CENDRAWASIH POS Selasa, 05 Juni 2007 Argumentasi Marinir Tak Logis
Komisi I DPR Tunda Panggil Djoko Suyanto JAKARTA- Proses pengumpulan data dan fakta oleh Komisi I DPR terkait kasus penembakan oknum Marinir terhadap warga sipil di Pasuruan telah selesai. Namun, tim investigasi Komisi I DPR masih mematangkan rumusan kesimpulan. Karena itu, rencana untuk mendatangkan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto ke rapat Komisi I DPR juga dipastikan mundur. ''Besok (hari ini, Red) Panglima TNI tidak bisa menghadiri undangan kami," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Yusron Ihza Mahendra kemarin. Ketidakhadiran itu disebabkan karena Panglima TNI harus mendampingi Presiden SBY untuk menerima kedatangan Perdana Menteri Timor Leste Ramos Horta di Istana Negara hari ini. ''Sebenarnya Panglima TNI bisa mendatangkan KSAL, tapi sepertinya kurang afdol," katanya. Untuk itu, lanjut Yusron, pihaknya memutuskan untuk mengundur jadwal pertemuan Komisi I DPR dengan Panglima TNI menjadi pekan depan. ''Waktu yang molor ini semata-mata problem teknis, tak ada motivasi politis," katanya.Yusron menyatakan bahwa arah kesimpulan tim investigasi tampaknya sudah bisa diprediksi. Misalnya, lanjut dia, Komisi I DPR kurang bisa memahami argumentasi pejabat TNI AL atau pihak Marinir tentang tembakan pantulan. ''Logika itu sulit dipertahankan," katanya. Sebab, jika tembakan itu diarahkan ke tanah, maka peluru otomatis akan masuk ke tanah. Kecuali jika tembakan mengarah pada benda keras seperti aspal, beton bersemen, dan lainnya. Selain itu, Komisi I DPR juga kesulitan menerima pendapat TNI bahwa Marinir hanya memberikan tembakan peringatan. Padahal menurut prosedur, tembakan peringatan itu hanya tiga kali. Sementara tim investigasi berhasil menemukan ada 27 selongsong peluru di teempat kejadian perkara (TKP).''Itu bukan peringatan saja, tapi langsung pada sasaran," katanya. Jika itu tembakan membela diri, lanjut dia, kenapa justru yang kena adalah orang di dalam rumah. Mengenai katagorisasi tindakan itu sebagai pidana biasa atau pelanggaran HAM berat, Komisi I DPR akan sepenuhnya menyerahkan kepada Komnas HAM. Adapun tentang problem pertanahan, Yusron menyayangkan tidak tercapainya titik temu antara warga dengan Pangkoarmatim TNI AL. Padahal, lanjut dia, tawaran TNI AL untuk menghibahkan 500 meter persegi ditambah 20 persen tanah dari total jumlah 420 hektar itu merupakan langkah progresif. Bahkan dikabarkan TNI juga telah menguruskan legalitas pemberian tanah itu. ''Jadi silakan jalur hukum yang menyelesaikan," katanya. Yusron juga mengusulkan untuk dilakukan verifikasi terkait jumlah penduduk. Sebab, lanjut dia, pada tahun 1999, penduduk setempat hanya berjumlah 225 kepala keluarga (KK). Sementara sekarang, jumlah itu berlipat menjadi 3.602 kepala keluarga. ''Banyak juga memang pendatang baru," katanya. Jadi, lanjut dia, posisi sebagian warga adalah numpang. Karena itu, Yusron menilai gagasan sejumlah yang meminta supaya tanah-tanah itu dihibahkan ke warga itu akan membingungkan. ''Itu bisa dijadikan yurisprudensi bagi sengketa tanah warga dengan TNI di tempat lain," katanya. Yusron menegaskan, sikapnya yang bisa jadi dinilai kurang populis itu murni lepas dari kepentingan politik. ''Saya hanya ingin mendudukan perkara saja," katanya. Wakil Ketua Komisi II DPR Priyo Budi Santoso mengatakan pihaknya akan memfokuskan pada kajian tentang indikasi tanah milik TNI AL yang juga dikelola oleh BUMN. ''Jika benar, itu tidak lazim," katanya. Terlebih lagi, lanjut dia, masyarakat di sekitar lahan tentu lebih membutuhkan lahan tersebut. Rencananya, lanjut Priyo, hari ini Komisi II DPR akan memanggil kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) lengkap beserta seluruh deputinya. ''Ada sekitar 2000 sengketa pertanahan di negara ini yang harus segera diselesaikan," katanya. Ketua Tim Advokasi Hukum DPP PKB untuk kasus Pasuruan, Prof Mahfud MD, kemarin telah selesai turun ke lapangan untuk mengumpulkan bukti-bukti terakhir di TKP. Mahfud mengaku telah mengumpulkan setidaknya 403 lembar surat asli tanah warga yang dikeluarkan sekitar tahun 1949-1959, dan belum pernah dialihkan. ''Bahan untuk kesimpulan sudah cukup, besok kami melapor ke Gus Dur," katanya. Politisi asal Madura itu berjanji, Tim Hukum DPP PKB akan membantu warga di tingkat banding untuk kasus sengketa perdata tanah. Demikian halnya dengan proses hukum pidana, pihaknya akan mendampingi korban. ''Kita sambil menunggu saja keputusan KomnasHAM, apakah mengkategorikan itu pelanggaran HAM berat atau tidak," katanya. Guru besar ilmu hukum UII itu juga berjanji akan menempuh jalur politik. ''Saat di DPR, kami akan bicara pada pemerintah soal kepemilikan rakyat atas tanah,''katanya. Apalagi tahun depan katanya Presiden SBY akan membagi satu juta hektar tanah untuk rakyat. ''Kalau benar, pasuruan itu perlu dimasukkan bagian yang dibagi,"katanya. Selain itu, Mahfud juga akan mendesak dilakukannya relokasi latihan tempur. ''Kita masih banyak pulau-pulau kosong yang bisa dioptimalkan untuk latihan tempur AL," katanya. Jika itu bisa digunakan, maka pengembangan kelautan TNI tidak terfokus di Jawa. ''Bahkan bisa diarahkan ke pulau dekat Singapura,"katanya. Di sana, lanjut Mahfud, banyak pulau kosong yang dicaplok Negara tetangga. Mabes TNI meminta spekulasi tentang kasus penembakan Grati Pasuruan dihentikan sebelum ada kesimpulan hukum berdasar penyelidikan. Meski begitu, TNI menegaskan tidak keberatan atas campur tangan sejumlah anggota Komisi 1, Komnas HAM, dan Kontras. "Silakan saja, panglima welcome dengan kehadiran institusi lain ikut dalam penyelidikan, yang jelas dari TNI Pusat Polisi Militer Mabes TNI ikut mendampingi Pusat Polisi Militer AL untuk menuntaskan investigasi,"ujar Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen kemarin. Mengenai polemik soal asal muasal peluru, TNI menolak berdebat."Panglima sudah menyatakan agar tidak dipertentangkan, tunggu saja uji balistik dan hasil laboratorium forensik," ujar mantan Kadispen AU itu.(aku/ [Non-text portions of this message have been removed]