Semarang, 05 Februari 2007.

Salam,

Menarik mengikuti pembahasan mengenai barongsay, yang
sekarang ini berkembang.

Pada jaman era Suharto, ketika semua kegiatan yang
berbau  ketionghoaan dilarang, nampaknya hanya kota
Semarang saja yang dapat menyelenggarakan perayaan
kedatangan Sam Po Tay Jien dengan diiringi oleh
atraksi barongsay + liong di jalanan umum. Ini semua
berkat jasa almarhunm encik / empek Tek Kiong.

Ketika itu saya masih SD harus bangun jam 04.30 pergi
ke klenteng Tay Kak Sie untuk melihat barongsay dari
perkumpulan Sam Po Tong, Jien Gie Tong, Hoo Hap, Hauw
Gie Hwe, Jien Hoo Tong, Porsigab. Teman-teman saya
banyak yang membolos sekolah untuk mengikuti prosesi
tersebut bahkan ikut main barongsay. Permainan begitu
serius dan indah.

Setelah era reformasi, perkumpulan barongsay tumbuh
bak jamur dimusim penghujan. Banyak mantan-mantan
pemain barongsay yang mendirikan perkumpulan
sendiri-sendiri.
Perkembangan kuantitas yang begitu pesat tidak diikuti
dengan peningkatan kualitas, bahkan sebaliknya.

Banyak pemain yang nampak kurang serius dalam
memainkan, dan tampak berebutan memainkan ketika show
di depan umum, meski ada juga beberapa perkumpulan
yang memainkannya secara serius.

Perkumpulan yang bermain secara serius biasanya tidak
mau ' ngamen '  di jalanan, namun lebih menitik
beratkan pada prosesi upacara nya saja.

Salah seorang teman saya yang memiliki perkumpulan
barongsay, mengakui kalau pendirian perkumpulannya itu
lebih dititik beratkan untuk mencari dana ketimbang
prosesi upacara.

Ditengah-tengah keadaan ini, KODAM IV DIPONEGORO qq
ARHANUDSE yang pemainnya adalah tentara justru
mendirikan perkumpulan liong, mereka bermain dengan
sangat bagus, selalu mendapat aplaus dari penonton.
( Saya beberapa kali mau attach foto ini ke budaya
tionghoa, namun selalu gagal ). Mereka bermain dengan
serius, gerakannya sulit-sulit, ada inovasi dalam
permainan.

Selain itu, nampaknya gereja Katholik pernah
mengundang rombonga Barongsay untuk memeriahkan misa
Imlek di gereja.

Tampaknya perkembangan budaya Tionghoa di Semarang
telah mengalami suatu tahap baru. Dari satu sisi
terjadi penurunan kualitas permainan ( karena
meningkatnya kuantitas perkumpulan ), namun disisi
lain  terlihat adanya keberhasilan dalam proses
pembauran antara etnis Tionghoa dan etnis pribumi (
maaf, istilah  diskriminasi ).

Orang-orang pribumi ikut menonton, ikut bermain,
bahkan  ikut memberikan fasilitas ( pada perayaan 600
tahun CHENG HO, rombongan barongsay & liong diterima
oleh menteri pariwisata, gubernur Jawa Tengah,
walikota Semarang, Kapolda, Pangdam ( ? ), dan pejabat
teras di depan kantor Balaikota Semarang ).

Bahkan ketika Tyasno Sudarto menjabat sebagai Pangdam
IV Diponegoro, beliau menyempatkan diri untuk melihat
perayaan Hok Tik Cing Sien di Pecinan Semarang
bersama-sama dengan masyarakat Tionghoa.

Melihat ini semua, budaya Tionghoa khususnya budaya
barongsay mempunyai aspek positif dan negatif. Minimal
untuk kota Semarang tercinta.

Salam,
Irawan R




        
        
                
___________________________________________________________ 
New Yahoo! Mail is the ultimate force in competitive emailing. Find out more at 
the Yahoo! Mail Championships. Plus: play games and win prizes. 
http://uk.rd.yahoo.com/evt=44106/*http://mail.yahoo.net/uk 

Kirim email ke