dear members, Apakah suara tionghoa dalam pemilu 2009 masih di perhitungkan partai partai ? pemilu 2004 suara tionghoa banyak dilirik partai partai, namun bagaimana pemilu 2009? bagaimana menurut anda?
sampai2 dewan pengusaha indonesia tionghoa(alim markus & ted siong ) berinisiatif membuat iklan politik+imlek untuk mendukung demokrat dan SBY salam alex Pemilu 2004 Ramai-ramai Membidik Suara Tionghoa Komitmen Antidiskriminasi atau Upaya Menghimpun Pundi Dana? SH/Senin, 01 Maret 2004/JAKARTA – Ketua Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) Sjahrir mengklaim partainya sebagai satu-satunya partai politik (parpol) yang memperjuangkan pencabutan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SKBRI) yang selama ini membuat etnis Tionghoa mendapat perlakuan diskriminatif di negeri sendiri. Sementara pekan ini, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) mengeluarkan pernyataan mendesak pemerintah untuk mencabut berbagai peraturan diskriminatif terhadap etnis Tionghoa. Tentu saja, dari 24 parpol peserta pemilu, bukan hanya Partai PIB dan PDIP yang memiliki komitmen terhadap penghapusan diskriminasi Tionghoa. Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga berupaya menunjukkan komitmen serupa dengan menaruh para etnis Tionghoa dalam daftar calon anggota legislatif (caleg) mereka. Komitmen PKB mungkin sudah bisa dilihat saat Abdurrahman Wahid (Gus Dur0 menjabat sebagai Presiden. Di era Gus Dur, sejumlah kebijakan yang memangkas diskriminasi etnis Tionghoa mulai dikeluarkan. Salah satunya adalah izin perayaan Imlek. Lewat Surat Presiden No B20/Sesneg/1/2001 dan SK Menteri Agama No 13/2001, pemerintah menetapkan tahun baru Imlek, meskipun masih merupakan hari libur fakultatif bagi warga Tionghoa. Kemudian di era Presiden Megawati, Imlek dijadikan hari libur nasional. Di masa Gus Dur pula, Khong Hu Cu diakui sebagai salah satu agama nasional, bersama lima agama lainnya lewat pencabutan Inpres No 14/1967. Gus Dur pula yang menyatakan bahwa para etnis Tionghoa boleh kembali menggunakan nama Tionghoa mereka, hal yang ditabukan selama rezim Orde Baru. Pintu yang telah dibuka oleh Gus Dur ini tampaknya akan digunakan oleh sejumlah parpol untuk menarik suara etnis Tionghoa. Beberapa parpol bahkan menyebut penghapusan diskriminasi etnis Tionghoa dalam salah satu program mereka. Partai PIB memang merupakan partai yang secara jelas dan tegas menyebut pencabutan SKBRI sebagai salah satu program yang terkait dengan penghapusan diskriminasi. Sementara PAN hanya menyebutnya dalam program yang lebih general, yakni penghapusan segala bentuk diskriminasi atas agama, suku, ras, bahasa dan latar belakang sosial. Definisi umum semacam ini juga terdapat pada program mayoritas parpol lainnya, termasuk PDIP dan Partai Golkar. Dalam program reformasi politik, Partai Golkar menyebut ratifikasi perjanjian internasional yang berkaitan dengan nondiskriminasi sebagai salah satu poin penting. Uniknya, PKB dalam pokok-pokok programnnya justru sama sekali tak menyebut soal penghapusan diskriminasi. Dari 24 parpol peserta pemilu, mayoritas parpol yang meletakkan perjuangan penghapusan diskriminasi sebagai program politik mereka adalah partai-partai beraliran nasionalis. Sementara parpol beraliran agama tidak menyebutnya secara secara spesifik. Daftar Caleg Program atau platform parpol memang belum bisa digunakan untuk mengukur seberapa besar komitmen sebuah parpol, termasuk soal penghapusan diskriminasi etnis Tionghoa. Bentuk komitmen lainnya mungkin bisa diukur dari masuknya sejumlah nama etnis Tionghoa dalam daftar caleg parpol. Jika dilihat dari sudut ini, hampir semua parpol memiliki caleg dari etnis Tionghoa, hanya berbeda persentasenya. Namun menurut Ketua Asosiasi Indonesia Tionghoa (INTI), Benny G. Setiono, masuknya etnis Tionghoa dalam daftar caleg parpol tidak bisa diidentikan sebagai komitmen parpol terhadap penghapusan diskriminasi. Dalam istilah Benny, mereka hanya berfungsi sebagai pemanis atau penghimpun dana. Banyak kasus di mana parpol mengajak etnis Tionghoa untuk masuk sebagai caleg hanya untuk memperoleh uangnya. Atau hanya sekadar sebagai pemanis bahwa seolah parpol yang bersangkutan tampak pluralis. "Kecurigaan" Benny ini beralasan jika melihat bahwa mayoritas etnis Tionghoa hanya duduk sebagai caleg nomor bawah dan dicalonkan untuk daerah pemilihan yang tidak dikenal. Kalau pun ada etnis Tionghoa yang duduk sebagai nomor jadi dan dari kalangan populer, belum ada jaminan bahwa caleg tersebut memiliki perspektif antidiskriminasi. "Mereka juga membawa kepentingan sendiri," ujarnya. Pada akhirnya, perjuangan terhadap penghapusan diskriminasi tidak bisa disandarkan hanya dengan meletakkan etnis Tionghoa dalam daftar caleg atau menuliskan komitmen di atas kertas. Di bawah kepemimpinan Megawati, penghapusan diskriminasi etnis Tionghoa belum sepenuhnya terjadi. Karena itu, Benny memprediksikan bahwa mayoritas etnis Tionghoa akan hengkang dari PDIP. Namun tidak ada arahan dari kelompok-kelompok Tionghoa akan kemana suara etnis Tionghoa diberikan. "Itu merupakan pilihan independen," ujarnya. Hal sama dikemukakan Ketua Solidaritas Nusa Bangsa (SNB) Ester Jusuf Purba. Menurutnya, memang ada perdebatan di kalangan etnis Tionghoa mengenai akan dikemanakan suara mereka dalam Pemilu 2004. Sempat berkembang wacana agar suara etnis Tionghoa diberikan pada caleg yag berasal dari etnis yang sama. Namun dalam perkembangannya, wacana semacam ini tidak mendapat tanggapan. Pemilu 1999 telah mengajarkan bagaimana anggota legislatif terpilih di parlemen yang berasal dari etnis Tionghoa, justru gagal memperjuangkan aspirasi antidiskriminasi. Karena itu, menurut Ester, saat ini etnis Tionghoa lebih mendasarkan pilihan berdasarkan kompetensi para caleg, bukan atas dasar etnis mereka. Jika memang seorang caleg memiliki perspektif demokratik, maka ia lebih layak dipilih dibanding caleg etnis Tionghoa yang memiliki perspektif antidemokratik. Sementara untuk pilihan partai, menurut Benny, secara otomotis mayoritas etnis Tionghoa akan memilih partai nasionalis. Sedangkan untuk partai "semi-nasionalis" seperti PAN dan PKB tetap ada peminat, hanya saja dalam jumlah kecil. "Untuk PKB, mungkin banyak etnis Tionghoa yang tertarik dengan sosok Gus Dur. Tapi Gus Dur kan bukan PKB. Gus Dur sudah menunjukkan komitmen dalam penghapusan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, tapi PKB belum menunjukkan komitmen yang jelas," ujarnya. Dengan jumlah suara pemilih mencapai 10 juta, suara etnis Tionghoa memang cukup potensial untuk dibidik. Hanya saja, komitmen yang tak jelas dari mayoritas parpol peserta pemilu terhadap perjuangan antidiskriminasi, menjadikan bidikan parpol agaknya sulit mengenai sasaran. (SH/fransisca r. susanti) ------------------------------------ .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:budaya_tionghua-dig...@yahoogroups.com mailto:budaya_tionghua-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: budaya_tionghua-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/