya untuk mencegah interaksi sosial antara orang Tionghoa dan pribumi. Supaya jangan sampai kedua kelas ini bekerjasama melawan Belanda tentunya. Inilah bibit dari permusuhan antara kedua kelas ini, dipupuk selama 300 tahun dan tetap berbekas sampai sekarang.

Jadi, inti dari penjelasan saya di atas adalah, orang Tionghoa yang sekarang masih merasa sebagai Tionghoa pada dasarnya datang setelah abad-17 (tidak lebih dari 10 generasi). Orang Tionghoa yang datang sebelum itu telah berasimilasi dan tidak tahu bahwa ia berdarah Tionghoa. Makanya bila genetik DNA beberapa suku di Indonesia dekat dengan orang Tiongkok selatan, ini tidak mengherankan. Walau yang satu termasuk rumpun Austronesia dan yang lain termasuk rumpun Sino-Tibetan.


Rinto Jiang


.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke