http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2007052500552416
Hari 'Gini' Surat-Suratan! H.Bambang Eka Wijaya: NAIK kereta rel diesel--KRD--Kotabumi--Tanjungkarang, di Slusuban seorang nenek naik membawa setandan pisang. "Mau dijual ke mana pisangnya, Nek?" tanya Umar. "Dijual?" sergah nenek. "Kalau jualan buat apa susah-susah naik kereta api membawa pisang! Ini buat cucuku di Teluk! Seminggu lalu sudah kusurati, hari dan jam ini aku berangkat! Dia balas suratku, akan menjemput di Stasiun Tanjungkarang!" "Hari gini masih surat-suratan?" timpal Amir. "Nanti minta cucu Nenek kirim pesan lewat SMS saja, bisa sampai sesaat dikirim!" "Anak muda sekarang, suka mempermainkan orang tua!" entak nenek. "Mana ada manusia kirim pesan jauh bisa sampai secepat doa!" "Maaf, Nek! Mungkin Nenek sering jumpa anak muda suka mempermainkan orang tua!" timpal Amir. "Kami maklum karena negara kita memang gagal membangun karakter bangsa! Tapi kami bukan anak muda seperti itu! Yang kami katakan benar adanya!" Nenek tersenyum. "Berarti nenek yang salah kaprah menilai kalian!" ujarnya. "Kenapa bisa gagal membangun karakter bangsa?" "Menurut Surya Paloh, bos Media Group, akibat lemahnya penanaman etika dalam masyarakat!" jelas Umar. "Salah satu contoh, dunia politik yang menjadi penentu proses pengelolaan negara justru terjerumus perilaku dan orientasi tanpa etika!" "Betul, Nek! Menurut dia, politik Indonesia merupakan panggung kepentingan politik dan individu yang sangat mengabaikan kepentingan orang banyak!" timpal Amir. "Akibat politik yang berproses tanpa etika, ekonomi yang juga bergerak tanpa etika, hukum yang mengabaikan etika, maka tak terbentuk apa yang disebut moralitas publik yang baik, sebagai dasar karakter bangsa!" "Kurasa orang-orang yang masih waras sependapat!" sambut nenek. "Karena aku juga berpandangan seperti itulah, maka tadi menilai kalian seperti yang lain umumnya, kurang berbudi pekerti, tak beretika, hingga tak peduli mempermainkan orang tua! Kalian makhluk langka yang masih berorientasi etika, tapi seberapa jauh bisa bertahan dalam orientasi tersebut, itulah masalahnya!" "Masih banyak orang yang berorientasi etika!" timpal Amir. "Tapi benar kata Surya, mereka yang berada di mainstream--jalur utama--kehidupan berbangsa sudah lebih dominan hidup dengan niretika itu, hingga kita serasa tenggelam dalam malakarakter--dikuasai watak menyimpang!" "Perilaku menyimpang ramai-ramai mereka yang berada di jalur utama itu terjadi akibat bangsa kita memang pemaaf, terutama suka memaafkan diri sendiri setiap keliru atau salah!" tegas nenek. "Padahal, seperti rel kereta api yang selalu sejajar, jika terjadi penyimpangan sedikit saja di satu titik, kian jauh akan makin lebar penyimpangannya!" "Kami paham!" sambut Umar. "Maksud nenek jangan pernah memaafkan kesalahan diri sendiri sekecil apa pun, don't excuse and no excused karena bisa terbiasa, akhirnya imun dengan kesalahan besar sekalipun!" "Yang menenggelamkan bangsa kita dalam krisis etika memang keimunan pada tindakan kesalahan sendiri itu!" tegas nenek. "Hingga, berbuat keliru dan salah pun tetap merasa benar! Tak alang dibuat proyek pembenaran! Demi benarnya sendiri saja!" [Non-text portions of this message have been removed]