ASAHAN AIDIT:
 
 
                                                                Roman Memoar
 
                                                          "ALAHAMDULILLAH
                                                                      Bagian II
                                                                           (31)
 
                                                     Merambat tanah pemukiman
 
     R mengatakan  bawa ia telah mendapat tilpon dari polisi. Dalam waktu tiga hari mereka akan mengambil saya ke rumah R,  jadi dalam jangka waktu tiga hari itu saya harus tidak ada di rumah. R sudah mengatur segala sesuatunya dan saya akan diungsikan ke rumah seorang  anggota CPN di Amsterdam yang namanya saya katakan saja sebagai X. R menjelaskan kepada saya tentang X kawan separtainya sbb. Dalam intern Partai mereka terjadi kontradiksi intern. Antara R  dan X yang masing-masing dalam kubu yang berkontradiksi terlibat dalam perbedaan pendapat dan tidak lagi saling berhubungan. Tapi kata R, melalui via, via,  yang juga dalam Partai mereka, X berhasil mereka hubungi dan untuk kepentingan menyembunyikan saya di rumahnya, X telah setuju menerima saya asal saja katanya jangan terlalu lama. Jadi R bilang dia akan mengantarkan saya ke rumah X di pusat kota Amsterdam dengan alamat Jalan Admiral de Ruiter yang nomor rumahnya baru akan saya umumkan bila komunisme dan masyarakat komunis telah menang total di seluruh dunia. Tapi, kata R lagi, bahwa dia tidak akan mengantarkan saya hingga masuk rumah X, maklum antara mereka, formil sudah tidak ada hubungan satu sama lain. Tanpa surat, tanpa pengantar saya akan sendiri mengetuk pintu rumah X dan X sudah akan mengerti kehadiran saya  seperti yang telah dirundingkan sebelumnya. Meskipun saya merasa ada sedikit kelucuan tapi keseriusan mereka mengurusi saya meningggalkan kesan yang dalam di hati saya. Saya akan dilarikan dan disembunyikan untuk menghindari polisi yang akan membawa saya ke Schpiphol untuk diusir keluar dari negeri ini yang entah kemana karena saya memang tak punya negeri. Tentang X, R tidak banyak bercerita hanya saja katanya, dulu, ketika belum terjadi kontaradiksi intern, rumah X memang sangat strategis untuk pekerjaan rahasia. Rumahnya cukup besar yang adalah bagian dari rumah bertingkat banyak yang terletak di satu jalan yang sangat ramai dan panjang di pusat kota Amsterdam. X mempunyai ruang yang sangat luas di kelder, yaitu di bagian terbawah dari rumahnya yang dulu kata R dijadikan tempat menyimpan buku-buku dan dokumen rahasia Partai. Ada pintu rahasia yang dalam keadaan darurat bisa cepat keluar rumah dan tembus  langsung ke jalan yang ramai dan sangat mudah mendapatkan berbagai jenis  kendaraan umum. Tentang keluarga X, R tidak banyak bercerita dan sayapun tidak bertanya. Sedangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi, semua telah diperhitungkan dan ada dalam rencana R dan teman-temannya. Saya, katanya, tak usah kuatir, bawa sedikti buku atau katanya saya juga bisa membawa viool saya yang baru saya beli beberapa waktu lalu di sebuah toko alat-alat musik di Amsterdam yang harganya belum mencapai seratus gulden. Uangnya adalah dari pemberian tante Annie yang saya tabung dan juga dari R sendiri. Rumah R selalu kosong dari jam delapan hingga jam lima sore. Saya bisa berlatih untuk membunuh waktu bila saya tidak pergi ke Amsterdam. Biola yang dalam rongga dadanya ada tertulis "made in China" meskipun suaranya agak mendengungkan suara kaleng saya masih mau memberanikan diri mengambil risiko berhadapan dengan tetangga yang marah atau gedoran pintu protes dan saya telah siap dengan satu janji meng-"amankan"biola saya untuk selama lamanya. Kepada siapa lagi saya akan mengadu bila tidak kepada diri sendiri dengan membikin musik sendiri untuk menjinakkan diri sendiri.
 
          Keluarga X cukup ramah dan menerima saya dengan gembira di tengah keluarga mereka. Mereka hanya mepunya seorang anak gadis, Annemarie namanya, berusia 14 tahun. Setiap waktu makan kami makan bersama. Mereka membeli roti yang enak-enak dan hidangan sehari hari mereka sangat banyak ragamnya. Kesan saya mereka keluarga kaya melihat peralatan rumah tangga  mereka yang mahal-mahal, ruangan tamu yang sangat luas dengan kursi-kursi salon klasik bermutu tinggi. Sebuah piano besar merek terkenal ada di sebuah ruang husus untuk anak gadis mereka berlatih yang saya dengar sudah cukup tinggi nivo permainannya. Tapi kami tidak bicara tentang musik. Juga tidak tentang politik. Ah, sukur pikir saya. Setiap pembicaraan yang berbau politik sudah terasa begitu banalnya bagi saya. R suka bicara politik tapi politik dia adalah dalam anekdot-anekdot dan sinisme yang ramah, di telinga saya terdengar sebagai hiburan. Juga keluarga X menceritakan banyak anekdot sehari hari dengan mimik dan gerak yang sangat tipikal Belanda ,sangat ribut dan banyak tawa.
Saya ditempatkan tidak di kelder seperti yang diramalkan R tapi di sebuah kamar yang bagus namun perjanjian kami adalah jika mendengar suara bel atau lonceng rumah dibunyikan saya harus turun ke kelder dan saya masih menerima petunjuk-petunjuk lainnya dalam situasi darurat atau mencurikakan. Saya sudah melihat suasana kelder. Memang luasdan bersih,  banyak rak-rak buku dan dokumen-dokemen lainnya tapi serba teratur dan tidak semrawut. Terdapat sebuah piano, not-not musik dalam rak-rak husus. Saya belum tahu apakah keluarga ini keluarga musikal atau hanya Annemarie saja yang bermain musik. Ruang kelder itu sangat ideal untuk berlatih, suara tidak akan menyusup ke atas oleh dinding-dinding tebal dan juga plafond yang tebal model rumah lama. Tapi saya belum membuka kotak biola saya dan memang belum ada niat untuk menjamah biola  "Stradivarius" Cina saya yang telah menjadi kekayaan saya satu-satunya. Ketika di Jakarta saya pernah punya "Steiner"entah palsu atau tidak tapi saya suka  suaranya. Biola itu dibeli oleh ayah saya dari seorang tukang pangkas rambut di kampung saya di Belitung yang juga sorang violis kampungan tapi ketika ia kena penyakit rematik berat dan juga asma ia kehilangan kemampuan  menggesek biolanya. Suara biola sejak itu terdengar dari lubang nafasnya. Kasihan, saya  tahu dia seorang tukang viool yang cukup mahir. Saya pernah diajarinya menggesek biola ketika masih kecil, dia tahu saya sangat suka mendengarkan dia menggesek biola. Sesungguhnya biola itu diberikannya pada saya ketika ia sudah sakit tapi ayah saya membayarnya untuk ongkos dia berobat. Dari mana sejarah biola yang ternyata merek "Steiner" itu saya tidak pernah tahu hingga sang pemiliknya yang tukang pangkas itu meninggal .Ketika itu saya masih kecil, sama sekali tidak punya interes untuk mengetahui asal usul biola itu.  Setelah dewasa dalam hati saya meyakinkan diri bahwa saya memiliki "Steiner"asli atau mungkin "asli"Steiner tapi yang jelas pernah membuat saya pada suatu periode sangat antusias belajar biola hingga ke sekolah musik di Jakarta. Tapi sebenarnya biola yang pertama yang saya miliki adalah yang bikinan Jepang merek "Suzuki", ukurannya lebih kecil, yang dibeli ayah saya di Singapura karena "Steiner" saya terlalu besar untuk saya yang masih kecil sehingga orang-orang di kampung saya mengatakan biolanya lebih besar  dari orangnya. Hingga saya agak dewasa "Steiner" saya berada dalam lemari jati antik ayah saya selama bertahun tahun dan saya lebih bahagia dengan biola"Suzuki " saya yang saya lihat baru dan berkilau-kilau itu politurnya dan juga bau kotaknya sangat harum, berlapis beludru merah yang tebal dan lunak untuk dibaringi biola saya yang kecil mungil.
 
     Di rumah keluarga X juga hampir sama keadaannya dengan di rumah keluaerga D. Jam delapan pagi semua meninggalkan rumah. Saya sendiri dan biasaanya saya turun ke kelder. Di sana ada kursi salon, atau saya duduk membaca atau saya berlatih. Di antara buku-buku yang disangui oleh D terdapat buku "Letters from Peking " yang ketika saya masih di Jakarta sempat saya baca di perpustakan abang saya tapi saya suda lupa isinya, seperempat abad lalu dan saya biasanya tidak membaca kembali buku yang sudah pernah saya baca. Lain dengan musik. Musik untuk dimainkan seumur hidup meskipun yang itu-itu saja. Konsert biola pertama yang saya mainkan  adalah Romance for Violin No. 1,2  Beethoven. Hingga sekarang dua  atau sepasang konsert itu masih hafal oleh saya dan untuk saya seperti sudah menjadi lagu kebangsaan. Teman saya yang orang Cina yang kebetulan murid abang saya suatu waktu dipilih oleh sekolah musik di mana saya juga belajar bersamanya, untuk memainkan dua ciptaan Beethoven pada sebuah konsert di Gedung Kesenian Jakarta  karena dialah murid yang paling  berbakat dan briliant permainannya. Saya masih ingat namanya Tio Djin Tjin yang mempunyai wajah sangat totok, matanyapun begitu sipit hampir-kampir tertutup sama sekali. Wajahnya tampak selalu muram tapi hatinya sangat baik, tidak sombong dan peramah. Dia sering ke tempat saya dan saya juga sering diajaknya berlatih di rumahnya di Jatinegara. Usia kami  kebetulan sama dan juga usia yang sedang meninggalkan masa puber, sungguh indah dan cemerlang rasanya apalagi sudah bisa memilih-milih karya Beethoven untuk dimainkan. Kami sama-sama menstudi dua Romance Bethoven itu, mendengarkan pringan hitam permainan David Oistrakh dan Yehudi Menuhin sambil memainkannya. Saya lebih suka dengan tempo Oistrakh sedangkan Tio lebih menggemari permainan Menuhin .Dua Konsert itu sangat mudah dihafal dan punya nafas yang sama: sedih, duka murung tapi manis meskipun mengiris. Rasa-rasa yang sangat cocok bagi para puber. Sekarang rasa-rasa demikian kembali mendatangi saya persis seperti seperempat abad lalu. Saya masih bisa memainkannya. Hanya saja romance Beethoven itu  kini sudah jadi drama untuk saya.
          Suatu hari, di luar kebiasaan Annemarie pulang ke rumah dari sekolahnya agak pagi dan ia datang dengan sebuah partitur di tangannya menemui saya yang sedang berlatih di kelder .Katanya saya tertangkap basah yang dulu selalu bilang tidak bisa main biola cara klasik. Ia langsung duduk di depan piano dan memainkan iringan musik untuk Romance Beethoven No. I.   Ia memberi isarat pada saya agar memulai dari mula. Saya mulai dengan dobel snar tanpa upacara yang diikutinya begitu lancar. Saya cepat mendapat kesan bahwa ia gadis brilliant dan kami meneruskan permainan dengan Romance  no. 2. Juga mulus tanpa terputus hingga ahir. Tapi belum sempat kami saling memperlihatkan kebahagiaan dan kegembiraan, D dan ibu Annemarie masuk menemui kami di kelder. D bilang saya harus pulang ke rumahnya saat itu juga. Sudah aman katanya. Saya sudah bisa kembali. Mevrouw I.B. teman mereka yang anggota Parlemen telah mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah  tentang kasus saya dan itu berarti menurut undang-undang Belanda saya tidak boleh diusir selama belum ada jawaban dari Pemerintah dan itu  kata D, berarti pula saya punya cukup banyak waktu. Ibu Annemarie masih berusaha menahan saya lebih lama  bahkan hingga saya dapat kepastian menetap, saya boleh tinggal bersama mereka. D bilang sambil tersenyum: "Hingga dapat izin tinggal, Sulai milik kami. Ya, masih banyak urusan yang harus ditempuh. Terima kasih, terima kasih". Dan pada hari itu juga saya meninggalkan rumah keluarga X bersama D pulang ke rumahnya.
BERSAMBUNG...
 


.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




SPONSORED LINKS
Indonesian languages Indonesian language learn Indonesian
Dari


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke