Dear Oom Chan yb, 

Saya tidak tau lagi kepada siapa saya harus
meratap dan minta tolong. Saya ajukan
ratapan saya ini kepada Oom Chan yg berada
nun jauh di sana. Karena tampaknya, Tionghoa
di Indonesia cukup lemah untuk mampu
mengatasi apa yg sedang kita hadapi saat
ini. 

Blum lama ini, saya ditelp oleh seorang
senior katolik berpengaruh. Dia minta diskusi
4 mata. Saya senang sekali, karena siapa pun
orang gerakan pasti mengenal orang ini. Kami
bicara di sebuah kafe. Tema besar diskusi
kami adalah situasi nasional yg saat ini 
berlaku, yg sayangnya tidak pernah diungkap
di koran-koran "reformis" apalagi di media-media
Mandarin spt International Daily News. 

salah 1 tema diskusi kami itu adalah masalah
Kalimantan Barat. Dan saya kira, kondisi di
Kalbar adalah sampling yg bisa diterapkan scr
global Indonesia. 

Menurut orang tua ini, Naiknya beberapa tokoh
etnis TIonghoa di Kalbar memicu tidak sukaan
dari pihak yg kalah. Sebenarnya, sentimen rasialis
anti-tionghoa di Indonesia blum tuntas. Baru
ada perbaikan di level perundang-undangan. 
Tetapi apa gunanya reformasi hukum apabila
di level implementasi sama sekali tidak pernah
dijalankan dgn konsekuen??

Di sisi lain, begitu banyak orang Tionghoa yg
tidak menyadari perkembangan apa yg sebenarnya
terjadi. Memang terjadi fragmentasi kekuatan
pasca Suharto tumbang dan mati. Fragmentasi 
kekuatan ini membuka sedikit ruan bagi Tionghoa
untuk berekspresi. Tetapi bukan berarti apa yg
pernah ditanam oleh Orde Baru selama 40 thn itu
dalam sedetik hilang di saat Pa Harto lengser.
Tidak pernah begitu, ketika kita sudah benci dgn
sesuatu maka perlu waktu bagi kita untuk menghilangkan
kebencian itu. 

Beberapa kasus potensi letupan anti tionghoa
sebenarnya beberapa kali terjadi. Sayang sungguh
sayang, sodara-sodara tionghoa kita tidak menyadari
hal ini. Hingga pernah ada gerakan di Semarang yg
mengendorse pembangunan garupa berarsitektur
Tionghoa di stiap gang di Semarang. Kaum intelektual
pribumi bereaksi dgn nada negatif. beberapa waktu
yg lalu, perayaan imlek di Jogja pun sempat hampir
memicu masalah. 

Lalu ada artikel koran BGS yg mendeskreditkan
Tionghoa in general and in public. di banyak
media, saya mendapati bebeberapa tulisan serupa
dari etnis Tionghoa yg mendeskreditkan Tionghoa
secara berlebih-lebihan hingga di mata saya
kelakuan mereka tak ubahnya spt kelakukan Kristoforus
Sindhunata yg menyalahkan Tionghoa di Peristiwa
Mei 63 Bandung. 

tulisan-tulisan yg bernada tendensius yg hendak
digunakan sebagai 'NASEHAT' untuk komunitas Tionghoa
merupakan langkah mengipas-ngipas sentimen
anti-tionghoa dan pemberian legitimasi bagi kaum
rasis anti tionghoa untuk membenarkan pengganyangan
terhadap suku kita ini. 

Saya tidak tau harus berbuat apa. Oom Chan tolong
lakukan sesuatu. Selamatkan kita di sini...



best regards,
Kenken



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Terimakasih informasi yg diberikan, Ken. 

> "Api rasialis dalam sekam" saya yakin tetap ada di wilayah 
Nusantara ini, dan setiap saat bisa saja disulut, ... menyala 
kembali menjadi kerusuhan anti-Tionghoa. Saya tidak jelas sampai 
dimana "panas" nya sistuasi dengan yang dinamakan Melayu di 
Pontianak itu, padahal masih ada suku Dayak yang dekat dan baik 
hubungannya deengan Tionghoa, dan kabarnya mereka juga biasa ikut 
memeriahkan Tahun Baru Imlek di Pontianak. Tapi Kenapa Walikota 
Pontianak harus mengeluarkan ketentuan begitu, sedang ditempat lain 
tidak? Tapi, ya sudahlah, keputusan sudah dikeluarkan, sekalipun 
menimbulkan reaksi mendukung dan protes tapi juga bisa diselesaika 
deengan damai. Itulah yang terpenting, bisa pertahankan ketentraman, 
kedamaian dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Tidak saling 
memaksakan, apalagi menimbulkan kekerasan yang pasti akan merugikan 
semua pihak.
> 
> Bagi saya yang jauh dari lapangan, tentu hanya bisa menyesalkan 
diambilnya keputusan hanya memperbolehkan pertunjukkan Barongsai-
Liangliong didalam Stadion, dan akibatnya tidak sebagaimana 
Singkawang yang berhasil menarik touris dari berbagai daerah untuk 
mendongkrak ekonomi setempat, ... Mudah-mudahan keputusan itu 
hanyalah dikarenakan sikap Walikota yang terlalu hati-hati, ... dan 
hanya untuk tahun Tikus ini saja. 
> 
> Salam,
> ChanCT
> 
>   ----- Original Message ----- 
>   From: extrim_bluesky 
>   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
>   Sent: Monday, February 18, 2008 12:27 PM
>   Subject: [budaya_tionghua] Pameran Naga dan Cap Go Meh --->Oom 
Chan
> 
> 
>   Oom Chan yb, 
> 
>   Bagaimana kalo situasinya spt ini:
> 
>   Seorang temen sms saya menceritakan sebab-sebab
>   mengapa SK Walikota tentang pelarangan Barongsai
>   dan Liong itu keluar. bunyi sms itu begini:
> 
>   "akibat pilkada, golongan etnis mayoritas
>   menjadi berang. Sampai saat ini, ada api
>   dalam sekam di kal-bar. sedikit gesekan dan
>   sedikit kesalahan Tionghoa akan dimanipulasi
>   menjadi gerakan ganyang Tionghoa". 
> 
>   Banyak sodara-sodara Tionghoa tidak menyadari
>   api rasialis dalam sekam ini. Sehingga cenderung
>   kurang berhati-hati. dikiranya, reformasi
>   menyelesaikan sentimen negatif anti-tionghoa
>   itu di tataran grass root. Faktanya tidak demikian.
> 
>   Kebijakan anti-tionghoa yg dijalankan Orba dgn
>   3 tahapan proses: stigmatisasi-marjinalisasi-victimisasi
>   itu tidak semerta-merta hilang ketika Harto 
>   turun tahta. 
> 
>   Menurut saya, ada benarnya juga apabila sodara-sodara
>   Tionghoa menahan diri. Tidak perlu keluar Surat
>   Keputusan rasis segala. Tetapi menahan diri sedikit. 
> 
> 
>   best regards,
>   Kenken
> 
> 
> 
>   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <SADAR@> wrote:
>   >
>   >     Itulaah, segala sesuatu memang tidak bisa hanya dilihat 
dari 
>   satu sisi saja, pertunjukkan Barongsai, Liangliong memang 
>   menimbulkan keributan suara tambur-gembreng yang cukup 
membisingkan, 
>   dan dikarenakan banyak penduduk setempat ikut menonton menikmati 
>   bisa membuat lalu-lintas terhambat, ... tapi, adalah juga 
kenyataan 
>   disisi lain, bagaimanapun juga itulah budaya-tradisi suku 
Tionghoa 
>   yang perlu dihargai dan dihormati, dan tidak seharusnya dibatasi 
>   bahkan dilarang, ... Sebaliknya masih adanya budaya-tradisi 
Tionghoa 
>   di Indonesia, seperti Barangsai dan Liang-liong itu bisa 
>   dipromosikan untuk menarik touris berbagai negeri, yang bisa 
>   berperan ikut menghidupkan ekonomi-setempat.
>   > 
>   >     Pembatasan hanya memperbolehkan pertunjukkan Barongsai-
>   Liangliong didalam Stadion oleh Walikota Pontianak, sungguh 
patut 
>   disesalkan. Karena dengan demikian menghilangkan ke-meriahan 
suku 
>   Tionghoa merayakan hari Tahun Baru Imlek, menghilangkan makna 
>   merayakan Tahun Baru bersama rakyat penduduk sekitar. Padahal, 
>   kemeriahan merayakan Tahun Baru Imlek bisa digunakan untuk 
menarik 
>   touris-touris luar kota bahkan luar negeri. Banyak orang tentu 
ingin 
>   melihat dan mengetahui bagaimana Tionghoa di Indonesia masih 
gairah 
>   merayakan Tahun Baru Imlek, merayakan bersama penduduk setempat. 
>   Apalagi di Pentianak, dimana suku Tionghoa yang katanya mencakup 
>   lebih 30% pendudk setempat.
>   > 
>   >     Di Hong Kong, ada satu pulau Chang-zhou dimana penduduk 
lokal 
>   masih ada tradisi yang cukup-unik dipertahankan sampai sekarang, 
>   arak-arakan dengan busana tradisionil, anak-kecil berdiri tegak 
>   diatas tiang-gala juga dengan baju-baju dan hiasan tradisionil, 
lalu 
>   malam hari diadakan perlombaan manjat menara-bakpao, ... dan itu 
>   justru digunakan untuk menarik touris-touris dari HK dan luar 
negeri 
>   untuk ikut menikmati kemeriahan penduduk setempat marayakan hari 
>   raya, dan benar-benar membantu meningkatkan ekonomi setempat.
>   > 
>   > Salam,
>   > ChanCT
>   > 
>   > 
> 
> 
>   .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
> 
>   .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.
> 
>   .: Pertanyaan? Ajukan di 
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
> 
>   .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua 
http://iccsg.wordpress.com :.
> 
>    
>   Yahoo! Groups Links
> 
> 
> 
> 
> 
>   -- 
>   No virus found in this incoming message.
>   Checked by AVG Free Edition. 
>   Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.6/1282 - Release Date: 
2008/2/15 _U__ 07:08
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Reply via email to