Terimakasih informasi yg diberikan, Ken. 
"Api rasialis dalam sekam" saya yakin tetap ada di wilayah Nusantara ini, dan 
setiap saat bisa saja disulut, ... menyala kembali menjadi kerusuhan 
anti-Tionghoa. Saya tidak jelas sampai dimana "panas" nya sistuasi dengan yang 
dinamakan Melayu di Pontianak itu, padahal masih ada suku Dayak yang dekat dan 
baik hubungannya deengan Tionghoa, dan kabarnya mereka juga biasa ikut 
memeriahkan Tahun Baru Imlek di Pontianak. Tapi Kenapa Walikota Pontianak harus 
mengeluarkan ketentuan begitu, sedang ditempat lain tidak? Tapi, ya sudahlah, 
keputusan sudah dikeluarkan, sekalipun menimbulkan reaksi mendukung dan protes 
tapi juga bisa diselesaika deengan damai. Itulah yang terpenting, bisa 
pertahankan ketentraman, kedamaian dan keharmonisan hidup bermasyarakat. Tidak 
saling memaksakan, apalagi menimbulkan kekerasan yang pasti akan merugikan 
semua pihak.

Bagi saya yang jauh dari lapangan, tentu hanya bisa menyesalkan diambilnya 
keputusan hanya memperbolehkan pertunjukkan Barongsai-Liangliong didalam 
Stadion, dan akibatnya tidak sebagaimana Singkawang yang berhasil menarik 
touris dari berbagai daerah untuk mendongkrak ekonomi setempat, ... 
Mudah-mudahan keputusan itu hanyalah dikarenakan sikap Walikota yang terlalu 
hati-hati, ... dan hanya untuk tahun Tikus ini saja. 

Salam,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: extrim_bluesky 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, February 18, 2008 12:27 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Pameran Naga dan Cap Go Meh --->Oom Chan


  Oom Chan yb, 

  Bagaimana kalo situasinya spt ini:

  Seorang temen sms saya menceritakan sebab-sebab
  mengapa SK Walikota tentang pelarangan Barongsai
  dan Liong itu keluar. bunyi sms itu begini:

  "akibat pilkada, golongan etnis mayoritas
  menjadi berang. Sampai saat ini, ada api
  dalam sekam di kal-bar. sedikit gesekan dan
  sedikit kesalahan Tionghoa akan dimanipulasi
  menjadi gerakan ganyang Tionghoa". 

  Banyak sodara-sodara Tionghoa tidak menyadari
  api rasialis dalam sekam ini. Sehingga cenderung
  kurang berhati-hati. dikiranya, reformasi
  menyelesaikan sentimen negatif anti-tionghoa
  itu di tataran grass root. Faktanya tidak demikian.

  Kebijakan anti-tionghoa yg dijalankan Orba dgn
  3 tahapan proses: stigmatisasi-marjinalisasi-victimisasi
  itu tidak semerta-merta hilang ketika Harto 
  turun tahta. 

  Menurut saya, ada benarnya juga apabila sodara-sodara
  Tionghoa menahan diri. Tidak perlu keluar Surat
  Keputusan rasis segala. Tetapi menahan diri sedikit. 


  best regards,
  Kenken



  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  >     Itulaah, segala sesuatu memang tidak bisa hanya dilihat dari 
  satu sisi saja, pertunjukkan Barongsai, Liangliong memang 
  menimbulkan keributan suara tambur-gembreng yang cukup membisingkan, 
  dan dikarenakan banyak penduduk setempat ikut menonton menikmati 
  bisa membuat lalu-lintas terhambat, ... tapi, adalah juga kenyataan 
  disisi lain, bagaimanapun juga itulah budaya-tradisi suku Tionghoa 
  yang perlu dihargai dan dihormati, dan tidak seharusnya dibatasi 
  bahkan dilarang, ... Sebaliknya masih adanya budaya-tradisi Tionghoa 
  di Indonesia, seperti Barangsai dan Liang-liong itu bisa 
  dipromosikan untuk menarik touris berbagai negeri, yang bisa 
  berperan ikut menghidupkan ekonomi-setempat.
  > 
  >     Pembatasan hanya memperbolehkan pertunjukkan Barongsai-
  Liangliong didalam Stadion oleh Walikota Pontianak, sungguh patut 
  disesalkan. Karena dengan demikian menghilangkan ke-meriahan suku 
  Tionghoa merayakan hari Tahun Baru Imlek, menghilangkan makna 
  merayakan Tahun Baru bersama rakyat penduduk sekitar. Padahal, 
  kemeriahan merayakan Tahun Baru Imlek bisa digunakan untuk menarik 
  touris-touris luar kota bahkan luar negeri. Banyak orang tentu ingin 
  melihat dan mengetahui bagaimana Tionghoa di Indonesia masih gairah 
  merayakan Tahun Baru Imlek, merayakan bersama penduduk setempat. 
  Apalagi di Pentianak, dimana suku Tionghoa yang katanya mencakup 
  lebih 30% pendudk setempat.
  > 
  >     Di Hong Kong, ada satu pulau Chang-zhou dimana penduduk lokal 
  masih ada tradisi yang cukup-unik dipertahankan sampai sekarang, 
  arak-arakan dengan busana tradisionil, anak-kecil berdiri tegak 
  diatas tiang-gala juga dengan baju-baju dan hiasan tradisionil, lalu 
  malam hari diadakan perlombaan manjat menara-bakpao, ... dan itu 
  justru digunakan untuk menarik touris-touris dari HK dan luar negeri 
  untuk ikut menikmati kemeriahan penduduk setempat marayakan hari 
  raya, dan benar-benar membantu meningkatkan ekonomi setempat.
  > 
  > Salam,
  > ChanCT
  > 
  > 


  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

  .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

   
  Yahoo! Groups Links





  -- 
  No virus found in this incoming message.
  Checked by AVG Free Edition. 
  Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.6/1282 - Release Date: 2008/2/15 
_U__ 07:08



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke