* Jaksa Negara Siap Ladeni Gugatan Balik Tommy S

      Kamis, 06 September 2007 NASIONAL

      Tommy Gugat Bulog Rp 1 Triliun
        a.. Jaksa Pengacara Negara Siap Ladeni

            SURAT SOMASI: Kuasa hukum Hutomo Mandala Putra (Tommy 
Soeharto), Elza Syarief didampingi rekannya Renaldi F Hawadi (kanan) 
menunjukkan surat somasi yang ditujukan kepada Perum Bulog saat 
menggelar jumpa pers di Jakarta, Rabu (5/9). Tommy Soeharto melalui 
tim kuasa hukumnya akan melayangkan gugatan senilai Rp1 triliun 
kepada Perum Bulog.(30)

      JAKARTA-Gugatan perdata Badan Urusan Logistik (Bulog) melalui 
Jaksa Pengacara Negara (JPN) kepada Hutomo Mandala Putra alias Tommy 
Soeharto terkait dengan tukar guling antara Bulog dan PT Goro Batara 
Sakti, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), berujung 
gugatan balik. Tommy melalui tim kuasa hukumnya melakukan gugatan 
balasan (rekopensi) kepada Bulog secara pidana maupun perdata, 
dengan tuntutan sebesar Rp 1 triliun.

      Sebelumnya, JPN menggugat putra bungsu mantan Presiden 
Soeharto tersebut, karena dalam tukar guling itu diduga telah 
merugikan negara. Selain itu, untuk melengkapi syarat pembekuan aset 
Tommy 36 juta euro yang tersimpan di BNP Paribas, Guersey.

      Menurut salah seorang kuasa hukum Tommy, Kapitra Amgura, 
gugatan yang dilakukan Bulog telah merugikan kliennya, secara 
materiil maupun immateriil. Dirinya menganggap, gugatan tersebut 
merupakan penzaliman serta pembunuhan 
karakter bagi Tommy. Alasannya, dalam perkara yang sama, Mahkamah 
Agung (MA) pada tahun 2001, memutuskan kliennya bebas murni.

      Tidak Berdasar

      "Sudah ada putusan MA yang telah mempunyai kekuatan hukum 
pasti. Namun Perum Bulog tetap memaksakan dan menutup mata bahwa 
seolah-olah masalah tersebut belum selesai," ujar Kapitra.

      Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Elza Syarief mengatakan, 
gugatan yang dilakukan Bulog tidak berdasarkan hukum. Menurutnya, 
tidak ada alasan untuk menggugat kliennya, karena pada kasus 
tersebut, Tommy tidak pernah terbukti melakukan perbuatan melawan 
hukum.

      "Ini adalah preseden yang sangat buruk dalam penegakan hukum 
di Indonesia. Dan, hal ini akan menimbulkan suatu ketidakpastian 
hukum di Indonesia. Mas Tommy atas keputusan hukum tertinggi, 
dinyatakan tidak bersalah. Selain itu tidak ada dasar dan alat hukum 
untuk membuktikan Tommy melakukan tindakan melawan hukum yang 
dituduhkan selama ini," kata Elza.

      Dirinya menambahakan, gugatan Bulog yang bertujuan memperlama 
pembekuan uang kliennya di BNP Paribas, merupakan suatu rekayasa. 
Pasalnya gugatan tersebut bukan sebagai alat hukum yang dapat 
menyebutkan telah terjadi kerugian negara.

      "Gugatan di PN Jaksel untuk dijadikan bukti formal, agar 
menahan uang Mas Tommy, jelas itu suatu rekayasa. Karena bukan 
sebagai hak atau alat hukum yang menyebutkan negara dirugikan," 
imbuh pengacara yang sering menjadi kuasa hukum keluarga Cendana 
tersebut.

      Lebih lanjut Elza mengatakan, gugatan balik yang dilakukan 
kliennya, menyusul somasi yang resminya ditujukan kepada Mustafa 
Abubakar selaku Dirut Perum Bulog.

      Menurutnya, dalam somasi tersebut, pihaknya memberikan batas 
waktu hingga hari Rabu kemarin pukul 11.00 WIB, kepada Bulog untuk 
memberikan tanggapan.

      "Sebelumnya kami melakukan langkah yang lunak, yaitu somasi. 
Ternyata somasi tersebut, tidak direspons dengan baik. Akhirnya kami 
melakukan gugatan, dan upaya-upaya hukum secara pidana," tandasnya.

      Di lain pihak, Direktur Perdata Jaksa Agung Muda Perdata dan 
Tata Usaha Negara (Jamdatun) Yoseph Suardi Sabda membantah gugatan 
yang dilakukan Bulog melalui JPN tidak beralasan. Menurutnya, dasar 
gugatan tersebut adalah Pasal 32 (2) UU 31 tahun 1999 tentang 
pemberantasan korupsi, selain Pasal 19 Kitab Undang-undang Hukum 
Perdata.

      Yoseph menolak jika gugatan yang sudah didaftarkan ke 
pengadilan Guersey merupakan suatu rekayasa. Pasalnya, gugatan 
tersebut dilakukan setelah ada bukti fisik, dan dasar gugatan yang 
jelas. "Kami masih yakin, 
Tommy melanggar hukum sehingga merugikan negara," ujarnya.

      "Itu bukan rekayasa, alasannya sudah jelas. Berkas gugatan di 
PN Jaksel, ada bukti fisik plus dasar gugatan. Kalau mereka ngomong 
itu rekayasa, kita lihat saja nanti di pengadilan. Tapi kami masih 
yakin bahwa Tommy melanggar hukum," imbuh Yoseph. (J21-41)
====================================
SUARA PEMBARUAN DAILY

* Sidang Gugatan Perdata Tommy Soeharto Digelar 17 September

[JAKARTA] Sidang gugatan perdata yang dilakukan Kejaksaan Agung 
(Kejagung) terhadap Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto 
sebesar Rp 400 miliar, terkait kasus ruilslag (tukar guling) Goro-
Bulog akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan 
(Jaksel) pada 17 September 2007.

Menurut Panitera Muda Perdata PN Jaksel, Sobari Achmad, sidang 
perdana tersebut akan dilanjutkan dengan mediasi antara penggugat 
dan tergugat. Mediasi bisa dilakukan di dalam atau di luar 
pengadilan, dengan mediator yang juga bisa dari luar atau dalam 
pengadilan.

Ketua PN Jaksel, Andi Samsan Nganro mengatakan perkara tukar guling 
antara Perum Bulog dan PT Goro Bhatara Sakti (GBS) yang melibatkan 
Tommy Soeharto itu akan ditangani Ketua Majelis Hakim Haswandi. 
Kejagung mendaftarkan materi gugatan kasus tersebut ke PN Jaksel, 
pada Rabu (22/8).

Pembekuan Uang

Kejagung menggugat Tommy secara perdata untuk memenuhi syarat 
perpanjangan pembekuan uang milik Tommy di BNP Paribas Cabang 
Guerensey, Inggris, sebesar 36 juta euro.

Pengadilan Guerensey memberikan batas waktu enam bulan bagi Kejagung 
untuk membuktikan Tommy mempunyai masalah hukum di Indonesia. Kasus 
Goro dipilih dari sekian kasus korupsi yang melibatkan Tommy karena 
dianggap cukup lengkap untuk didaftarkan gugatannya.

Selain itu, Kejagung juga telah menetapkan Tommy sebagai tersangka 
dalam kasus dugaan korupsi dana Badan Penyangga dan Pemasaran 
Cengkeh (BPPC). Pada Kamis (16/8), Tommy diperiksa pertama kali 
sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Menurut Jaksa Agung Hendarman Supandji, Tommy ditetapkan menjadi 
tersangka dalam kasus itu karena dana Kredit Likuiditas Bank 
Indonesia (KLBI) yang diterimanya tidak semuanya dikucurkan kepada 
petani cengkeh, sebagaimana mestinya.

Kasus tersebut, kata dia, bermula ketika pemerintah berdasarkan 
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 20 Tahun 1992 jo Inpres No 1 
Tahun 1992, membentuk BPPC. Badan ini oleh mantan Presiden Soeharto 
dibe- rikan monopoli penuh untuk membeli dan menjual hasil produksi 
cengkeh dari petani.

Seluruh hasil produksi cengkeh oleh petani harus dibeli BPPC dengan 
harga yang telah ditentukan. Sementara pabrik rokok kretek (PRK) 
harus mem- beli cengkeh dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan.

BPPC sendiri, terdiri atas berbagai unsur, yakni Inkud dari unsur 
koperasi, PT Kerta Niaga dari unsur BUMN dan unsur swasta melalui PT 
Kembang Cengkeh Nasional yang merupakan perusahaan milik Tommy 
Soeharto.

Dari hak monopoli tersebut, BPPC diperkirakan memperoleh keuntungan 
mencapai Rp 1,4 triliun. Sejak dibubarkan pada 1998, BPPC masih 
menyisakan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dana-
dana yang merupakan hak petani cengkeh selama tata niaga cengkeh 
berlangsung, yakni Sumbangan Diversifikasi 
Tanaman Cengkeh (SDTC) sebesar Rp 67 miliar, Sumbangan Wajib Khusus 
Petani (SWKP) sebesar Rp 670 miliar, Dana Konversi sebesar Rp 74 
miliar, dan Dana Penyertaan Modal (DPM) sebesar Rp 1,1 triliun yang 
keseluruhannya dipungut dari petani cengkeh dan pabrik rokok. [E-8]

Last modified: 5/9/07
==========================================

SUARA PEMBARUAN DAILY

* Gugatan Perdata Soeharto

Kegagalan Mediasi Disambut Gembira
Gagalnya mediasi itu jelas memuaskan hati rakyat Indonesia. (Gayus 
Lumbuun)

[JAKARTA] Mediasi antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan tergugat, 
yakni pihak Yayasan Beasiswa Supersemar dan Ketua Yayasan tersebut, 
mantan Presiden Soeharto, yang dilaksaksanakan di gedung Bagian 
Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Kejagung, Jakarta, Selasa 
(4/9), tidak mencapai kata sepakat, patut disambut gembira oleh 
semua masyarakat Indonesia. Sebab, Kejagung menggugat Yayasan 
Beasiswa Supersemar dan Ketua Yayasan tersebut, 
merupakan perwakilan dari seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, Kejagung tidak bisa menentukan besaran angka uang 
yang harus dibayar tergugat, tanpa persetujuan rakyat 
Indonesia. "Oleh karena itu, saya dukung perkara itu kembali ke 
hakim (pengadilan, Red). Gagalnya mediasi itu jelas memuaskan hati 
rakyat Indonesia," kata anggota Komisi III 
DPR Gayus Lumbuun kepada SP, Selasa (4/9).

Gayus mengatakan mediasi hanya bisa dilakukan kalau yang bersengketa 
antarsesama warga negara, bukan antara negara dengan warga negara, 
seperti tersebut di atas. "Ini bukan perkara perdata biasa, ini luar 
biasa," kata Wakil Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) itu.

Menurutnya, kalau mediasi diabaikan pun tidak menjadi masalah karena 
hal itu belum diatur dalam Kitab Udang-Undang Hukum Acara 
Perdata. "Mediasi hanya diatur dalam surat edaran Mahkamah Agung 
(MA)," katanya.

Dilanjutkan

Mediasi antara Kejagung dengan tergugat tidak mencapai kata sepakat, 
sehingga perkara tersebut akan dilanjutkan di Pengadilan Negeri 
Jakarta Selatan (Jaksel). "Mediasi gagal. Karena itu, kami akan 
melaporkan hal ini ke hakim mediasi di PN Jaksel, Sulthoni SH pada 
10 September 2007," kata 
Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara (Kejagung) Dachmer Munthe SH kepada 
wartawan di Kejagung, Selasa (4/9).

Sebagaimana diberitakan, pada Kamis, 9 Agustus 2007, sidang gugatan 
perdata terhadap Soeharto mulai digelar di PN Jaksel. Tergugat 
(Soeharto) diminta membayar ganti rugi materiil Rp 185 miliar dan 
US$ 420 juta serta ganti rugi imateriil Rp 10 triliun.

Menurut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Alex Sato 
Bya menyatakan Soeharto memungut sejumlah dana berdasarkan Peraturan 
Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 tentang Penetapan Penggunaan 
Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Negara yang ditindaklanjuti dengan 
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333/KMK. 011/ 1978 tentang 
Pengaturan Lebih Lanjut Penggunaan 
5 Persen Dari Laba Bersih Bank- Bank Milik Negara kepada yayasan.

Dana bagi Yayasan Supersemar seharusnya digunakan untuk kepentingan 
sosial. Namun, dalam praktiknya ditemukan penyimpangan sepanjang 
tahun 1987-1997, antara lain dengan adanya aliran dana ke Bank Duta, 
PT Sempati Air, PT Kiani Kertas, PT Kiani Lestari, PT Kalhold Utama, 
PT Essam Timber, PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri dan Usaha 
Kosgoro.

Terkait hal itu, Dachmer mengatakan pihaknya siap menghadirkan saksi 
di PN Jakarta Selatan.

Sementara itu, Direktur Perdata dari bagian Perdata dan Tata Usaha 
Negara Kejagung, yang juga menjadi anggota tim jaksa pengacara 
negara, Yosef Suardi Sabda, menyatakan Kejagung optimistis menang 
dalam gugatan perdata terhadap Soeharto atas perbuatan melawan 
hukum. Kejagung mempunyai sejumlah dokumen untuk membuktikan hal 
itu, termasuk menyiapkan 43 saksi. "Dari 43 saksi, ada 25 saksi yang 
sudah pasti. Saksi-saksi ini telah diperiksa oleh bagian Tindak 
Pidana Khusus," kata dia.

Yosef mengatakan gugatan itu diajukan berdasarkan prinsip hukum yang 
menyatakan kalau ada orang menitipkan uang, uang itu harus 
dikembalikan. "Uang itu harus digunakan sesuai dengan apa yang 
dibebankan," kata dia. Menurutnya, kalau kasus Soeharto ini 
dibiarkan saja, maka akan menjadi preseden, yakni setiap orang bebas 
menggunakan uang orang lain. "Itu 
melanggar perjanjian atau wanprestasi," tegasnya. [E-8]

Last modified: 5/9/07
=============================
* Tommy Gugat Balik Bulog Rp 1 Triliun

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/092007/06/0401.htm 
 
* Tommy Gugat Bulog Rp 1 Triliun
Elza Syarief, "Demi Tommy, Rela tak Dibayar" 

JAKARTA, (PR).-
Kejaksaan Agung menyiapkan perlawanan hukum atas ancaman Hutomo 
Mandala Putra (Tommy Soeharto), yang bermaksud menggugat balik 
(intervensi) Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) 
senilai Rp 1 triliun. 

Ancaman dari putra Soeharto ini sebagai balasan atas langkah Bulog 
melalui pengacara negara Kejaksaan Agung, yang melayangkan gugatan 
perdata di PN Jaksel. Dalam gugatan perdata yang didaftarkan ke PN 
Jaksel, 31 Agustus, kejaksaan menuntut Tommy telah melawan hukum 
dalam ruilslag pada 1995 antara Perum Bulog dan PT Goro Batara Sakti 
(GBS). Tommy sebagai komisaris utama PT GBS waktu itu. Oleh karena 
itu, kejaksaan memandang Tommy harus mempertanggungjawabkan secara 
perdata atas pelanggaran hukum dalam ruilslag. Dia dituntut membayar 
ganti rugi material senilai Rp 500 juta.

Kuasa hukum Tommy Soeharto, Elza Syarief mengatakan bahwa kliennya 
tidak layak digugat. Sebab, dia bukan pemegang saham PT GBS, kerja 
sama antara PT GBS dan Bulog telah dibatalkan (1995), tidak lagi 
menjabat komisaris utama sejak 1996. Dalam kasus pidana PT GBS, 
Tommy dibebas murni dan perkaranya sudah memiliki kekuatan hukum 
tetap (in kracht van gewijsde).

"Tindakan Bulog menggugat Tommy justru melawan hukum, memenuhi unsur 
tindak pidana pencemaran nama baik," kata Elza, didampingi sejumlah 
anggota tim kuasa hukum lain. Dia mengakui, tim kuasa hukum telah 
melayangkan somasi kepada Bulog (4/9), namun tidak mendapat respons. 
Tim lalu akan mengajukan gugatan balik

Thomson Siagian mengatakan, Tommy memiliki hak yang sama dengan 
kejaksaan untuk melayangkan gugatan hukum jika merasa terlanggar hak 
hukumnya. Sebaliknya, Kejagung sebagai pengacara negara yang 
mewakili Perum Bulog, akan meladeni atas perlawanan yang disampaikan 
Tommy. 

"Bagi kejaksaan, gugatan ini bagian dari konsekuensi hukum atas 
gugatan perdata mewakili Bulog," katanya. Soal langkah hukum yang 
ditempuh, dia mengatakan akan membaca dan menganalisis dulu materi 
dan substansi gugatan balik yang dilayangkan Tommy. 

Tak bersalah

Elza Syarief yang tampil lagi sebagai pembela Tommy Soeharto dalam 
kasus gugatan kepada Perum Bulog itu, ikhlas tidak dibayar untuk 
membela Tommy karena dianggapnya tidak bersalah. "Saya terus terang, 
dengan Pak Harto itu benar-benar idola sehingga otomatis agar 
membantu Mas Tommy, benar-benar ikhlas," jawabnya.

Menurut Elza, Tommy sama sekali tidak bersalah dalam kasus itu, 
karena itu Tommy tidak boleh dizalimi. "Saya tahu ini tidak boleh 
menzalimi orang. Apakah orang itu kecil atau besar sama di hadapan 
hukum. Jadi, saya pikir saya perlu bantuan Tommy," katanya.

Elza mengatakan, pengacara Tommy dulu pernah mengundurkan diri 
kecuali dirinya. Elza bersikap memilih tetap mendampingi Tommy 
karena sesuai etika advokat. "Saya tidak boleh meninggalkan klien 
dalam keadaan sendirian," tandasnya.

Elza menambahkan, perkara Tommy tidak hanya diliput di dalam negeri, 
tapi di luar negeri. Elza pun merasa harus maju dan tidak boleh 
menjadi pengecut. "Demi penegakan hukum kita harus maju. Saya tidak 
mau ada gambaran buruk penegakan hukum," tegasnya. (A-84/dtc)***
==========================
* Tommy's lawyers slap back at government over Bulog land swap case
Jakarta Post - Jakarta,Indonesia
<http://www.thejakartapost.com/detailgeneral.asp?
fileid=20070905233948&irec=0>

Tommy's lawyers slap back at government over Bulog land swap case
JAKARTA (JP): Lawyers of Hutomo "Tommy" Mandala Putra are preparing 
to
slap the government with Rp 1 trillion (US$106,383) civil lawsuit to
counter the Attorney General's Office's (AGO) civil action against 
him in the State Logisltics Agency (Bulog) land swap case.

One of the lawyers representing the youngest son of former president
Soeharto in his legal battle, Elza Syarief, said Wednesday that the
filing of the civil lawsuit by the AGO on behalf of the logistic
agency on Aug. 22 was reckless and unfounded.

"We know that the legal fact of the Bulog case is that the Supreme
Court has issued a ruling that acquitted Tommy of all criminal
charges. So, why does Bulog want to file another suit over the same
case?" she told a media conference.

The Supreme Court approved Tommy's request for a case review of the
Bulog case in 2001 and acquitted him of all charges of corruption.

The dispute started in 1996 when Tommy's PT Goro Batara Sakti, one of
the country's biggest retailers at that time, established a land swap
agreement with Bulog.

Bulog had agreed to give Goro their store-house complex that occupied
50 hectares of land in Kelapa Gading, North Jakarta, for an
approximately 125,000 hectares of land in Marunda, also in North
Jakarta.

Prosecutors in the criminal case presented evidence that half of that
land was swamp.
==========

Reply via email to