100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL  (1908-2008)

(Makalah Basuki Purnama di "Bersulang Tanah air", 25 Okt. 2008) 

 

Apa yang membedakan kita antara tahun 1908 dan 2008, tentu saja kita bisa 
menjawab dari berbagai aspek, dalam hal ini saya hanya akan memberikan 
pandangan saya dari sudut politik praktis tentang apa yang dicita2kan oleh para 
tokoh / elite politik Indonesia di tahun 1908, dan apa yang akhirnya kita capai 
dan peringati sebagai kebangkitan nasional  pada tahun 2008 ini yang sudah 
tepat berusia 100 tahun.

Hal positif yang kita capai dalam politik setelah 100 tahun kebangkitan 
nasional diantaranya adalah :  adanya pemilihan presiden dan kepala daerah 
secara langsung, disahkannya undang-undang kewarganegaraan yang ?revolusioner?, 
bebasnya rakyat mendirikan partai politik, dan adanya hal otonomi daerah di 
setiap kabupaten dan propinsi.

Realita yang kita hadapi setelah 100 tahun kebangkitan nasional adalah Indeks 
pembangunan manusia (IPM/HDI: Human development index, yang menggambarkan 
kondisi panjang umur , lamanya mengenyam pendidikan dan pendapatan perkapita 
rakyat) ternyata jauh tertinggal dari negara tetangga kita seperti Malaysia, 
apalagi Singapura.

Disamping masalah IPM, juga sulitnya mendapatkan pemimpin yang membela rakyat 
apalagi rela menjadi lebih miskin demi untuk rakyat,  yang terjadi nasib rakyat 
tidak berubah dan justru rakyat semakin susah dan miskin, sementara hampir 
semua pejabat dan mantan pejabat kaya raya.

Bukankah secara umum diketahui, jika semakin kekuasaan ditangan rakyat, 
tentulah nasib rakyat yang dicerminkan dengan IPM (indeks pembangunan manusia) 
juga semakin meningkat ? Kenapa setelah 10 tahun reformasi dan 100 tahun 
kebangkitan nasional, yang terjadi tidak demikian ?

Saya akan membagikan pengalaman saya melihat situasi politik yang saya alami 
mulai dari pemilu 2004, pilkada bupati Belitung Timur 2005 dan Pilkada Gubernur 
Bangka Belitung 2007.

Yang Pertama adalah Burung Garuda Pancasila goyah, disebabkan banyaknya oknum 
elite politik yang membuang pita Bhinneka Tunggal Ika, sehingga burung Garuda 
Pancasila menjadi goyah karena tidak memiliki pegangan lagi.

Yang Kedua adalah banyaknya oknum elite politik dari agama tertentu yang ingin 
bendera merah putih menjadi benderanya negara Singapura (ditambah bulan sabit 
dan bintang), artinya apa ? banyak oknum elite yang ingin negara ini seperti 
negara agama, sehingga rakyat yang tidak beragama sama dengannya tidak berhak 
menjadi pejabat kepala daerah apalagi kepala negara di Negara Kesatuan Republik 
Indonesia (NKRI) yang jelas benderanya hanya merah putih saja.

Kalau ingin memiliki IPM seperti negara Singapura tentu baik, tetapi hanya 
ingin menerapkan bulan sabit dan bintang kedalam NKRI dan menyingkirkan 
putra-putra terbaik bangsa yang tidak seagama, tentulah merupakan tindakan 
pengkhianatan terhadap kebangkitan nasioanl dan UUD 1945 dan Pancasila kita.

Yang Ketiga adalah buruh yang tidak dapat dibayar sesuai dengan kebutuhan 
diatas minimum mereka, sehingga bangsa ini semakin lama semakin miskin dan 
rendah IPMnya, karena tidak memiliki jaminan pendidikan , kesehatan dan jaminan 
hari tua.

Ketiga hal diataslah yang menjadi penyebab kenapa setelah 100 tahun kebangkitan 
nasional , bangsa Indonesia tertinggal dari negara tetangganya. Inilah krisis 
multidimensi bangsa ini, padahal semangat para elite di kebangkitan nasional 
100 tahun yang lalu mendambakan Indonesia sejajar dengan negara Amerika Serikat 
dan Jerman.(tafsiran pribadi penulis?).

Demokrasi jelas harus bebas tetapij uga harus memiliki batasan yang tidak boleh 
dilewati , yakni : Kepentingan rakyat, azas negara dan keutuhan Negara Kesatuan 
Republik Indonesia.

Apa persepsi rakyat tentang demokrasi dengan adanya pemilu yang diikuti oleh 
banyak partai politik, adanya hak memilih kepala daerah dan kepala negara 
secara langsung ?

Secara umum, rakyat memiliki persepsi setelah pemilu atau pemkada/pilpres 
selesai, maka mereka kembali dilupakan lagi, Atau yang lebih putus harapan lagi 
,rakyat memiliki persepsi siapapun yang jadi pejabat sama saja buat nasib 
mereka, tidak pernah berubah , tetap miskin, yang berubah hanyalah pejabat yang 
terpilih dan keluarga maupun teman-temannya saja.

Kalau saudara ditanya apakah saudara puas dengan kinerja para pejabat 
eksekutif, legistlatif, yudikatif dan aparat keamanan dan polisi ? Hampir semua 
hasil survei menunjukan mayoritas rakyat tidak puas dengan kinerja yang ada. 
Lalu salah siapa ? setengahnya adalah kesalahan saya dan saudara yang tidak 
rela keluar dari zona nyaman untuk merebut posisi tersebut.

Solusinya : para nasionalis idealis harus rela keluar dari zona nyaman, masuk 
ke semua bidang pemerintahan, jika ingin ke jenjang kepala daerah, bisa memulai 
dari jenjang anggota DPRD, jika terbukti BTP (Bersih,Transparan dan 
Profesional) , dia bisa lanjutkan ke tingkat kepala daerah baik sebagai Bupati 
/ Walikota, jika terbukti BTP lagi, dia bisa jadi Gubernur / Presiden.

Jika semua ini terjadi, maka janji kebangkitan nasional kedua ditahun 2008 ini 
adalah: Tidak selamanya orang miskin dilupakan, bukan untuk seterusnya hilang 
harapan orang sengsara akan terwujud , asal rakyat mau memilih pemimpinnya  
berdasarkan kriteria Bersih Transparan dan Profesional bukan memilih yang 
se-Suku, se-Agama, se-RAS dan se-Golongan.

Kesimpulannya ? Bukan persoalan berubah atau tidaknya sebuah  kebangkitan 
nasional di tahun 1908 dan 2008, melainkan ADA ATAU TIDAKNYA KAUM NASIONALIS  
IDEALIS  YANG RELA AMBIL BAGIAN PADA  SETIAP KEBANGKITAN NASIONAL DALAM 
KEHIDUPAN BERPOLITIK DAN BERNEGARA .

Pertanyaan berikutnya adalah : Siapa kaum nasionalis idealis yang mau diutus 
untuk Revolusi beradab (dengan kertas suara bukan peluru /ballot not bullet) 
menuju kebangkitan nasional yang kedua bagi NKRI ?

Saya telah menjawabnya : ?ini aku, utuslah aku ?!. 

Apakah saudara bersedia ikut ?

 

Jakarta, Oktober 2008

 

 

 

 

Basuki T Purnama

Zhong Wan Xie

 

Kritik & Saran bisa melalui 

Email : [EMAIL PROTECTED]

sms   : 0819 27  666 999

Centre for Democracy & Transparency (www.cdt31.org)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

IONAL (1908-2008)

Kirim email ke