http://www.suarapembaruan.com/News/2007/05/14/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Elite Politik Gadaikan Reformasi

Sudah Waktunya Rakyat Kembali Bergerak 
Pemerintah Takut Ungkapkan Aktor Intelektual 

 

 

SP/YC Kurniantoro 

Keluarga korban Tragedi Mei 1998 berunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, 
Jakarta, Minggu (13/5). Mereka mendesak pemerintah agar menuntaskan kasus 
pelanggaran HAM terutama kasus Tragedi Mei yang menewaskan ratusan orang. 

[JAKARTA] Elite politik telah menggantikan semangat demokrasi, patriotisme dan 
kerakyatan dengan pragmatisme dan plutokrasi atau kekuasaan politik berdasarkan 
uang atau mengejar proyek negara. 

Akibatnya, angka kemiskinan saat ini mencapai 108 juta penduduk Indonesia atau 
sekitar 49 persen dan angka pengangguran mencapai lebih dari 47 juta orang. 
Untuk membawa arah reformasi ke jalan yang benar, mahasiswa dan rakyat harus 
bergerak kembali. 

Demikian Sekjen Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) dan mantan tahanan 
politik Orde Baru Budiman Sudjatmiko dan Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga 
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M Zen kepada SP di Jakarta, Sabtu 
(12/5). 

Menurut Budiman, pengkhianat terhadap cita-cita perjuangan reformasi semakin 
tidak tahu malu dan menyakiti hati rakyat. Karena itu, ia mengimbau refleksi 9 
tahun perjuangan gerakan reformasi seharusnya lebih difokuskan pada tujuan 
utama reformasi yaitu pemulihan demokrasi politik seperti pemenuhan hak-hak 
politik dan masyarakat sipil sebagai rakyat Indonesia, seperti kebebasan untuk 
berpendapat dan berorganisasi sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 yang 
selama lebih dari 32 tahun ditindas oleh rezim Orde Baru. 

"Agenda kedua yaitu pemenuhan demokrasi sosial dan ekonomi sebagaimana dijamin 
oleh pasal 33 UUD'45 yang telah diingkari oleh penguasa Orde Baru. Namun dalam 
kenyataannya selama 9 tahun reformasi, yang berhasil dicapai hanyalah kejatuhan 
Soeharto, dan itu pun belum juga diadili atas kejahatan kemanusiaan dan 
ekonomi," ujarnya. 

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 
(YLBHI), Patra M Zen yang menilai, sudah waktunya rakyat kembali bergerak dan 
memformulasi kembali apa yang diinginkannya. Karena selama 9 tahun pergerakan 
reformasi, belum banyak yang berubah, bahkan mundur. 

YLBHI menilai, penegakan HAM masuk tahap genting. HAM diserang dari segala 
penjuru. Bukan hanya nilai, norma, dan aturan, tetapi juga institusi yang 
penopang HAM. Idealnya, HAM menjadi etika dalam peradaban politik, ekonomi, dan 
hukum, tetapi tahun ini HAM dipinggirkan oleh kepentingan elite politik. 

Sementara itu, Maria Catarin Sumarsih, ibunda Bernadus R Norman Irawan (Wawan) 
korban Tragedi Semanggi I menegaskan, pemerintah seperti ingin melupakan 
peristiwa tragedi kemanusiaan Trisakti, Semanggi I dan II. Dia menilai, 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sudah ketakutan untuk 
mengungkap aktor intelektual peristiwa Semanggi I dan II. 

"Saat ini, pemerintah seolah-olah menonjolkan kasus korupsi. Jaksa Agung sibuk 
dengan hal itu, kami dilupakan. Tapi ka- mi tetap akan berjuang, agar semuanya 
bisa terungkap,'' ujar Sumarsih. 

Sumarsih adalah sosok yang berani. Selama bertahun-tahun Sumarsih berjuang 
bersama suami, Arief Priadi, dan para orang tua korban lainnya, menuntut 
keadilan atas kematian putranya. Selain melakukan advokasi untuk kasus-kasus 
pelanggaran HAM, Sumarsih juga pernah melemparkan telur busuk kepada pimpinan 
Rapat pleno di DPR RI , karena mereka mengeluarkan rekomendasi yang menyatakan 
kasus Semanggi I dan II, dan kasus Trisakti bukan pelanggaran HAM berat. 
Sumarsih mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien Award Tahun 2004. [E-5] 


Last modified: 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to