"Wong Jowo Ilang Jawane" Dipamerkan di Solo
Senin, 15 Juni 2009 07:02 WIB | Hiburan | Seni/Teater/Budaya | Dibaca 17 kali
Solo (ANTARA News) - Sebanyak 37 seniman menggelar pameran seni rupa yang 
bertajuk "Wong Jowo Ilang Jawane" (orang Jawa kehilangan Jawanya) di dua 
tempat, Balai Soedjatmoko dan House of Danarhadi, Kota Solo.

"Pameran yang menampilkan 37 karya seni rupa ini mengambil tema tentang 
kebudayaan Jawa yang mulai luntur di masyarakat Jawa sendiri," kata Kurator 
Pameran, Ardus M Sawega, di Solo, Minggu.

Menurutnya, melalui tema tersebut pihaknya dapat mendorong masyarakat Jawa 
untuk merenungi kembali nilai-nilai Jawa yang ada pada diri mereka.

"Yang akan menjadi perenungan mereka setelah melihat pameran ini adalah tentang 
apa yang hilang dari diri mereka mengenai nilai-nilai Jawa yang mereka miliki," 
jelasnya.

Disinggung mengenai karya-karya yang dipamerkan, dia mengatakan, ada 37 karya 
yang ditampilkan oleh seniman-seniman yang berasal dari Solo, Yogyakarta, 
Bandung, dan Jakarta.

Dia mengatakan, karya-karya yang dipamerkan di dua tempat yang terpisah ini 
menampilkan karya-karya dari seni instalasi dan lukisan.

Mengenai proses pameran, dia mengatakan, awalnya terdapat kesusahan pada 
seniman-seniman yang ikut serta dalam mengartikan tema yang terkandung dalam 
judul "Wong Jawa Ilang Jawane".

"Muncul banyak pengertian mengenai tema ini dari 37 seniman-seniman ini. Butuh 
waktu yang lama untuk menselaraskan pengertian-pengertian yang ada untuk 
menjadi kesatuan cerita mengenai tema ini," jelasnya.

Akan tetapi, menurutnya, tema ini sangat menarik bagi para seniman untuk 
dituangkan dalam sebuah karya.

Dia mengatakan, pameran ini diikuti seniman-seniman senior seperti Jeihan, 
Djoko Pekik, VA Sudiro, Nasirun dan Hasyim Katamsi, dan seniman-seniman muda 
seperti Heri Dono, Iwan Sagito, Ipong Purnomo Sidi.

"Seniman-seniman yang berbeda generasi ini memberi bobot yang istimewa pada 
pameran yang digelar di Kota Solo ini," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Bentara Budaya Jakarta, Efix Mulyadi 
mengatakan, sejumlah gagasan yang disampaikan seniman-seniman melalui karyanya 
ini diharapkan tidak hanya menjadi sesuatu yang menumbuhkan iklim kesenian yang 
mulai lesu akhir-akhir ini.

"Melalui gagasan-gagasan yang ada pada karya-karya yang ditampilkan diharapkan 
menjadi inspirasi bagi masyarakat yang menyaksikannya," katanya.

Pameran "Wong Jowo Ilang Jawane" ini digelar di Kota Solo mulai Minggu ini 
(14/6) hingga 23 Juni 2009.(*)

Biola WR Supratman dan Sejarah Kepemudaan Indonesia
Minggu, 14 Juni 2009 11:20 WIB | Artikel | Spektrum | Dibaca 218 kali
I. Citra Senjaya

wage rudolf soepratman (arsip)Jakarta (ANTARA News) - Lagu kebangsaan Indonesia 
Raya pertama kali diperdengarkan dalam Kongres Pemuda Kedua pada 28 Oktober 
1928.

Lagu tersebut dilantunkan di hadapan pemuda peserta kongres dengan iringan 
biola Wage Rudolf Supratman.

Demikian sekilas penjelasan yang tertera di dinding Museum Sumpah Pemuda, 
tentang sejarah biola milik WR Supratman yang menjadi koleksi kebanggaan museum 
ini.

Biola tersebut berada di ruang koleksi Kongres Pemuda Kedua, lengkap dengan 
foto serta diorama yang menggambarkan kondisi rapat pemuda pada tahun 1928.

Kepala Museum Sumpah Pemuda Agus Nugroho mengatakan, biola tersebut memiliki 
nilai sejarah yang berkaitan dengan Sumpah Pemuda.

"Biola ini menjadi alat musik pengiring saat lagu Indonesia Raya pertama kali 
diperdengarkan pada Kongres Pemuda kedua pada tahun 1928," katanya.

Biola tersebut diletakkan di salah satu ruangan di museum yang berlokasi di 
Jalan Kramat Raya Jakarta, lengkap dengan keterangan serta berbagai foto 
pendukung tentang sejarah alat musik tersebut.

Biola model Amatus itu memiliki panjang 36 cm, lebar sisi terpanjang 20 cm dan 
sisi terpendek 11 cm, serta tebal sisi terlebar 6 cm dan terpendek 4,1 cm.

Adapun panjang leher biola tersebut 37,2 cm serta penggesek dengan panjang 71,2 
cm.

Di dalam tubuh biola tersebut, tertulis identitas serta alamat pembuatnya, 
yakni Nicolaus Amatus Fecit in Cremona 6.

Biola dengan dua lubang berbentuk S di bagian tubuhnya tersebut terbuat dari 
tiga jenis kayu berbeda, masing-masing kayu Cyprus atau Jati Belanda, Maple 
Italia, serta Eboni.

Menurut Agus, biola ini masih dapat digunakan dengan baik.

"Biola ini pernah dua kali dimainkan oleh Idris Sardi saat peringatan Sumpah 
Pemuda pada tahun 2005 dan 2007," katanya.

Koleksi Museum

Museum Sumpah Pemuda memiliki lebih kurang 2.867 koleksi yang berkaitan dengan 
perjalanan perjuangan pemuda Indonesia.

Menurut Agus, bangunan museum yang sebelumnya merupakan pemondokan para pelajar 
dan mahasiswa yang datang dari berbagi daerah di Indonesia, masih berdiri sama 
seperti kondisi pada zaman dahulu.

Bangunan utama dengan arstitektur kuno seluas 460 meter persegi, berdiri di 
atas lahan seluas lebih kurang 1.041 meter persegi.

Ke-2.867 koleksi tersebut terdiri dari 35 bendera organisasi pemuda peserta 
Kongres Pemuda yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, vandel 
organisasi, belasan patung tokoh pemuda, serta berbagai dokumen perjuangan 
kepemudaan Indonesia.

Ia mengatakan, koleksi-koleksi tersebut dipamerkan dengan penataan yang 
mengikuti kronologis peristiwa Sumpah Pemuda.

Saat memasuki museum, pengunjung akan disuguhi dengan ruang pengenalan yang 
berisi tentang peta penyebaran organisasi-organisasi kepemudaan daerah, peta 
yang menunjukkan sejumlah lokasi digelarnya rangkaian Kongres Pemuda Kedua, 
serta patung dada sejumlah tokoh pemuda.

Ruang pamer selanjutnya berisi tentang sejarah pertumbunhan organisasi 
kepemudaan.

Di ruang ini dipamerkan berbagai aktivitas pergerakan pemuda, seperti 
Perhimpunan Indonesia, Jong Java, Jong Sumatra, Jong Islamieten Bond, serta 
Kepanduan.

"Di ruang ini juga dipamerkan berbagai peralatan Kepanduan yang digunakan pada 
sekitar tahun 1920," katanya.

Memasuki bagian dalam museum terdapat ruang Kongres Pemuda Pertama yang 
berisikan koleksi tentang berbagai kegiatan dalam kongres pertama, foto 
kegiatan serta cuplikan pidato yang disampaikan dalam kongres tersebut.

Biola WR Supratman dipamerkan di ruang Kongres Pemuda Kedua.

Berbagai foto serta keterangan yang berhubungan dengan kisah hidup pemuda 
kelahiran 1903 tersebut dipamerkan pada ruangan tersebut.

Di ruang tersebut, kata Agus, dipamerkan pula diorama yang menggambarkan 
situasi saat dilaksanakannya pertemuan dalam Kongres Pemuda Kedua.

Sementara pada tembok di bagian belakang diorama Kongres Pemuda Kedua dipasang 
lirik lagu Indonesia Raya versi asli yang diciptakan WR Supratman.

Perkembangan Kepemudaan

Salah satu ruang pamer yang paling muda usianya dibanding ruang pamer yang lain 
yakni ruang Tematik.

Menurut Agus, dalam ruang tersebut dipamerkan aktivitas perkembangan kepemudaan 
Indonesia mulai tahun 1908, 1928, 1945, 1966, hingga era reformasi 1998.

Berbagai perkembangan sejarah kepemudaan, mulai dari Budi Utomo, Sumpah Pemuda 
1928, hingga perjuangan mahasiswa pada era reformasi tahun 1998, dipamerkan 
pada ruang tersebut.

Selain itu, kata dia, tuang tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah benda 
sejarah pendukung, seperti sepeda motor Vespa tahun 1966 milik Hata Saleh, 
salah satu tokoh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Vespa tersebut menjadi salah satu alat transportasi untuk menyampaikan 
informasi di antara para pemuda anggota KAMI.

Ia mengatakan, koleksi ruang tersebut akan terus diperbarui, seiring dengan 
perkembangan sejarah dan zaman.

Museum Sumpah Pemuda buka setiap hari Selasa hingga Minggu, mulai pukul 
08:00-15:00 WIB.

Dengan tiket masuk berkisar antara Rp250-750 per orang, pengunjung dapat 
menikmati sejarah perkembangan pemuda Indonesia serta lahirnya Sumpah Pemuda. 
(*)

<<wr-supratman.jpg>>

Reply via email to