http://www.sinarharapan.co.id/berita/0602/14/opi01.html



Kewarganegaraan Tidak Berdasar "Ras-Criterium" 
Oleh
Prasetyadji


 
Diangkatnya Rancangan Undang-Undang (RUU) yang merupakan inisiatif DPR tentang 
Kewarganegaraan (sebagai pengganti UU yang lama No 62/1958) dalam program 
legislasi tahun ini, telah membawa harapan banyak orang kepada para anggota 
dewan yang terhormat. 

Kenapa? Karena UU No 62/1958 dinilai mengandung unsur diskriminatif, tidak 
mewadahi kesetaraan hak baik dari sisi gender, etnik, maupun dalam perlindungan 
hukum terhadap anak. Selain itu, substansi mengenai kewarganegaraan itu 
sendiri, perlu menghadirkan kembali suasana kebathinan para founding fathers 
dalam merumuskan UU tentang Kewarganegaraan pertama kali No 3/1946 sebagai 
salah satu syarat berdirinya negara Republik Indonesia. 

Pembahasan RUU sudah dimulai antara Pansus DPR dengan Menteri Hukum dan HAM 
tanggal 25 Januari 2006. Dan melihat aspirasi masyarakat yang begitu antusias, 
para anggota DPR kiranya perlu selalu berpegang pada produk UU yang telah kita 
miliki, seperti UU No 39/1999 tentang HAM maupun UU No 23/2002 tentang 
Perlindungan Anak, karena ada beberapa permasalahan prinsip yang perlu jadi 
acuan, seperti perlindungan hukum terhadap anak dari perkawinan antarbangsa.


Istilah Asli 
Artinya, agar dalam RUU dapat diatur bahwa anak yang lahir (di manapun) dari 
pernikahan seorang ayah dan/atau ibu warga negara Indonesia adalah warga negara 
Indonesia, begitu pula terhadap setiap orang yang lahir di wilayah Indonesia, 
yang setelah dewasa (berusia 18 tahun) wajib menentukan sendiri 
kewarganegaraannya. 

Hal ini sejalan dengan Pasal 5 UU Perlindungan Anak No 23/2002 yang secara 
tegas menyatakan "setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan 
status kewarganegaraan"; demikian pula Pasal 14 dikatakan bahwa "setiap anak 
berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau 
aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan 
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir".

Masalah ini sungguh penting, karena menyangkut nasionalisme, harga diri sebagai 
sebuah bangsa yang berdaulat, sehingga jangan sampai darah daging dari seorang 
warga negara Indonesia menjadi warga negara asing di negara sendiri. Dan 
apabila ini terjadi, berarti tidak ada kesetaraan terhadap gender di republik 
ini. 

Sebagai bangsa yang memiliki budaya dan sejarah perjuangan dalam mencapai 
kemerdekaan, maka RUU ini perlu memberikan penghargaan kepada para pendiri 
bangsa dengan tidak melupakan kemajemukannya sebagaimana memahami suasana 
kejiwaan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia 
(BPUPKI) maupun Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Untuk itu, terkait dengan desakan dari berbagai pihak agar dihilangkannya 
istilah asli dalam pengertian siapa warga negara pada RUU Kewarganegaraan 
tersebut perlu mendapat perhatian bersama. 

Karena dalam perkembangannya, istilah asli sudah bergeser pada konotasi 
diskriminasi, berbagai perilaku termasuk penyelenggara negara pun memberikan 
konotasi rasis.

Nilai Moral 
Desakan ini tentu bukan tanpa alasan, tetapi justru mengingatkan kembali kepada 
suasana kebathinan dalam sidang BPUPKI ketika Soemitro Kolopaking dan anggota 
lainnya keberatan dicantumkannya istilah asli dalam UU tentang Kewarganegaraan 
yang pertama kali No 3/1946 apabila tujuannya pendekatan rasis, karena yang 
duduk di Badan/Panitia adalah sesama Nederlandsch Onderdaan (Kaula-negara 
Belanda) sesuai kedudukan hukum yang berlaku ketika itu. Dengan demikian, dalam 
Penjelasan UU No 3/1946 ditegaskan bahwa, "dalam UU ini (UU No 3/1946) sama 
sekali tidak berdasar atas ras-criterium".

Atas dasar pemikiran tersebut, dalam pembahasan-pembahasan ke depan, para pihak 
diharapkan mau mengedepankan nilai-nilai moral dan mampu menjiwai semangat 
nasionalisme, agar RUU ini benar-benar memberi kesetaraan dan perlidungan hukum 
kepada sesama warga negara Indonesia. 

Penulis adalah Sekretaris DPP Forum Komunikasi Kesatuan Bangs, anggota Koalisi 
Kewarganegaraan RI 
  

[Non-text portions of this message have been removed]






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to