Benar yang menjadi titik-berat masalah pihak Pemerintah dalam tindakan konsekwen memperlakukan setiap warga-nya sama, hanya mengenal satu macam warga-negara Indonesia, yang tidak membeda-bedakan warganya atas dasar perbedaan suku, perbedaan etnis, perbedaan gama dan perbedaan pandangan ideologi-politik. Satu macam warga-negara yang sama hak dan kewajibannya. Mengucapkannya mudah, tidak dalam pelaksanaan dan tindakan. Begitulah yang terjadi selama lebih 60 tahun ini!
 
Sedikit koreksi kata-kata wapres JK yang kurang tepat. Bagi mayoritas mutlak etnis Tionghoa di Indonesia sudah pasti memperlakukan Indonesia sebagai rumahnya sendiri dan bukan segai hotel. Begitulah kenyataan mereka turun-temurun entah sudah ratusan tahun, berapa generasi hidup di nusantara ini. Apakah Wapres kita tidak nampak kenyataan ini? Orang kalau sudah menetap dan hidup ratusan tahun, generasi turun temurun di nusantara ini, masih bisakah dikatakan memperlakukan nusantara ini sebagai Hotel? Sedang kenyataan ada sebagian yang sangat kecil dalam menghadapi berbagai masalah, tekanan hidup, trauma yang terjadi akibat kerusuhan SARA yang menimpa dirinya, akhirnya hijrah ke-luar negeri, tidak juga bisa dikatakan mereka memperlakukan nusantara ini sebagai Hotel. Akan lebih baik dan bijaksana seandainya, bapak Wapres ini bisa membenahi sistim pemerintah sebaik-baiknya, sehingga benar-benar menjamin setiap warga-nya bisa merasa tenang dan aman untuk hidup,  mengeembangkan kemampuannya semaksimal mungkin. Kalau keadaan yang aman-tentram bagi setiap warganya itu bisa tercapai, siapa saja tidak akan lari meninggalkan negara yang dicintai ini, bahkan akan menyedot kembali yang sudah hidup diluar.
 
Tentu permintaan atau tuntutan pada setiap warga, khususnya bagi yang etnis Tionghoa jangan eksklusif juga benar. Tidak salah, Kita harus mengakui juga kenyataan masih ada sebagian etnis Tionghoa yang belum melepaskan diri dalam kungkungan eksklusif, sadar atau tidak masih saja terlalu berat menonjolkan ke-Tionghoaan. Entah Wapres JK ini apa sedang meng-kritik secara tidak langsung pada PITI? Bagaimana tidak, didepan Muktamar Nasional PITI yang singkatan dari: Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/PITI ini, mengajukan etnis Tionghoa jangan eksklusif.  Bukankah penamaan organisasi yang masih menonjolkan nama Tionghoa sebagai nama organisasi, yang berarti mengkungkung diri dalam kesatuan organisasi berdasarkan etnis Tionghoa saja, itu-lah juga bentuk yang bisa dikatakan eksklusif! Mengapa mereka yang etnis Tionghoa dan sudah menyatakan diri Islam tetap saja tidak bisa bergabung dengan umat Islam lainnya didalam organisasi berdasarkan Islam yang sudah ada, dan harus khusus mengkungkung diri dalam PITI secara tersendiri?
 
Mudah-mudahan kedua belah pihak, semua pihak dan setiap warga-negara Indonesia bisa mengkikis habis sisa-sisa pandangan diskriminasi rasial yang masih ada pada diri masing-masing. Yang mungkin saja setiap saat, sadar atau tidak sadar muncul dalam tindakan, ucapan atau tulisan yang kita. Hanya dengan demikian kehidupan marmonis didalam masyarakat bisa dicapai dengan baik, semboyan Bhineka Tunggal Ika terwujudkan dalam kenyataan hidup bermasyarakat.
 
Salam,
ChanCT
----- Original Message -----
From: Ambon
Sent: Tuesday, December 06, 2005 10:23 AM
Subject: Re: [HKSIS] Wapres: Etnis Tionghoa Jangan Eksklusif

Lagu lama diaktualisasikan lagi?
 
----- Original Message -----
From: HKSIS
Sent: Tuesday, December 06, 2005 3:20 AM
Subject: [HKSIS] Wapres: Etnis Tionghoa Jangan Eksklusif

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0512/05/nas06.html

Wapres: Etnis Tionghoa Jangan Eksklusif  

  

Oleh
Chusnun Hadi

Surabaya - Wakil Presiden, Jusuf Kalla meminta segenap warga etnis Tionghoa di Indonesia tidak berperilaku eksklusif. Justru sebaliknya harus berperilaku inklusif untuk mempercepat proses pembauran etnis di Indonesia.
“Warga Tionghoa di Indonesia minoritas. Tetapi kami berharap dengan minoritas itu warga Tionghoa bisa menjadi jembatan bagi persatuan kita semua, baik hari ini dan masa-masa yang akan datang,” kata Yusuf Kalla saat membuka Muktamar Nasional III Pembina Iman Tauhid Islam (PITI) di Gedung Pusat Pengembangan Islam (GPPI) Islamic Center Surabaya, Jumat (2/11) malam.
Menurut Yusuf Kalla, etnis Tionghoa di Indonesia harus menjadikan negeri ini sebagai rumah, bukan sebagai hotel yang hanya untuk tempat persinggahan.
Kalau semua menganggap Indonesia sebagai rumah, maka semuanya akan melakukan perilaku yang baik untuk menjaga rumah tersebut.
Kalla menyatakan, di era sekarang ini tak ada tempat politik diskriminasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. “Kita tidak mengenal lagi diskriminasi. Siapa yang berbuat baik, siapa yang berusaha dengan baik, siapa yang membayar pajak dengan baik, dialah yang akan mendapatkan penghargaan,” paparnya.

Cepat Berbaur
Wapres juga mengingatkan siapa pun etnis yang hidup di negara ini, harus berbuat baik untuk memajukan bangsa ini. “Jangan sampai membuat melapetaka bagi orang lain yang dapat mengurangi rasa hormat orang pada bangsa kita, mengurangi penghargaan pada kita,” jelasnya.
Karena itu, lanjut Wapres yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu, etnis Tionghoa di Indonesia harus cepat berbaur dengan etnis-etnis di Tanah Air agar kerja sama antaretnis bisa berjalan baik.
“Soal pembauran itu tergantung pada cara dan perilaku kita semua. Selama kita bisa efektif dalam berinteraksi dengan warga sekitar dan tetangga kita, saya yakin pembauran bisa berlangsung dengan baik. Interaksi antarkomponen bangsa mempercepat proses pembauran,” paparnya
Muktamar Nasional III PITI berlangsung pada 2-4 Desember 2005 di Hotel Equator Surabaya. Ada dua agenda penting dalam Muktamar tersebut, yakni pemilihan kepengurusan baru PITI lima tahun ke depan dan penyusunan program kerja. n



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke