GALAMEDIA
MINGGU, 25 NOVEMBER 2007

      Ibadah Haji Malah Dipakai Selingkuh (2)  
      Hubungan Kami Diketahui Istrinya  
     

      SEPERTI dikisahkan, Jono sudah menyatakan dirinya ingin menikah dengan 
Tati sepulang ibadah haji. Sayang rencana itu keburu ketahuan teman-teman 
seregunya. Akibatnya, terjadi percekcokan antara Tati dan istri Jono. Untung 
tidak berkembang lebih jauh, sebab keburu didamaikan ketua rombongan. Bagaimana 
selanjutnya? H. Undang Sunaryo mengisahkan.  
     
SETELAH mendengar pernyataan Pak Jono itu, aku jadi bingung dan ada perasaan 
tertekan. Betapa tidak, khawatir hubungan baik itu menjadi retak dan bisa 
menimbulkan persoalan selama beribadah haji. Makanya sejak itulah aku selalu 
menjaga jarak. Bahkan sering tidak mau diajak jalan-jalan. Tapi dia malah 
semakin lekat denganku.

Dia sering memberi uang. Bahkan membelanjakan sejumlah barang yang mahal 
harganya untuk oleh-oleh. Namun istrinya sama sekali tak menaruh curiga. 
Kedekatan kami tercium teman-teman seregu. Di antara mereka tampak ada yang 
sinis. Bahkan aku sempat dimarahi seorang teman. Katanya aku jangan terlalu 
akrab dengan Pak Jono, kasihan istrinya. Katanya lagi, kelakuan seperti itu 
dosa hukumnya. "Nanti kalau sudah di Tanah Air silakan mau bergaul bebas juga. 
Ini kita di Tanah Suci sedang menunaikan ibadah haji," ujarnya.

"Kok kenapa jadi pada sinis. Mentang-mentang Pak Jono baik sama aku, 
teman-teman malah iri hati," aku bereaksi. "Kalau kamu tidak mau aku nasihati, 
nanti akan dilaporkan sama istri Pak Jono. Biar sekalian ribut," tantangnya.

"Silakan aku tidak takut," jawabku. Padahal dalam hati aku malu dan takut. 
Karena memang benar aku telah melakukan perselingkuhan dan berjanji akan 
menikah dengan Pak Jono. Alasannya tak lain karena aku ingin memiliki 
keturunan. Dan lagi Pak Jono adalah seorang pejabat, orang terhormat, dan orang 
kaya lagi.

Aku kira teman-teman hanya menggertak. Tahu-tahu mereka melaporkan 
perselingkuhanku pada istrinya. Sepulang dari Masjidilharam, aku lantas 
dimarahi istri Pak Jono. Wah, marahnya bukan main. Sampai-sampai teman-teman 
satu kloter tahu peristiwa itu. Aku tak bisa berkutik. Dan Pak Jono yang 
bertubuh kekar itu malah berdiam diri melihat istrinya mencak-mencak di hadapan 
banyak orang.

Setelah istri Pak Jono selesai marahnya dan menangis, aku dipanggil ketua 
rombongan. Begitu juga Pak Jono bersama istrinya sama-sama diberi nasihat dan 
didamaikan. Alhamdulillah aku sebagai manusia biasa bisa mengakui kesalahan. 
Pak Jono juga berjanji tak akan mengulangi perselinguhan itu. Istri Pak Jono 
memaafkan aku.

Pasca perdamaian aku tak seasrama dengan keluarga Pak Jono, untuk menghindari 
hal-hal yang tidak diinginkan. Aku tidur bersama regu lain yang merasa kasihan. 
Hanya selang seminggu, istri Pak Jono yang baik hati itu mengajak aku untuk 
tinggal satu kamar. Karena pada hari itu akan pergi ke Madinah setelah selesai 
melaksanakan rukun wajib dan sunah haji di Tanah Haram.

"Sudah kamu jangan sakit hati. Kita adalah muslimah yang sedang bertamu di 
Tanah Haram, harus saling memaafkan. Yuk kita hidup seperti dulu lagi," kata 
istri Pak Jono. Pak Jono tersenyum dan merasa bahagia dengan sikap istrinya 
itu. Teman-teman lain pun tak sinis lagi bila kebetulan melihat kami bertiga 
sama-sama bergaul seperti semula.

Yang namanya cinta di saat dan situasi apa pun nyaris tak bisa ditahan. Pak 
Jono malah semakin menjadi-jadi cintanya padaku. Begitu sebaliknya, aku tambah 
kasihan sama Pak Jono. Dia mengharapkan aku segera jadi istri keduanya. Risiko 
apa pun dia siap mengahadapinya.

"Sudah kita jangan berbuat apa-apa di Madinah. Nanti pulang ke Tanah Air kita 
lanjutkan lagi. Jadi kamu mau dijadikan istri keduaku? Siap menghadapi 
tantangan? Siap mengajukan cerai pada suami kamu?" tanyanya lagi.

"Siap, Pak. Yang penting Bapak jangan bohong ya," jawab aku.

"Masak saya bohong. Tunggu nanti. Kita sekarang khusyuk ibadah. Sebentar lagi 
kita akan pulang," katanya.

Memang aku mampu menahan diri untuk tidak berhubungan terlalu dekat dengan Pak 
Jono. Kegiatan sehari-hari difokuskan untuk ibadah. Bila ada waktu senggang 
saya belanja ke toko. Uangnya pemberian Pak Jono.

Aku bangga pulang ke Tanah Air bisa memuaskan suami, keluarga, tetangga, dan 
kerabat. Seabrek oleh-oleh sudah dipersiapkan. Betapa bangganya nanti sang 
suami mendapat seperangkat pakaian made in Mesir, sajadah buatan Uzbekistan, 
dan kopiah buatan Kenya Afrika.

Ayah dan ibu pasti bangga diberi oleh-oleh seperangakat busana muslim buatan 
luar negeri. Belum lagi seabrek makanan ringan, seperti kurma, kacang arab, air 
zam-zam, dan sebagainya. Suami dan orangtua pasti bangga, melihat aku pulang 
dari Tanah Suci memakai perhiasan kalung, gelang, dan cincin.

Kami kembali ke Tanah Air dengan pesawat dari Madinah menuju Bandara 
Soekarno-Hatta. Aku sengaja tidak lagi duduk berdampingan Pak Jono dan 
istrinya. Maksudnya untuk menjaga jangan sampai timbul fitnah. Biarlah tak 
duduk bersama dengannya, sebentar lagi juga aku pasti akan jadi istrinya. 
(bersambung

Reply via email to