TAN SWIE LING:
Majalah Sinergi sebagai media untuk membangun kehidupan berbangsa di 
Indonesia secara keseluruhan

Beberapa waktu lalu, Team Budaya Tionghoa mengadakan kunjungan ke 
kantor redaksi Majalah Sinergi serta berkesempatan mewawancarai 
Bapak Tan Swie Ling. Selain sebagai Pemimpin Redaksi Majalah 
Sinergi, Beliau juga menjabat sebagai Ketua Umum Lembaga Kajian 
Sinergi Indonesia (LKSI). Salah satu kiprah Lembaga tersebut adalah 
menyampaikan “Aspirasi Warga Masyarakat Korban Istilah “Asli” 
dan “Tidak Asli” kepada Panitia AD HOCI I BP-MPR dan  panitia AD HOC 
II BP-MPR, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan Agustus 
tahun 2000. 
Dalam kunjungan Team Budaya Tionghoa tersebut, Bapak Tan Swie Ling 
menjelaskan kepada kami mengenai permasalahan yang dihadapi etnik 
Tionghoa di Indonesia, bagaimana munculnya konsep Sinergi Indonesia 
sebagai upaya untuk membangun kehidupan berbangsa di Indonesia, 
serta peran majalah Sinergi sebagai media untuk mengsosialiasakan 
konsep Sinergi tersebut.
Penjelasan Bapak Tan Swie Ling tersebut kami rangkai dalam tulisan 
di bawah ini.

Masalah Tionghoa
Kita harus mengakui bahwa memang ada masalah yang di alami etnik 
Tionghoa di Indonesia dari sejak jaman kolonial dan semakin 
meningkat pada masa Orde Baru , dimana Orde Baru menyebutnya sebagai 
Masalah Cina. Untuk mengatasi Masalah Cina ini, Orde Baru 
mengeluarkan sejumlah kebijakan dan peraturan dimana pelaksanaanya 
ditangani secara khusus oleh badan militer tertentu, yang mana 
diketuai oleh Kepala BAKIN, yaitu Badan Koordinasi Masalah Cina 
(BKMC). Salah satu tugas BKMC adalah menggodok peraturan yang 
menyangkut Masalah Cina, dimana BKMC berfungsi sebagai mikroskop 
yang menempatkan etnik Tionghoa sebagai mikrobanya, dengan tujuan 
mengawasi supaya etnik Tionghoa tidak melakukan gerakan apapun. Dari 
situlah lahir berbagai macam peraturan dan salah satu diantaranya 
adalah INPRES No. 14/1967 yang melarang etnik Tionghoa melaksanakan 
tradisi dan kepercayaan mereka secara terbuka dan hanya dibatasi di 
lingkungan keluarga saja.
Sebenarnya hampir semua golongan mengalami masalah pada masa Orde 
Baru, dan tidak hanya etnik Tionghoa yang ditindas tetapi etnik 
lainpun mengalaminya. Hanya saja mereka tidak sampai diatur hitam 
diatas putih atau dalam bentuk kebijakan/perundangan seperti halnya 
etnik Tionghoa. Contohnya pasal 6 UUD 1945 .
Undang Undang Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958 juga tidak 
mengharuskan dicantumkannya Surat Bukti Kewarganegaraan Republik 
Indonesia (SBKRI), dan praktek diharuskannya memiliki SBKRI itu 
hanya berlaku untuk semua WNI etnik Tionghoa serta tidak berlaku 
untuk etnik lain. Dari situ kita bisa melihat bahwa komunitas etnik 
Tionghoa dibedakan dengan komunitas etnik lain dan membuat kita 
berpikir, kenapa kita dibedakan?
Komunitas Tionghoa Indonesia berusaha mencari jalan yang terbaik 
untuk hidup berbangsa di Indonesia. Dari situ keluarlah dua buah 
pemikiran tentang bagaimana Nation Building di negeri ini 
dilaksanakan, yaitu konsep Integrasi dan Asimilasi. Terlepas dari 
kedua konsep tersebut tepat atau tidak dilaksanan di negeri ini, 
adalah merupakan suatu fakta bahwa konsep tersebut lahir dari 
kondisi kehidupan yang dialami etnik Tionghoa dan mereka berusaha 
menyumbangkan konsep tentang bagaimana hidup berbangsa yang baik.

Majalah Sinergi
Setelah kita pelajari kedua konsep tersebut, kita melihat bahwa 
konsep tersebut mempunyai kelemahannya. Bertolak dari situlah kita 
perlu konsep yang baru. Karena  itu kita memperkenalkan konsep 
Sinergi.
Sinergi Indonesia (SI) adalah sebuah konsep tentang bagaimana kita 
hidup berbangsa yg baik. Karena ini merupakan sebuah konsep maka 
jelas bahwa konsep tersebut muncul dari pihak yg menderita, dimana 
konsep tersebut disumbangkan kepada bangsa ini secara keseluruhan.
Berhubung ini merupakan sebuah konsep, maka konsep tersebut perlu di 
masyarakatkan. Cara yang ditempuh untuk memasyaratkan konsep ini 
adalah dengan menerbitkan majalah Sinergi Indonesia (SI).
Tujuan penerbitan majalah Sinergi Indonesia (SI) adalah untuk 
mengenalkan konsep bagaimana hidup berbangsa yg baik

Munculnya Konsep Sinergi
Garis besar konsep Sinergi akan dijelaskan dibawah ini dengan 
mengumpamakan sebagai sebuah mobil.
Bila kita memasukkan kunci untuk menghidupkan mobil, tentunya kita 
mengharapkan mobil dapat hidup dan berfungsi dengan prima. Untuk 
mencapai kondisi tersebut, maka pemilik mobil harus merawat semua 
komponen mobil tersebut tanpa mengabaikan suku cadang/komponen mobil 
sekecil apapun. Mengapa?
Sebab komponen mobil sekecil apapun, contohnya busi yang kotor atau 
platina yang aus, bila dibiarkan, maka akan menganggu keseimbangan 
dan fungsi mobil tersebut yang berakibat kepada tidak bisa 
bersinerginya komponen mobil yang lain dan akan mengakibatkan 
masalah pada mobil tersebut serta tidak bisa berfungsi dengan 
semestinya. Tetapi bila semua komponen mobil tersebut dirawat dengan 
baik, dan bila mobil dihidupkan, maka semua komponen mesin mobil 
akan bersinergi dan saling menggerakan mobil tersebut sehingga mobil 
tersebut bisa berfungsi dengan baik.

Bila semua komponen bangsa diperlakukan dengan baik dan sama tanpa 
ada yang dianaktirikan, maka bangsa Indonesia akan tumbuh menjadi 
bangsa yang kuat. Etnik Jawa tumbuh sebagai etnik Jawa yang sehat, 
begitu pula etnik Aceh, etnik Papua, dan etnik Tionghoa juga tumbuh 
sebagai etnik yang sehat. Bila semua komponen bangsa dibiarkan 
tumbuh sebagai komponen bangsa yang sehat, maka pada waktunya nanti 
mereka akan menunjukkan wujud bakti kepada ibu pertiwi dengan 
memberikan yang terbaik kepada bangsa ini. Pada akhirnya semua orang 
akan bersikap positif dalam kehidupan berbangsa.

Konsep Sinergi ini dibangun diatas 3 landasan/semangat:
Manusia adalah makhluk berakal budi dimana manusia yang berakal budi 
memiliki
3 semangat, yaitu semangat anti kekerasan, semangat empati, dan 
semangat berkomunikasi secara sehat..
Penjelasan terhadap ketiga semangat tersebut bisa diibaratkan 
dengan  seorang pawang dengan binatang yang dilatihnya.
Contohnya pawang gajah. Sebelum pawang gajah menjinakkna seekor 
gajah, pawang tersebut harus membersihkan dirinya dari kekerasan. 
Tidak bisa berlaku seperti kusir delman yang mencambuk kudanya bila 
kuda tersebut tidak berlari seperti yang dikehendakinya. Bila hal 
seperti itu dilakukan, maka pawang tersebut akan menghadapi gajah 
yang berontak dan bisa berakibat diinjak atau disakiti gajah. Bila 
pawang sudah berhasil membersihkan diri dari kekerasan, maka pawang 
tersebut dapat berdiri di samping gajah tetapi gajah belum tentu 
akan mengikuti instruksi pawang tersebut. Untuk itu diperlukan 
semangat empati dari sang pawang. Belajar memahami gajah, apa yang 
disukai dan apa yang ditolak oleh gajah. Dengan mempelajari ini, 
maka sang pawang akan memahami perilaku gajah, dan dari situ sang 
pawang bisa menginstruksikan gajah tersebut untuk melakukan tugas 
seperti yang dikehendakinya. Dari sini kita sebagai manusia bisa 
melihat, dalam hal ini pawang gajah yang memiliki akal budi bisa 
berkerjasama dengan gajah yang tidak memiliki akal budi dimana gajah 
bersedia mengikuti instruksi pawang gajah.
Selain itu, komunikasi antara pawang dan gajah juga harus diterapkan 
dalam artian bila gajah sudah melaksanakan tugasnya, maka gajah akan 
diberi imbalan seperti diberi makan. Tetapi bila pawang tersebut 
berbuat curang dan tidak memberikan imbalan berupa makanan, beberapa 
kali terjadi gajah masih bisa mengerti, tetapi bila sampai terjadi 
berkali-kali, maka  gajah akan berontak dan tidak mau menuruti 
perintah pawang, dan pada akhirnya gajah akan sampai pada 
kesimpulan: Persetan kamu manusia, saya tidak akan laksanakan 
instruksimu lagi. Dan itu tidak hanya berlaku terhadap gajah tetapi 
juga pada binatang lainnya. 
Dari situ kita bisa mengambil kesimpulan, bila binatang yang tidak 
berakal budi diperlakukan dengan baik oleh manusia yang berakal 
budi, maka binatang tersebut bisa mengerti.
Pertanyaanya:
Apakah etnik Tionghoa yang katanya untuk bisa diterima sebagai 
bangsa Indonesia itu harus merubah jati dirinya dengan membuang 
semua ketionghoaannya?
Dari sini, kita sudah bisa melihat bahwa konsep Asimilasi itu sudah 
gugur dengan sendirinya karena konsep tersebut telah terbukti gagal.
Dengan 3 semangat itu pula kita koreksi dan periksa, seandainya 
komunitas Tionghoa diperlakukan dengan semangat komunikasi yang 
baik, penuh empati dan tanpa kekerasan, apakah komunitas Tionghoa 
akan susah diatur?
Jawabannya harus dicari. Mari kita buktikan bahwa etnik Tionghoa 
tidak seperti yang di stigmakan dan bisa berubah menjadi manusia 
yang sama dengan yang lainnya kalau diperlakukan sercara baik 
berdasarkan akal budi manusia. Dengan demikian semua anggapan bahwa 
etnik Tionghoa bukan sebagai orang Indonesia yang benar, kita tolak, 
karena itu kita tidak berbicara mengenai integrasi. Menurut kami, 
integrasi tidak pantas digunakan oleh etnik Tionghoa. Yang paling 
tepat menggunakan Integrasi adalah orang Timor Timur dimana mereka 
dulunya ada masalah dengan Portugis, dan negara Indonesia sudah 
berdiri, kemudian mereka memutuskan untuk bergabung dan 
mengintegrasikan diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. 

Sedangkan etnik Tionghoa merupakan bagian dari bangsa Indonesia 
seperti halnya etnik Jawa, etnik Sunda, etnik Bali, etnik Batak, 
etnik Aceh, etnik Papua dan lain-lain, dimana tumbuh kesadaran di 
dalam diri mereka untuk berintegrasi ke dalam satu bangsa dan 
dideklarasikan dalam Sunpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dari situ 
integrasi etnik Tionghoa sebagai bangsa Indonesia sudah final. Bila 
etnik Tionghoa masih memakai istilah Integrasi, maka mereka secara 
tak langsung mendukung pendapat orang-orang non Tionghoa yang keliru 
dan menganggap diri mereka sebagai tamu, padahal etnik Tionghoa 
sudah berada di dalam tubuh bangsa ini, seolah-olah mreka keluar 
dari situ dan mengetok-ngetok pintu agar supaya dibukakan dan 
diterima sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Di situlah kelemahan 
semangat Integrasi tersebut.
Bangsa Indonesia bukanlah merupakan ikatan kebangsaan kuno tetapi 
merupakan ikatan kebangsaan modern, yaitu Negara Bangsa atau Nation 
State. 
Ikatan kebangsaa kuno terikat kedalam 4 persamaan, yaitu ciri 
jasmani/ras, bahasa, budaya dan lingkungan tempat tinggal.
Sedangkan Negara Bangsa yang berdasarkan pada ikatan kebangsaan 
modern itu mendasarkan pada kesamaan kepentingan kesatuan 
masyarakat, dimana terdiri dari dua macam kepentingan, yaitu:
Mebebaskan diri dari kolonialisme dan ingin membentuk suatu tatanan 
hidup tersendiri yg bebas dari campur tangan penjajah manapun juga. 
Kepentingan dasar inilah yang melandasi lahirnya Bangsa Indonesia. 

Etnik Tionghoa yang pernah bersama-sama dengan etnik lainnya 
mengalami penderitaan yang sama dibawah penjajahan Belanda dan 
berjuang serta mencurahkan darah di tanah air ini melawan penjajahan 
Belanda tersebut seperti yang terjadi di tahun 1740, maka disadari 
atau tidak dan diterima atau tidak, secara prinsip etnik Tionghoa 
sudah merupakan bagian dari bangsa Indonesia, dimana kesadaran untuk 
bersatu tersebut di ikrarkan dalam Sumpah Pemuda 1928.


Peran Majalah Sinergi 
Majalah Sinergi merupakan media untuk menyampaikan konsep Sinergi 
ini kepada masyarakat luas. Bila majalah ini terlihat begitu 
menyoroti masalah yang dihadapi etnik Tionghoa serta kepentingan 
etnik Tionghoa di dalamnya, itu karena etnik Tionghoa selama ini 
masih dipandang negatif dan mengalami diskriminasi, tetapi tujuan 
utama majalah Sinergi adalah untuk membangun kehidupan berbangsa di 
Indonesia secara keseluruhan, dimana konsep Sinergi itu dimunculkan 
oleh sekelompok etnik Tionghoa.

Seberapa penting komunitas Tionghoa memerlukan media untuk 
menyampaikan aspirasi mereka?
Justru peran media menjadi sangat penting dan merupakan suatu 
kebutuhan utama. 
Selama ini komunitas non tionghoa selalu menganggap komunitas 
Tionghoa sebagai komunitas yang memiliki ekonomi kuat. Justru 
anggapan tersebut yang perlu dikoreksi. Bila suatu komunitas 
memiliki ekonomi yang kuat, hal itu akan tercermin dalam kehidupan 
politik, ekonomi dan budaya. Sedangkan yang terjadi dengan komunitas 
Tionghoa di negeri ini tidaklah demikian, justru yang terlihat 
adalah Hak Asasi Manusia mereka berada di bawah garis minimun dan 
tertindas sedemikian rupa, sehingga kita perlu bertanya, mungkinkah 
di satu sisi komunitas ini mempunyai ekonomi kuat tetapi di sisi 
lain hak asasi mereka tertindas seperti itu ? Ini sungguh sangat 
pradoks sekali. Sebab bila mereka kuat, tentu HAM nya akan baik. 
Selain itu, bagaimana mungkin mereka dikatakan kuat sedangkan 
kenyataannya mereka sering dijadikan sasaran kerusuhan rasial.
Karena itu komunitas Tionghoa perlu memiliki posisi politik yang 
kuat. Salah satu alat untuk mencapai itu adalah media dimana melalui 
media tersebut mereka bisa menyeruakan masalah mereka bila ditindas.

Selain itu, setelah jatuhnya Orde Baru, banyak orang Tionghoa yg 
menolak di sebut Cina tetapi ingin di sebut Tionghoa, bila 
ditanyakan alasan dibalik itu, banyak yang tidak tahu karena mereka 
tidak mengerti sejarahnya. Selain itu, untuk memperjuangkan agar 
supaya tidak didiskriminasi lagi dan tidak menjadi sasaran amuk 
massa bila terjadi kerusuhan, maka etnik Tionghoa perlu membangun 
kekuatan politik. Kekuatan politik ini dimaksudkan sebagai kekuatan 
politik untuk kehidupan berbangsa, dan bukan kekuatan politik untuk 
kekuasaan. Dan salah satu alat untuk membangun kekuatan politik 
seperti itu selain dengan mendirikan partai politik dengan visi yang 
jelas, maka sarana media juga sangat penting untuk membangun 
kehidupan berbangsa, dan inilah yang ingin dicapai oleh majalah 
Sinergi. 






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
1.2 million kids a year are victims of human trafficking. Stop slavery.
http://us.click.yahoo.com/X3SVTD/izNLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke