Sdr.semua,

saya pribadi tidak setuju tiang di semua kelenteng Mazu dikaitkan
dengan tiang kapal atau berkaitan dengan fungsinya sebagai pelindung
para nelayan dan pelaut. Jikapun ada, semua berfungsi sebagai tiang
bendera, walau ada juga yang berfungsi sebagai tiang lentera petunjuk
arah.

Alasan saya sederhana :
1.tiang tidak bisa melambangkan bagian dari kapal, jika mau dikaitkan
dengan pelayaran, tentunya layar lebih tepat atau jangkar.
2.seingat saya di kelenteng Mazu di Quanzhou tidak ada tiang "kapal",
karena seingat saya yang di Quanzhou dibangun pada masa dinasti Song.
3. dalam pakem arsitektur kuil Taoist, salah satu ciri utamanya adalah
tiang bendera, karena tiang bendera merupakan salah satu alat untuk
ritual mereka.
4. jika tiang dikaitkan dengan pelayaran laut, apalagi dengan Mazu,
maka Xianren dong di gunung Lu adalah tempat penghormatan Ma Zu.
Karena tiang tersebut berbentuk lurus, seperti tiang kapal.
5.sepanjang yang saya ingat, di Baiyun guan Beijing, disayap kirinya
ada tiang bendera juga.
6.masih banyak lagi kelenteng yang ada tiang didepannya, seperti
misalnya di Baiyun shan, yang memiliki 2 tiang di aula Zhenwu. Dan
Zhen Wu ini bukanlah Mazu tapi Hiantian Siangtee.

Hanya ada beberapa kelenteng Mazu yang menggunakan tiang kapal asli,
sebagai tiang bendera. Salah satunya adalah kelenteng Mazu di Tianjin,
yang tingginya mencapai 26 meter. Dan tiang kapal itu juga
diperkirakan berasal dari jaman dinasti Ming dan Qing.

Bisa ada kemungkinan Hok An Kiong menggunakan tiang kapal, dan apakah
mungkin dahulu sudah ada galangan kapal di daerah sana ?
Jika ya, ada kemungkinan pemilik galangan kapal yang membuatnya. Atau
bisa juga perkumpulan sub etnis tertentu yang membuat tiang bendera
dengan menggunakan tiang kapal. Apakah ada catatan mengenai kapal
karam atau terdampar disana ?
Atau memiliki fungsi lain, yaitu penunjuk arah seperti di Tianjin ?






Hormat saya,



Xuan Tong


Daftar pustaka :
1.Zhongguo foshi daoguan
2.Zhongguo daojiao fengmao
3.zhonggu guzhen tujian
4.zhongguo hangye shen chongbai
5.zhonghua daoxue tongdian

 
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ibcindon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Pak Steve,
> 
>  
> 
> Wah benar juga tuh logikanya untuk yang miskin..... heheheh.  
> 
>  
> 
> Kalau musti potong tiang layar dan bawa turun patung dewi
pelindungnya kedarat tentunya dipimpin oleh kapten kapalnya.  Kalu
tidak didizinkan oleh kapten kapalm tentunya enga akan terjadi .
Mungkinkah  alasan politik , siapa tahu ? pemberontakan Taiping,
Serbuan  suku Manchu ke kota raja , musuh negara  mungkin , dst.
> 
> ( namanya juga berandai-andai  segala kemungkinan terbuka J)
> 
>  
> 
>  Kalau kapten kapal, kira â€"kira termasuk katagori klas ekonomi
yang mana tuh ??  Logikanya  tentunya yang mampu membangun kelenteng
perdana adalah yang berduit . Kalau yang miskin memikirkan makan
apapun hari-hari nya  agaknya sudah cukup pusing.
> 
>  
> 
> Saya pernah baca  suatu hasil penelitian, katanya para kapten kapal
Chinese  cukup dominan berperan bagi  pengendalian kapal-kapal 
perdagangan di Asia tengara selama masa VOC.
> 
> Lengkap dengan angka-angka  barang yang dibawa kapal dst..... 
mengherankan sekali arsip demikian tahan bertue-ratus  tahun,
terpelihara dengan baik di negeri Belanda.  L(
> 
>  
> 
> Salam,
> 
>  
> 
> Sugiri.
> 
>  
> 
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of Steve Haryono
> Sent: Tuesday, July 08, 2008 9:27 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: Re: [budaya_tionghua] perahu-tiang layar-patung Makco.
> 
>  
> 
>  
> 
> Bung Sugiri,
> 
>  
> 
> Mereka yang memang berniat untuk imigrasi mencari kehidupan baru itu
biasanya miskin dan tidak punya kapal. Juga tidak punya saham di kapalnya.
> 
> Mereka itu jadi penumpang kapal dagang itu. Jadi ya kapal nya balik
lagi.
> 
> Jalan pemikiran kita sih, kalau orangnya sudah bisa punya kapal,
mungkin tidak punya pikiran untuk berimigrasi ke tempat lain dimana
kehidupan masa depan masih gelap.
> 
>  
> 
> Salam,
> 
> Steve Haryono
> 
>  
> 
> ----- Original Message ----- 
> 
> From: ibcindon <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  
> 
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> 
> Sent: Tuesday, July 08, 2008 4:19 PM
> 
> Subject: [budaya_tionghua] perahu-tiang layar-patung Makco.
> 
>  
> 
> Hallo teman-teman,
> 
> Kalau saya diizinkan bersepekulasi, ( berandai â€" andai )  kayanya
mereka yang turun memindahkan patung Makco dan tiang kapal adalah para
penetap. Imigran. Tanpa maksud untuk kembali lagi ke kampung asalnya.  
> 
> Para penetap berpindah dengan alasan untuk mencari kehidupan baru,
alasan politik di Tiongkok, musibah di sana  misalnya
kekeringan/kelaparan dst. Jadi tidak aneh akalu mereka bersikap
kanibal pada perahunya. J)
> 
> Agaknya jangan dirancukan dengan  perahu yang bolak balik dalam
rangka perdagangan. Berlayar dengan menunggu angin muson, berupa angin
buritan. Setiap setengah tahun ??
> 
> Salam,
> 
> Sugiri.
> 
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of eddy witanto
> Sent: Tuesday, July 08, 2008 1:14 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re:Re: foto kelenteng Hok An Kiong
> 
> Menarik mengikuti perbincangan ini, tapi tampaknya ada hal yg agak
mengganjal, yaitu kemungkinan salah persepsi bahwa itu memang bukan
tiang kapal dalam arti sesungguhnya, artinya --seperti merujuk pada
David Kwa dan Pak Loekito-- tiang kapal yang dipotong (atau diapakan
lah) lalu dipasang di muka klenteng sebagai tiang bendera. Kalau ttg
ini, memang sangat bisa diterima uraian David Kwa, kapal masih harus
balik ke nanfang (southern China) lagi. Kalau tidak ada tiangnya, trus
bagaimana bisa jalan?
> 
> Nah, saya kira ini makna simbolik. Jadi dua tiang di depan klenteng
yg ada Mak Cou-nya itu (entah sebagai tuan rumah atau hanya
pendamping) hanyalah simbol (kata ini saya tekankan) keberadaan Dewi
Pelindung Samudera yang diasosiasikan dengan kapal, terlebih ketika
patung Dewi ini dibawa ke nanyang oleh para imigran. Jadi --merujuk
pada tesis Johannes Widodo-- ada keterkaitan antara pola perletakan
patung di atas kapal (yaitu: ditahtakan di atas kapal) dengan desain
tata ruang kapal itu sendiri. 
> 
> Pada nantinya, ketika tiang2 ini berubah fungsi, entah dijadikan
tiang bendera ataupun apa, makna simbolik awalnya tetap terjaga.
> 
> Sintesa pemikiran ini baru dapat diterima apabila ada cukup bukti
terhadap korelasi antara tiang "bendera" di suatu klenteng dengan
kehadiran Mak Cou di situ, dengan premis: setiap ada patung Mak Cou di
suatu klenteng, pasti ada 2 tiang "bendera" di depan klenteng itu.
Apabila saat ini, di suatu klenteng ada Mak Cou tetapi tidak ada 2
tiang, maka harus merujuk pada foto2 atau sketsa2 lama tentang
klenteng yang bersangkutan itu.
> 
> eddy
> 
>
----------------------------------------------------------------------------------------------
> 
> David Kwa:
> Menurut saya, tiang bendera tidak dibuat dari tiang kapal, tapi dari
kayu gelondongan, seperti bahan untuk membuat bangunan Tionghoa
lainnya, sebelum ada rumah batu, karena junk (kapal layar besar) yang
membawa rombongan orang dan barang dari bandar Ciangciu/Zhangzhou
漳州 atau Coanciu/Quanzhou 泉州 di propinsi
Hokkian/Fujian �建 ke berbagai bandar di
Lamyang/Nanyangå�â€"æ´‹ (Nusantara) toh masih harus berlayar
kembali ke Tiongkok membawa berbagai komoditas seperti rempah-rempah
(lada, cengkeh, kapolaga, dan pala), garam, minyak kelapa, cula badak
dan gading gajah, kayu cendana, madu dan malam, dll, setelah angin ke
arah Tiongkok (angin tenggara?) berembus. Seperti kita ketahui, junk
tidak mungkin berlayar kalau tidak ada tiangnya. Lagipula, kayu untuk
bahan membuat tiang bendera kan berlimpah-ruah di hutan-hutan
Nusantara waktu itu, jadi tidak usah mengorbankan tiang
kapal―dan otomatis kapalnya juga―semata-mata untuk
memenuhi persyaratan
> membuat sepasang tiang bendera di muka kelenteng.
> 
> Pak Loekito: Apakah kira-kira itu tiang kapal yang diubah fungsi
sebagai tiang bendera. Kejadian ini hanya berlaku untuk
kelenteng-kelenteng awal. Gimana bung...
> 
> Sugiri:
> > Saya pernah baca penelitiannya pak Johaness  Widodo, menurut
beliau para
> > pendatang biasanya turun dari kapal untuk bermukim, lalu membawa 2
buah
> > tiang layar dari kapalnya, serta patung dewa Maconya untuk dihormati
> > dikelenteng awal.  Tiangnya ditaruh dihalaman kelenteng mengikuti
> > konfigurasi ketika posisi dikapal dulu.
>


Kirim email ke