Refleksi: (1) Koruptor dihukumm mati tidak cukup, sebagusnya juga harta keluarga koruptor disita oleh negara dan keluarga koruptor dilarang melakukan usaha yang mendatangkan laba selama jangka waktu 30 tahun, selain itu tidak boleh memiliki rekning di bank selama jangka waktu 30 tahun. Insyaalloh dengan jalan ini kalau orang mau korupsi barangkali bisa pikir betul-betul akan konsekwensinya dan insyalloh secara agamiah dan rochaniach dijauhi dari perbuatan haram tdan selama hidup menjadi manusia jujur yang berbakti kepada sesama manusia .
(2) Pada pihak lain kalau hukum mati ini diberlakukan secara retro-aktif misalnya tahun 2000, Pak Harto, PresidenNKRI yang digelar dalam daftar StAR tukang copet nomor wahid di dudunia juga terseret, teristimewa backing-backnya bisa diseret, seperti SBY, Wiranto, Prabowo entah sipa lagi yang menjadi backing Pak Harto selama masih hidup dan berkuasa perkasa. (3) Kalau ada olimpiade korupsi, pasti delagasi Indonesia termasuk terbesar dan medali emas pun banyak diperoleh. http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=1&id=2761 Minggu, 27 Juli 2008 | BP 'Backing' Koruptor juga Dihukum Mati Jakarta (Bali Post) - DPR mendukung pemberlakuan hukuman mati bagi koruptor. Pasalnya, ulah penilep uang negara ini membawa kesengsaraan bagi rakyat. Selain pelaku utamanya, aparat penegak hukum yang mencoba-coba melindunginya juga harus dihukum mati. Hal ini dikatakan anggota F-PKS DPR Soeripto dalam diskusi bertajuk 'Hukuman Mati untuk Koruptor' di Jakarta, Sabtu (26/7) kemarin. Hukuman mati bagi koruptor, menurut dia, tidak melanggar HAM. Penilaian ini kalau dibandingkan dengan penderitaan yang dirasakan jutaan orang akibat perbuatannya. Hukuman mati ini juga dimaksudkan untuk menimbulkan efek jeranya. 'Mereka akan berpikir beribu-ribu kali sebelum melakukan korupsi,' ujarnya. Dijelaskan, aparat penegak hukum yang dimaksudkannya adalah petugas kepolisian, jaksa, hakim serta pihak lain atau politisi serta pejabat negara yang melindungi pelaku tindak pidana korupsi itu. Alasanya, penegakan hukum hanya dapat dilakukan kalau seluruh jajaran penegak hukum serta penyelenggara tidak menjadi backing koruptor. Mengenai kinerja aparat penegak hukum, ungkap Soeripto, sebagian sudah profesional. Namun, tak bisa dipungkiri masih ada sebagian kecil dari mereka yang mempermainkan perkara. 'Tetapi yang terpenting adalah etika dan moral mereka selaku penegak hukum yang harus selalu dijunjung tinggi dan terus ditingkatkan,' tandasnya. Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Denny Indrayana, mengatakan pemberlakuan hukuman mati harus didasari beberapa kriteria. Di antaranya kualitas korupsi atau nilai uang yang dikorupsi, tanggung jawab pelaku atau yang bersangkutan memegang jabatan strategis atau tidak dan subjek pelakunya yakni ia pelaku utama atau bukan. Berdasarkan kriteria itulah koruptor baru dihukum mati. Tetapi pelaku korupsi kambuhan atau pernah melakukannya, bisa juga dijatuhi hukuman mati. 'Jika perbuatan itu dilakukannya lagi, berarti dengan hukuman penjara itu pelaku belum jera,' ujarnya. (kmb3)