Semangkuk Mie Kuah
Saung Poci.
by [EMAIL PROTECTED] | posted 02/28/2006 
 
    
Ny. Hsu yang tinggal di Kao Hsiung, anak gadisnya pulang dari Amerika
pada saat awal bulan Januari, dan membawa sebuah kisah nyata yang
menggugah hati. Kisah yang terjadi pada malam Chu Si (malam menjelang
Tahun Baru Imlek), berjumlah sebanyak 50 halaman lebih. Tokoh dalam
cerita ini pada saat menceritakan kisahnya, mengharukan banyak orang
Jepang. 
Cerita ini dinamakan Semangkuk Mie Kuah,
diterjemahkan oleh Li Kuei Chuen ....
 
 
 
Tanggal 31 bulan Desember lima belas tahun yang lalu, yang juga
merupakan malam Chu Si, di sebuah jalan di kota Sapporo, Jepang, ada
sebuah toko mie yang bernama Pei Hai Thing (Pei == Utara; Hai == Laut;
Thing == Kios, toko). Makan mie pada malam Chu Si, adalah adat istiadat
turun temurun dari orang Jepang, pada hari itu pemasukan toko mie
sangatlah baik, tidak terkecuali Pei Hai Thing, hampir sehari penuh
dengan tamu pengunjung, tetapi setelah 
jam 22.00 ke atas sudah tidak ada pengunjung yang datang lagi. 
Pada saat biasanya jalan yang sangat ramai hingga waktu subuh --- karena
pada hari itu semua orang terburu-buru pulang rumah untuk merayakan
Tahun Baru --- sehingga dengan cepat menjadi sunyi dan tenang. Majikan
dari toko mie Pei Hai Thing adalah seseorang yang jujur dan polos,
istrinya adalah seorang yang ramah tamah dan melayani orang penuh dengan
kehangatan. Saat tamu terakhir pada malam Chu Si itu telah keluar dari
toko mie, dan pada saat sang istri tengah bersiap untuk menutup toko,
pintu toko itu sekali lagi terbuka, seorang wanita membawa dua orang
anaknya berjalan masuk, kedua anak itu kira-kira berusia 6 tahun dan 10
tahun, mereka mengenakan baju olahraga baru yang serupa satu dengan yang
lainnya, tetapi wanita tersebut malah memakai baju luar --- bercorak
kotak --- yang telah usang. Silakan duduk ! Sang majikan mengucapkan
salam, wanita itu berkata dengan takut-takut : Bolehkah ...... memesan
semangkuk mie kuah ? Kedua anak di belakangnya saling memandang dengan
tidak tenang. Tentu ...... tentu boleh, silakan duduk di sini ! Sang
istri mengajak mereka ke 
meja nomor 2 di paling pinggir, lalu berteriak dengan keras ke arah
dapur : Semangkuk mie kuah ! Sebenarnya jatah semangkuk untuk satu orang
hanyalah satu ikat mie, sang majikan menambahkan lagi sebanyak setengah
ikat, dan menyiapkannya dalam sebuah mangkuk besar penuh, hal ini tidak
diketahui oleh 
sang istri dan tamunya itu. Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk
mie kuah tersebut dan menikmatinya dengan lezat, sambil makan, sambil
berbicara dengan suara yang kecil, Sangat enak sekali ! Sang kakak
berkata : Ma, kamu juga coba-coba dong! Sang adik sambil berkata, dia
menyumpit mie untuk menyuapi ibunya. Tidak lama kemudian mie pun telah
habis, setelah membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga dengan serempak
memuji dan menghaturkan terima kasih Sangat lezat sekali, banyak terima
kasih ! serta membungkuk memberi hormat, lalu berjalan meninggalkan
toko. 
 
Setiap hari berlalu dengan sibuknya, tak terasa setahun pun berlalu. Dan
tiba lagi pada tanggal 31 Desember, usaha dari Pei Hai Thing masih tetap
ramai, kesibukan pada malam Chu Si akhirnya selesai, telah lewat dari
jam 22.00, sang istri majikan ketika tengah berjalan ke arah pintu untuk
menutup toko, pintu itu lalu terbuka lagi dengan pelan, yang masuk ke
dalam adalah seorang wanita parobaya sambil membawa dua orang anaknya.
Sang istri ketika melihat baju luar bercorak kotak yang telah usang itu,
dengan seketika teringat kembali tamu terakhir pada malam Chu Si tahun
lalu. Bolehkah ...... membuatkan kami ...... semangkuk mie kuah ? Tentu,
tentu, 
silakan duduk ! Sang istri mengajak mereka ke meja nomor 2 yang pernah
mereka duduk di tahun lalu, sambil berteriak dengan keras Semangkuk mie
kuah !. Sang majikan sambil menyahuti, sambil menyalakan api yang baru
saja dipadamkan. Istrinya dengan diam-diam berkata di samping telinga
suami : Ei, masak 3 mangkuk untuk mereka, boleh tidak ? Jangan, kalau
demikian mereka bisa merasa tidak enak. Sang suami sambil menjawab,
sambil menambahkan setengah ikat mie lagi ke dalam kuah yang mendidih.
Ibu dan anak bertiga mengelilingi semangkuk mie kuah itu sambil makan
dan berbicara, percakapan itu juga terdengar sampai telinga suami istri
pemilik toko. Sangat wangi ...... sangat hebat ...... sangat nikmat !
Tahun ini masih bisa menikmati mie dari Pei Hai Thing, sangatlah baik !
Alangkah baiknya jika tahun depan masih bisa datang untuk makan di sini.
Setelah selesai makan dan membayar 150 yen, ibu dan anak bertiga lalu
berjalan meninggalkan Pei Hai Thing. Terima kasih banyak ! Selamat
bertahun baru. Memandang ibu dan anak yang berjalan pergi, suami istri
pemilik toko berulang kali membicarakannya dengan cukup lama. 
 
Malam Chu Si pada tahun ketiga, usaha dari Pei Hai Thing tetap berjalan
dengan sangat baik, sepasang suami istri saking sibuknya sampai tidak
ada waktu untuk berbicara, tetapi setelah lewat pukul 21.30, kedua orang
itu mulai berperasaan tidak tenang. 
Jam 22.00 telah tiba, pegawai toko juga telah pulang setelah menerima
Hung Pao (Ang Pao), majikan toko dengan tergesa-gesa membalikkan setiap
lembar daftar harga yang tergantung di dinding, daftar kenaikan harga
Mie Kuah 200 yen semangkuk sejak musim panas tahun ini, ditulis ulang
menjadi 150 yen. Di atas meja nomor 2, sang istri pada saat 3 menit yang
lalu telah meletakkan kartu tanda Telah dipesan. Sepertinya ada maksud
untuk menunggu orang yang akan tiba setelah seluruh tamu telah pergi
meninggalkan toko, setelah lewat jam 22.00, ibu dengan dua orang anak
ini akhirnya muncul kembali. Sang kakak memakai seragam SMP, sang adik
mengenakan jaket --- yang kelihatan agak kebesaran --- yang dipakai
kakaknya tahun lalu, kedua anak ini telah tumbuh dewasa, sang ibu masih
tetap memakai baju luar bercorak kotak usang yang telah luntur warnanya.
Silakan masuk ! Silakan masuk ! Istri majikan toko menyambut dengan
hangat. Melihat istri majikan toko yang menyambut dengan senyum hangat,
ibunda dua 
anak itu dengan takut-takut berkata : Tolong ...... tolong buatkan 2
mangkuk mie, bolehkah ? Baik, silakan duduk ! Sang istri mengajak mereka
ke meja nomor 2, dengan cepat menyembunyikan tanda Telah Dipesan
seakan-akan tak pernah diletakkan di sana, lalu berteriak ke arah dalam
2 mangkuk mie. 
Sang suami sambil menyahuti, sambil melempar 3 ikat mie ke dalam kuah
yang mendidih. Ibu dan anak sambil makan, sambil berbicara, kelihatannya
sangat bergembira, sepasang suami istri yang berdiri di balik pintu
dapur juga turut merasakan kegembiraan mereka. 
 
Siao Chun dan kakak, mama hari ini ingin berterima kasih kepada kalian
berdua ! Terima kasih ! Mengapa ? Begini, kecelakaan lalu lintas yang
mengakibatkan 8 orang terluka yang disebabkan oleh ayah kalian, pada
setiap bulan dalam beberapa tahun ini haruslah menyerahkan uang sebesar
50,000 yen untuk menutupi bagian yang tak dapat dibayar oleh pihak
asuransi. "Ya, hal ini kami tahu ! Sang kakak menjawab. Istri pemilik
toko dengan tak bergerak mendengarkan. 
 
Yang pada mulanya harus membayar hingga bulan Maret tahun depan, telah
terlunasi pada hari ini ! Oh, mama, benarkah ? 
Ya, benar, karena kakak mengantar koran dengan rajin, Siao Chun membantu
untuk beli sayur dan masak nasi, sehingga mama bisa bekerja dengan hati
yang tenang. Perusahaan memberikan bonus spesial kepada saya karena
tidak pernah absen kerja, sehingga hari ini dapat melunasi seluruh
bagian yang tersisa. 
 
Ma ! Kakak ! Alangkah baiknya, tapi kelak tetap biarkan Siao Chun yang
menyiapkan makan malam. Saya juga ingin terus mengantar koran. Terima
kasih kepada kalian kakak beradik, benar-benar terima kasih ! Siao Chun
dan saya ada sebuah rahasia, dan terus tidak memberitahu mama, itu
adalah ...... pada sebuah hari Minggu di bulan November, sekolah Siao
Chun menghubungi wali murid untuk hadir melihat program bimbingan
belajar dari sekolah, guru dari Siao Chun secara khusus menambahkan
sepucuk surat, yang mengatakan sebuah karangan Siao Chun telah dipilih
sebagai wakil 
seluruh Pei Hai Tao (Hokkaido), untuk mengikuti lomba mengarang seluruh
negeri. Hari itu saya mewakili mama untuk menghadirinya. Benar ada hal
ini ? Lalu ? Tema yang diberikan guru adalah Cita-Citaku (Wo Te Ce
Yuen), Siao Chun dengan karangan bertema semangkuk mie kuah,
dipersilakan untuk membacanya di hadapan para hadirin. 
 
Isi dari karangan itu menuliskan, ayah mengalami kecelakaan lalu lintas,
dan meninggalkan hutang yang banyak; demi untuk membayar hutang, mama
bekerja keras dari pagi hingga malam, sampai hal saya mengantar koran
juga ditulis oleh Siao Chun. Masih ada, pada malam tanggal 31 Desember,
kami bertiga ibu dan anak bersama-sama memakan semangkuk mie kuah,
sangatlah lezat ...... 3 orang hanya memesan semangkuk mie kuah, sang
pemilik toko, yaitu paman dan istrinya malah masih mengucapkan terima
kasih kepada kami, serta mengucapkan selamat bertahun baru kepada kami !
Suara itu sepertinya sedang memberikan dorongan semangat untuk kami
untuk tegar menjalani hidup, secepatnya melunasi hutang dari ayah. 
 
'Oleh karena itu, Siao Chun memutuskan untuk membuka toko mie setelah
dewasa nanti, untuk menjadi pemilik toko mie nomor 1 di Jepang, juga
ingin memberikan dorongan semangat kepada setiap pengunjung ! Semoga
kalian berbahagia ! Terima kasih ! 
 
Sepasang pemilik toko yang terus berdiri di balik pintu dapur
mendengarkan pembicaraan mereka mendadak tak terlihat lagi, ternyata
mereka sedang berjongkok, selembar handuk masing-masing memegang
ujungnya, berusaha keras untuk menghapus air mata yang tak hentinya
mengalir keluar. Selesai membaca karangan, guru berkata: Kakak Siao Chun
telah mewakili ibunya datang ke sini, silakan naik ke atas menyampaikan
beberapa patah 
kata. Sungguhkah ? Lalu kamu bagaimana ? Karena terlalu mendadak, saat
mulai tidak tahu harus mengucapkan apa baiknya, saya lantas mengucapkan
terima kasih kepada semua orang atas perhatian dan kasih sayang terhadap
Siao Chun, adik saya setiap hari harus membeli sayur menyiapkan makan
malam, sering kali harus terburu-buru pulang dari kegiatan berkelompok,
tentu mendatangkan banyak kesulitan bagi semua orang, tadi pada saat
adik saya membacakan Semangkuk mie kuah, saya sempat merasa malu, tetapi
sewaktu melihat adik saya dengan dada tegap dan suara yang lantang
menyelesaikan membaca krangan, merasa perasaan malu itulah yang
benar-benar memalukan. Beberapa tahun ini, keberanian mama yang hanya
memesan semangkuk mie kuah, kami kakak beradik tidak akan pernah
melupakannya ...... kami berdua pasti akan giat dan rajin, merawat ibu
dengan baik, hari ini dan seterusnya masih meminta tolong kepada para
hadirin untuk memperhatikan adik saya. Ibu dan anak bertiga secara
diam-diam saling memegang tangan dengan erat, saling menepuk bahu,
menikmati mie tahun baru dengan perasaan yang lebih berbahagia 
dibanding tahun sebelumnya, membayar 300 yen dan mengucapkan terima
kasih, lalu memberikan hormat dan meninggalkan toko mie. 
Majikan toko seperti sedang menutup tahun yang lama, dengan suara yang
keras mengucapkan Terima kasih ! Selamat Tahun Baru ! 
Setahun pun berlalu lagi, toko mie Pei Hai Thing juga meletakkan tanda
Telah Dipesan sambil menunggu, tetapi ibu dan anak bertiga tidak muncul.

 
Tahun kedua, tahun ketiga, meja nomor 2 tetap kosong, ibu dan kedua
anaknya tetap tidak muncul. Usaha dari Pei Hai Thing semakin bagus,
dalam tokonya pun telah direnovasi, meja dan kursinya telah diganti
dengan yang baru, hanya meja nomor 2 itulah 
masih tetap pada aslinya. Banyak tamu pengunjung merasa heran, istri
majikan lantas menceritakan kisah semangkuk mie kuah kepada para
pengunjung. Meja nomor 2 itu lantas menjadi Meja Keberuntungan, setiap
pengunjung menyampaikan kisah ini kepada yang lainnya, ada banyak
pelajar yang merasa ingin tahu, datang dari kejauhan demi untuk melihat
meja tersebut dan menikmati mie kuah, semua orang umumnya ingin duduk di
meja tersebut. 
Lalu setelah melewati malam Chu Si beberapa tahun ini, para pemilik toko
di sekitar Pei Hai Thing, setelah menutup toko pada malam Chu Si,
umumnya akan mengajak keluarganya menikmati mie di Pei Hai Thing. Sering
berkumpul sebanyak 30 hingga 40 orang, sangatlah ramai. Ini telah
merupakan hal yang biasa dalam 5~6 tahun terakhir ini. Semua orang telah
mengetahui asal dari meja nomor 2, meski mulut tidak berbicara, tapi
dalam hati berpikir Meja yang telah dipesan pada malam Chu Si di tahun
ini kemungkinan akan sekali lagi dengan meja dan kursi yang kosong
menyambut datangnya tahun baru. 
 
Hari ini, semua orang sekali lagi berkumpul pada malam Chu Si, ada orang
yang memakan mie, ada yang minum arak, semuanya berkumpul seperti sebuah
keluarga. Setelah lewat pukul 22.00, pintu dengan tiba-tiba ........
terbuka kembali, semua orang yang berada di dalam langsung menghentikan
pembicaraan, seluruh pandangan mata tertuju ke arah pintu yang terbuka
itu. Dua orang remaja yang berpakaian stelan jas yang rapi dengan baju
luar di tangan, berjalan melangkah masuk. Semua orang menghembuskan
napas lega. Saat istri majikan ingin mengatakan meja makan telah penuh
dan memberitahu tamu tersebut, ada seorang wanita berpakaian kimono
berjalan masuk, berdiri di tengah kedua remaja tersebut. Seluruh orang
yang berada dalam toko menahan napas mendengar wanita berpakaian kimono
tersebut dengan perlahan mengatakan : 
 
Tolong ... tolong ... mie kuah ... untuk jatah 3 orang, bolehkah ? 
Belasan tahun telah berlalu, sang istri majikan toko seketika berusaha
keras untuk mengingat kembali gambaran ibu muda dengan dua orang anaknya
pada 10 tahun yang lalu. Sang suami di balik dapur juga termenung.
Seorang di antara ibu dan anak tersebut menatap sang istri yang tengah
salah tingkah tersebut dan mengatakan : Kami bertiga ibu dan anak, pada
14 tahun yang lalu pernah memesan semangkuk mie kuah di malam Chu Si,
mendapatkan dorongan semangat dari semangkuk mie tersebut, kami ibu dan
anak bertiga baru dapat menjalani hidup dengan tegar. Lalu kami pindah
ke kabupaten (Ce He) tinggal di rumah nenek, saya telah melewati ujian
jurusan kedokteran dan praktek di rumah sakit Universitas Kyoto bagian
penyakit anak-anak, bulan April tahun depan akan praktek di rumah sakit
kota Sapporo. Sesuai dengan tatakrama, kami datang mengunjungi rumah
sakit ini terlebih dahulu, sekalian sembahyang di makam ayah, setelah
berdiskusi dengan adik saya yang --- pernah berpikir untuk menjadi
majikan toko mie nomor 1 tapi belum ttercapai --- sekarang bekerja di
Bank Kyoto, kami mempunyai sebuah rencana yang istimewa ...... yaitu
pada malam Chu Si tahun ini, kami bertiga ibu dan anak akan mengunjung
Pei Hai Thing di Sapporo, memesan 3 mangkuk mie kuah Pei Hai Thing. Sang
istri majikan akhirnya pulih ingatannya, menepuk bahu sang suami sambil
berkata : Selamat datang ! Silakan...... Ei ! Meja nomor 2, tiga mangkuk
mie kuah. 
 
Copyright (c) 2006 Saung Poci . Thank you for taking time to read this
document.
February 2006, 
 
Sumber : Milis Cerita


[Non-text portions of this message have been removed]





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke