"Pinochetkan" Soeharto 

SUARA PEMBARUAN DAILY 
TAJUK RENCANA I

"Pinochetkan" Soeharto."

Abstrak:
"Lagi pula kalau kita cermati undang-undang tentang yayasan yang 
sempat dua kali diperbarui dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, 
tuntutan perdata kepada Soeharto itu niscaya akan gagal.... 

Undang-undang yayasan yang baru ini memuat rekaan hukum yang 
melembagakan pembina sebagai pemilik yayasan. Para pengacara pembela 
Soeharto akan memanfaatkan undang-undang yayasan ini untuk 
membebaskannya dari tuntutan perdata. Para pembela akan terdiri dari 
praktisi hukum unggul yang dibayar mahal dan mampu membayar mahal 
untuk mengalahkan para jaksa yang kalah cerdik dan kalah dana."
--

Sejak mantan Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan pada BJ Habibie 
banyak suara yang menuntut agar Soeharto dan para kroninya diadili. 
Namun sampai sekarang upaya untuk mengadili Soeharto itu belum 
terwujud, walaupun ada Ketetapan MPR XI Tahun 1998. Peluang 
mengadili pemimpin rezim Orde Baru ini secara pidana tampaknya sudah 
tertutup karena alasan kesehatan dan berbagai keputusan lembaga 
hukum. Sekarang ada upaya menuntut Soeharto secara perdata agar dana 
yang terhimpun dalam berbagai yayasan yang didirikan dan diketuainya 
dapat kembali pada negara. 

Mengadili Presiden yang berkuasa mutlak selama 32 tahun pasti sukar 
karena lembaga yang mengadilinya masih dipenuhi oleh orang-orang 
yang menem-pati kedudukannya semasa Soeharto dan rezimnya berkuasa. 
Kalau mereka betul-betul mengadili Soeharto dampaknya bisa mengenai 
diri sendiri, ibarat memercik air comberan ke muka sendiri. Karena 
itu, upaya mengadili Soeharto selama ini terkesan setengah hati. 
Bahkan mungkin hanya upaya kosmetis untuk menipu khalayak ramai 
dengan memberi kesan bahwa yang berkuasa pasca- Soeharto sungguh-
sungguh mau menegakkan kebenaran dan keadilan. 

Tuntutan perdata juga sekadar memoleskan gincu warna lain untuk 
menenangkan masyarakat. Kita perlu belajar dari pengalaman Filipina 
merebut kembali harta Marcos. Hampir pasti Pemerintah Indonesia 
tidak akan berhasil menuntut kembali dana yang terhimpun dalam 
berbagai yayasan bentukan Soeharto. Lagi pula kalau kita cermati 
undang-undang tentang yayasan yang sempat dua kali diperbarui dalam 
kurun waktu kurang dari lima tahun, tuntutan perdata itu niscaya 
akan gagal. 

Undang-undang yayasan yang baru ini memuat rekaan hukum yang 
melembagakan pembina sebagai pemilik yayasan. Para pengacara pembela 
Soeharto akan memanfaatkan undang-undang yayasan ini untuk 
membebaskannya dari tuntutan perdata. Para pembela akan terdiri dari 
praktisi hukum unggul yang dibayar mahal dan mampu membayar mahal 
untuk mengalahkan para jaksa yang kalah cerdik dan kalah dana. 

Tujuan mengadili Soeharto yang terpenting bukan untuk merebut 
kembali dana, bukan pula untuk balas dendam. Namun untuk menegakkan 
keadilan dan kebenaran dalam membangun bangsa Indonesia sebagai 
masyarakat yang beradab dan berbudaya. 

Kejahatan Soeharto dan rezimnya yang utama selama berkuasa 32 tahun 
adalah membiarkan dan memerintahkan tindakan yang bisa digolongkan 
sebagai kejahatan kemanusiaan. Penculikan dan pembunuhan para 
penentang kekuasaan, menghukum mati para pengganggu keamanan tanpa 
peradilan ("petrus"), memenjarakan dan membuang ribuan orang tanpa 
peradilan, tidak menuntut orang yang melakukan genosida politik 
(pembunuhan ratusan ribu orang karena perbedaan keyakinan politik), 
merampas hak sipil kelompok masyarakat dengan melarang penggunaan 
bahasa dan pengungkapan budaya. 

Kalau kita mau tumbuh sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya, 
mengungkapkan kejahatan kemanusiaan ini merupakan proses 
penjernihan, dan pembelajaran sejarah yang harus kita lakukan agar 
kejahatan semacam ini tidak terulang lagi dalam kehidupan kita 
sebagai bangsa. Karena itu Soeharto harus di-Pinochet-kan bukan 
diperdatakan. Jenderal Pinochet, sampai mati dituntut bertanggung 
jawab atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya selama berkuasa 
di Cile. 

Seperti Jenderal Pinochet, Soeharto harus terus digugat tanggung 
jawabnya atas terjadinya kejahatan kemanusiaan dalam masa 
pemerintahannya. Para penguasa sekarang dan di masa datang harus 
tahu bahwa pelaku kejahatan kemanusiaan harus bertanggung jawab atas 
perbuatannya, berapa pun usia dan betapa pun keadaan kesehatannya. 
Bahkan para pelaku yang sudah meninggal pun harus diungkap 
kejahatannya dan dicatat dalam sejarah kebangsaan kita. 

Last modified: 25/5/07


==


Reply via email to