Tanjidor Tetap Digemari
Kombinasi Ritme dan Lagu Disukai Berbagai Kalangan
KOMPAS - Sabtu, 11 April 2009 | 05:06 WIB 
Pelaku kesenian tanjidor bisa membuktikan bahwa genre seni tradisional tersebut 
bisa tetap bertahan sejak dulu sampai sekarang. Para penggemarnya tertarik pada 
seni itu karena memiliki ritme lagu yang bermacam ragam dan memberikan nuansa 
ramai-meriah.

Di Kota Palembang, grup kesenian tanjidor terdapat di kawasan Jalan Merdeka, 
Pasar Kuto, kompleks kawasan Boom Baru. Para anggota grup tanjidor ini biasanya 
tampil pada momen-momen khusus, seperti pernikahan, hajatan keluarga, sunatan, 
dan peringatan keberhasilan tertentu.

Menurut Taufik Kurnati (32), warga Kelurahan Lawang Kidul, Boom Baru, Jumat 
(10/4), untuk memeriahkan penyelenggaraan sebuah pesta atau hajatan keluarga, 
dia selalu menyewa jasa grup kesenian tanjidor. Tanjidor ini bisa menghidupkan 
suasana dengan lantunan lagu-lagu yang riang.

?Selain itu, jika sudah mengenal dengan baik, terkadang kaki juga ingin ikut 
bergerak ketika mendengar musik tanjidor,? katanya.

Karena alasan itulah Taufik lebih memilih permainan seni tanjidor dalam sebuah 
hajatan keluarga ketimbang keberadaan organ tunggal. Taufik mengaku tidak bisa 
sepenuhnya menikmati dentuman drum dari lagu beraliran house music yang 
dibawakan pentas organ tunggal.

?Selain itu, harga sewa grup tanjidor juga cukup terjangkau, yakni sekitar Rp 
750.000-Rp 1 juta untuk setiap kali pentas. Mereka pentas selama satu-dua jam,? 
ujar Taufik.

Masa kejayaan

Menurut Hardiman (54), pemilik grup seni tanjidor Onie Musik Tanjidor Sandes 
yang beralamat di Jalan Merdeka, kesenian tanjidor sempat mengalami kejayaan di 
era 1970 sampai awal akhir 1980-an. Dulu, Hardiman menuturkan, pada saat bulan 
baik untuk hajatan tiba, grup tanjidornya bisa menerima pesanan tampil empat 
kali seminggu.

?Saat ini tidak ramai lagi seperti dulu. Namun, kami masih tetap punya 
penggemar setia seni tanjidor,? kata Hardiman.

Satu grup tanjidor biasanya terdiri dari 10-13 orang. Beragam alat musik yang 
digunakan, antara lain terompet, drum, perkusi, cymbal, trombon, harmonika, dan 
alat pukul lainnya. Berbagai macam dan jenis lagu bisa dimainkan dengan 
peralatan seni tanjidor ini, mulai dari pop, rock, sampai dangdut.

Kehilangan penggemar

Menurut Husni (32), pemain grup tanjidor Bari dari Pasar Kuto, seni tradisional 
ini mulai kehilangan sebagian penggemar ketika keberadaan grup musik organ 
tunggal mulai berkembang pesat di Kota Palembang dan wilayah Sumatera Selatan 
lainnya.

?Bukannya iri hati, tetapi organ tunggal menggarap pasar yang sama dengan kami. 
Mereka didukung peralatan musik yang lebih sesuai untuk anak muda,? katanya.

Jika tidak dilestarikan, kesenian tanjidor terancam hilang karena kehilangan 
generasi peminat. (ONI)

Reply via email to