Mei 1998 merupakan awal dari tonggak reformasi di Nusantara ini. Nusantara yang 
terdiri dari berbagai unsur lapisan manusia yang bercorak ragam budaya 
berbondong – bondong memekikan ‘Reformasi’ yang wong cilik bilang ‘Perubahan’. 
Arti kata perubahan itu sendiri adalah suatu keadaan yang tidak lagi sama 
seperti yang sebelumnya tanpa merubah format dasar dari yang pernah ada dan 
terbentuk lama.
Lapangan gedung parlemen di senayan menjadi akhir dari long march para 
mahasiswa dan masyarakat berikut yang menunggangi nya. Sungguh meraharukan 
ketika itu terjadi, impian dan harapan masyarakat dari sabang sampai merauke 
tercermin dalam setiap langkahnya untuk terus menunjung tinggi demokrasi yang 
berdasarkan Pancasila.
SBY-JK terpilih menjadi pemimpin negeri ini ketika masyarakat mengalami suatu 
keadaan yang bebas untuk menentukan wakil nya di antara negara – negara di 
dunia ini.
Banyak harapan yang tertuang dalam kampanye yang mereka lakukan dan serta merta 
parlement pun menobatkan mereka untuk diberikan kekuasaan agar bisa mengatur 
negeri ini.
Ketika SBY-JK membentuk KPK (Komisi Pembratasan Korupsi) untuk menghardik 
seluruh laporan keuangan negara yang selama ini catatan keuangan negara tidak 
lebih dari Bon – bon utang yang tidak pernah tertata dengan rapi dan 
terselesaikan.
Anggota Parlemen satu demi satu tersangkut dan sekarang sudah semangkin banyak 
anggota parlemen yang terjerat dalam bui TIPIKOR, mereka di nobatkan sebagai 
penjahat korupsi kelas kakap dimana penggelapan dana masyarakat di lakukan.
Ironis sekali, Parlemen bertugas membuat undang – undang kenegaraan dengan 
harapan kedepan, Negara ini semangkin rapi dan semangkin professional dalam 
menyingkapi kebutuhan warga negaranya dan bukan justru malah mengkebiri 
warganya dengan menerbitkan Undang – undang APP. Selain dari pada itu data KPK 
dan berita di media massa memiliki ke akuratan yang sama dimana kalangan 
parlemen yang terjerat kasus penggelapan dana masyarakat berasal dari manusia – 
manusia yang ditahun 1998 justru menghujat orde baru dan pelanggaran HAM. 
        Teriris rasanya hati ini ketika diketahui mereka menjabat menjadi 
anggota parlemen ketika dunia memandang Indonesia memiliki keberhasilan dalam 
merombak seluruh tatanan Orde baru yang membuat Indonesia seperti Taman Lumbuni.
Bangsa ini harus kian hari kian sadar dan mawas diri bahwa justru bukan lagi 
Komunis yang ditakutkan dalam setiap gerakan nya melainkan KKN yang menjadi 
bahaya sesungguhnya dan gerakan fundamentalis agamais yang semenjak tahun 1945 
ingin merubah Negara Indonesia menjadi negara agama dengan menakut nakuti warga 
negaranya akan bahaya globalisasi yang kian mendekat.

Kartini, 30 September 2008
Steeve Haryanto Souw
http://steeve.multiply.com


      

Kirim email ke